.

Kisah Infaq Tukang Becak..

“Ustadz, saya mau infaq untuk masjid,” kata seorang tukang becak sambil menyerahkan enam lembar uang kertas warna biru bergambar I Gusti Ngurah Rai.

“Kok banyak, Pak?” Sang Ustadz tahu, uang Rp 300.000 cukup banyak untuk seorang tukang becak.

“Ini uang BLT yang baru saya terima Ustadz,” jawab tukang becak, membuat mata Sang Ustadz berkaca-kaca.

“Sudah lama saya ingin menyumbang masjid ini Pak. Saya tiap hari mengayuh becak di daerah sini. Cukup jauh dari rumah. Saya sangat memerlukan masjid untuk ganti baju, mandi dan sebagainya. Awalnya saya pernah ke masjid lain untuk mandi, tapi beberapa hari kemudian saya dimarahi. ‘Masjid ini bukan tempat mandi!” Kata tukang becak menjelaskan.

Lalu, kata tukang becak itu lebih lanjut, “saya datang ke masjid ini karena dengar dari teman, Masjid Jogokariyan sangat ramah untuk siapa saja. Dan saya membuktikannya. Saya mandi pagi dan siang hari tidak ada yang memarahi. Bahkan dipersilakan jika butuh sesuatu. Saya jadi suka dengan masjid dan suka sholat jamaah, Ustadz. Sejak saat itu saya sangat ingin berinfak untuk masjid ini jika punya uang. Dan alhamdulillah sekarang saya dapat BLT,”

Pengurus Masjid yang ramah memberikan pelayanan kepada yang memasuki areal masjid, juga di rasakan oleh Marjuis Rustam; saya pernah datang melaksanakan ibadah sholat ke masjid itu pada tahun 2018, kami menerima perlakuan yang ramah dan terasa sekali ukhwah Islamiah disana.

Menurut pengurus, kata Marjuis Rustam, banyak pengurus masjid ditanah air yang datang kesana studi banding, untuk mengetahui bagaimana pengurus meminij administrasi maupun infak yang diperoleh dari Masjid.

“Dan yang sangat perlu dicontoh, mesjid ini tak pernah digembok. Jadi kapan saja datang untuk melaksanakan ibadah kita bisa bebas memasuki masjid, ” Ucap Rustam.

Foto Marjuis Rustam bersama rombongan dari Sumbar ke Masjid tersebut.

Kembali kepada kisah tukang becak.

Sang Ustadz tak kuasa menahan tangis karena haru.

Ibrah dari Kisah Infaq Tukang Becak

*Dari kisah infaq tukang becak ini, DKM atau Takmir Masjid perlu mengambil ibrah. Bahwa semestinya masjid itu melayani umat dan menjadi solusi. Dan ketika pelayanan masjid dirasakan oleh umat, mereka merasa memiliki, dan dengan ikhlas berinfaq dengan sesuatu yang mereka cintai.

Ustadz Muhammad Jazir, Ketua DKM Masjid Jogokariyan yang menjadi saksi ketulusan tukang becak itu mengungkapkan, pada tahun 1999, infaq di Masjid Jogokariyan hanya mencapai Rp 8.640.000 setahun. Setelah pelayanannya diperbaiki, infaq meningkat menjadi Rp 43 juta setahun pada tahun 2000-an. Meningkat terus pada kurun 2006-2008 menjadi Rp 225 juta per tahun. Lalu Rp 354 juta pada 2010. Dan kini, untuk infaq buka puasa saja mencapai milyaran rupiah.

Kedua, kita semua juga bisa mengambil ibrah dari tukang becak. Yang sangat ingin berinfak. Ia menunggu-nunggu kapan punya uang untuk berinfak. Dan saat menerima BLT, ia menginfakkan semuanya.

Bisa jadi, tukang becak itu telah melampaui kebajikan kita karena ia menginfakkan uang yang sebenarnya sangat ia butuhkan. Uang yang sebenarnya sangat ia suka ketika mendapatkannya.

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

*“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)*

Kisah infaq seperti ini hendaknya menguatkan kembali semangat kita untuk berinfaq. Yang dengannya kita bisa mencapai kebajikan yang sempurna. Yang dengannya kita mendapatkan cinta dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang dengannya musibah tercegah dan bahagia hadir dalam jiwa. Dan dengannya semoga kita mendapatkan ridha-Nya dan dijadikan ahli surga…
Aamiin YRA.

Catatan Redaksi Kisah ini disadur dari kiriman teman di grup whatsapp, si pengiriman tidak tahu siapa penulisnya.

Baca juga ;

PINTU MASJID JANGAN SAMPAI DITUTUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *