.Sumatera Barat

Siapa Gubernur Sumbar Ganti Irwan Prayitno?

Oleh : Anton Permana, Dt Hitam.

Pilkada Sumbar sudah tak lama lagi. Lebih tepatnya 8 bulan kedepan ranah Minangkabau negeri para ulama dan cendikiawan ini kembali menggelar proses demokrasi siapa yang layak menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2020-2025.

Pilkada kedepan diyakini akan semakin semarak karena, Irwan Prayitno Gubernur hari ini sudah menjabat dua periode. Otomatis, kondisi ini seakan membuka pintu lebar bagi putera-puteri terbaik Minangkabau untuk bertarung untuk menjadi orang nomor satu di Sumatera Barat.

Sontak saja fenomena ritual politik lima tahunan “made in” barat ini mengisi ruang diskusi urang Minang baik di ranah maupun dirantau. Baik dilapau-lapau, maupun disosial media. Baik disudut-sudut kantor pemerintahan maupun dipasar dan warung kopi.

Bahkan, sudah ada beberapa bakal calon kandidat meskipun ‘malu-malu kucing’ melakukan polling dan advetorial dimedia cetak. Pasang baliho ketika hari raya Idul Fitri pun tidak ketinggalan.

Sebagai tipikal masyarakat yang logis, kritis, idealis, dan juga ada ultra opportunis, tidak mudah untuk menjadi pemimpin di ranah Minangkabau. Banyak sekat budaya, standarisasi ketokohan yang mesti dipenuhi oleh seorang bakal calon kandidat. Atau dalam istilah lapaunya di Minangkabau, para kandidat kepala daerah di Minangkabau mesti memenuhi syarat minimum ala urang awak yaitu ; Tokoh, Takah, dan Tageh.

Tokoh berarti memang sudah menjadi publik figur. Takah, mempunyai performance, kecakapan, kepintaran, yang mempuni. Tageh, yaitu mempunyai kapasitas, kualitas, serta kemampuan finansial, intelektual, keagamaan yang tinggi.

Makanya wajar, pada Pilpres 2019 kemaren, Jokowi-Ma’ruf gagal menang di Sumbar. Karena dimata urang Minang, paslon ini jauh dari spesifikasi 3 T diatas. Terbukti paslon 02 menang telak di Sumatera Barat.

Tidak akan jauh berbeda dengan Pilpres. Pilkada Sumbar 2020 nanti, masyarakat Sumbar tentu akan lebih spesifik dan detail untuk menjadi dasar pilihan politiknya.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mencoba meraba, meneropong peta kandidat yang berpotensi dan berpeluang untuk maju di Pilkada Sumbar dengan penjabaran sebagai berikut :

PETA KANDIDAT BERBASIS PARTAI

Sesuai dengan ketentuan persyaratan untuk dapat maju Pilkada yaitu diusung oleh 20 persen kursi di parlemen. Maka penulis akan mencoba memetakan nama-nama kandidat yang sekaligus juga kader dari partai politik yang berpotensi untuk maju.

Pertama Parta Gerindra. Setidaknya ada tiga nama yang menonjol di partainya Prabowo ini. Yaitu Nasrul Abit (yang sekarang menjabat sebagai wakil gubernur Sumbar), Syuir Syam (anggota DPR RI dan juga mantan Walikota Padang Panjang), serta tokoh muda Gerindra yang sekarang sedang melejit namanya menjadi “ the new rising star “ yaitu Andre Rosiandre.

Namun dari tiga nama ini, tentu Nasrul Abit selaku incumbent dan Andre Rosiade yang paling menonjol. Nasrul Abit yang juga mantan Bupati Pesisir Selatan ini, mempunyai basis suara di Pessel dan Padang. Selanjutnya Andre (mantan Presiden BEM Tri Sakti) yang namanya sudah tak asing bagi masyarakat Sumatera Barat khususnya Kota Padang dengan jargonnya “ Ayo jadi pengusaha “ 7 tahun yang silam, saat sekarang ini juga digadang-gadang sebagai representasi wajah generasi muda yang lagi trend. Namun apakah Andre memilih maju calon gubernur atau fokus jadi “ jawara senayan “ ? Biar waktu yang menjawabnya.

Kedua, PKS. Ada dua nama di partai dakwah ini yang muncul ke publik media untuk maju dikancah Pilkada Sumbar. Yaitu Mahyeldi (yang sekarang jadi Walikota Padang), dan Riza Falepi (sekarang menjabat Walikota Payakumbuh).

Secara grade dan kapasitas, dari sebelah sisi manapun tentu sosok Mahyeldi jauh diatas Riza Falepi. Keberhasilan Mahyeldi menata ulang pantai Padang yang monumental, berhasil dan suksesnya kota Padang menyelenggarakan beberapa event Internasional semakin mengharumkan nama sosok yang juga seorang Ustad pendakwah ini. Secara basis suara, Mahyeldi juga jauh lebih unggul. Kalau digabungkan antara suara DPT kota Padang, Kabupaten Agam-Bukitinggi (kampung halaman Buya Mahyeldi) mencapai 46 persen dari DPT Sumbar. Jauh berbeda dengan jumlah DPT Kota Payakumbuh 3 persen dari DPT Sumbar.

Namun, kekurangan monumental ini dicoba ditutupi Riza Falepi dengan berjibaku mengumpulkan “ award “ sebanyak-banyaknya entah dari mana saja dalam upaya meng up-grade posisi tawarnya dimata PKS agar dilirik untuk maju Pilkada Sumbar.

Tinggal pihak PKS akan memilih siapa nanti di antara kader yang dua ini dimajukan nanti. Tetapi, kelompok elit Sumbar (yang ingin memutus kepemimpinan PKS di Sumbar) tentu memgharapkan Riza Falepi yang dimajukan PKS, bukan Mahyeldi. Karena secara bobot dan peluang Mahyeldi akan lebih sulit dikalahkan walau dipasangkan dengan siapa saja.

Ketiga, Partai Golkar. Menurunnya jumlah perolehan kursi Golkar di DPRD Sumbar cukup memukul mental dan peluang sang ketua partai yakni Hendra Irwan Rahim. Kondisi ini akhirnya menjadi pintu bagi Jhon Kenedy Azis yang lolos untuk kedua kalinya ke senayan. Apalagi Jhon Kenedy Azis ini berasal dari Pariaman yang terkenal masyarakatnya kompak dan solid.

Secara ketokohan dan kaderisasi. Partai Golkar boleh dikatakan tidak kekurangan tokoh dan kandidat. Masih ada beberapa nama seperti Emma Yohana (anggota DPD RI), dan Leonardy (anggota DPD RI) yang juga masih digolongkan sebagai kader partai pohon beringin ini. Tinggal kalkulasi politik, koalisi, dan kebijakan dari partai untuk memajukan siapa.

Ke Empat, Partai Demokrat. Dari partai besutan mantan Presiden SBY ini yang paling menonjol adalah Mulyadi (anggota DPR RI) yang juga menjadi ketua Demokrat Sumbar. Ada beberapa nama lain lagi seperti mantan Walikota Payakumbuh Josrizal Zein. Namun seiring waktu berjalan nama ‘Bang Yos’ panggilan akrab mantan kapten kapal ini tenggelam. Akhirnya Mulyadi yang menjadi peraih suara terbanyak di dapil Sumbar 2 ini menjadi kandidat kuda hitam di Pilkada Sumbar nanti. Terlihat juga dibeberapa postingan sosial media Mulyadi sudah mulai gerilya membangun komunikasi politik dengan Shadiq (mantan Bupati Tanah Datar) dan Adib Mastur (adiknya Irwan Prayitno) yang sekarang ini masih jadi ASN eselon dua.

Kelima, Partai PAN. Ada beberapa nama yang juga tak ketinggalan dari partai yang pernah memimpin di Sumbar ini dimasa awal reformasi. Namun yang paling menonjol adalah Ali Mukhni yang sekarang menjabat Bupati Padang Pariaman periode kedua. Adapun seperti nama Fauzi Bahar (mantan Walikota Padang) terakhir penulis melihat sedang beralih berjuang maju di Pilkada Kepri. Jadi Ali Mukhni yang juga ketua PAN ini boleh dikatakan yang paling berpeluang dari partai PAN untuk dimajukan Pilkada Sumbar.

PETA KANDIDAT BERBASIS BIROKRAT DAN PROFESIONAL.

Selain dari usungan partai politik. Riuh nama kandidat juga bermunculan dari kalangan birokrat, Polri, TNI, dan tokoh nasional. Apalagi, trend untuk maju dari calon independent ini juga mulai meningkat.

Dari kalangan Polri contohnya. Nama Kapolda Sumbar hari ini yaitu Irjend. Pol. Fakhrizal juga mulai digadang-gadang untuk maju Pilkada Sumbar. Ratusan baliho besar Pak Kapolda dengan ciri khas kumisnya yang rapi ini pada ucapan selamat hari Idul Fitri kemaren boleh kita tangkap sebagai sebuah bentuk sinyal politik bagi masyarakat.

Secara fakta sejarahpun, sosok Polisi tidak lah asing bagi warga Sumatera Barat untuk jadi Gubernur. Karena Gubernur pertama Sumatera Barat pun adalah dari Polisi yaitu (alm) Brigjend. Khairudin.

Selanjutnya, dari kalangan birokrat atau kepala daerah tingkat Kabupaten/Kota juga muncul beberapa nama tokoh yang tidak bisa dianggap remeh. Seperti nama Reydonizar Moenoek (mantan Plt Gubernur Sumbar) yang sekarang menjabat Sekjend DPD RI. Ada juga nama Indra Catri Bupati Agam. Alumni ITB yang kemaren juga baru menyelesaikan kuliah Doktor di IPDN juga mencuat kepermukaan. Dari Kabupaten 50 Kota ada juga muncul nama Irfendi Arbi dan Sulthan Riska. Namun, dikarenakan dua Bupati ini identik dengan pendukung 01 akan sulit untuk maju pada tingkatan yang lebih tinggi.

Melihat dari kalangan Jendral Polisi muncul nama Kapolda hari ini. Dari kalangan Jendral TNI juga tak mau ketinggalan. Ada beberapa nama Jendral TNI baik yang masih aktif seperti Letjend. TNI. Doni Monardo (Mantan Danjen Koppasus, Pangdam Siliwangi) dan sekarang menjabat sebagai kepala BNPB. Ada juga nama Mayjend. TNI. Irwan Zaini (Pangdam II Sriwijaya) dimana beliau adalah adik kandung mantan Wakil Walikota Padang Emzalmi. Jendral yang berasal dari satuan Zeni ini terkenal cekatan, cakap, dan sukses dalam menjalankan tugas besar sebagai Dansatgas pembangunan jalan trans Papua, pembangunan pangkalan militer Natuna.

Dari kalangan nama tokoh nasional juga ada disebutkan nama Archandra (Wamen ESDM), Andrinof Chaniago (mantan kepala Bappenas), dan Herman Darnel Ibrahim (mantan direktur PLN) yang sekarang menjadi anggota DPD RI. Nama Shadiq Pasadigue yang pada Pilkada 2015 sempat top juga muncul kepermukaan. Namun karena kegagalan beliau duduk memperebutkan kursi senayan dari partai PAN, mengakibatkan pamor beliau menurun. Paling menunggu pinangan untuk menjadi calon wakil gubernur tentunya.

Dari penjelasn diatas, kalau boleh penulis mengklasifikasikan. Setidaknya ada tiga kelompok kandidat yang berpeluang untuk maju di Pilkada Sumbar.

Pertama, kelompok utama. Yaitu kelompok kandidat yang berasal dari usungan partai politik, merangkap kepala daerah, atau anggota parlemen dan mempunyai basis masa yang signifikan. Seperti, Mahyeldi (PKS), Nasrul Abit (Gerindra), Ali Mukhni (PAN), Mulyadi (Demokrat), dan Jhon Kenedy Azis (Golkar).

Kelompok kedua, yaitu dari kalangan birokrat, profesional, namun mempunyai ketokohan serta kemampuan finansial yang memadai. Seperti Bapak Kapolda Irjend. Fahkrizal. Bapak Letjend. TNI. Doni Monardo dan Mayjend. TNI. Irwan Zaini. Serta selanjutnya Reydonizar Moenoek, Indra Catri, dan Herman Darnel Ibrahim. Untuk kelompok ini bisa saja dimajukan dari partai politik atau bisa juga dari independen.

Baru kelompok ketiga yang berkemungkinan berpeluang untuk jadi calon wakil gubernur seperti nama Shadiq Pasadigue, dan Riza Falepi.

KESIMPULAN.

Proses demokrasi melalui Pilkada di Sumbar adalah sebuah tantangan tersendiri bagi para kandidat. Karena masyarakatnya yang terkenal logis, kritis, dan sulit ditaklukkan.

Dan penulis berkeyakinan, dampak dari Pilpres 2019 kemaren akan tetap terdistribusi secara emosional kepada masyarakat. Beruntunglah bagi para kandidat yang berasal dari usungan partai politik pengusung Prabowo. Dan akan sulit bagi kandidat yang sudah kena stempel pendukung paslon 01. Atau lebih parahnya lagi kandidat yang pasang kaki dua.

Namun namanya politik, pasti dinamis dan cair. Pakem dukungan Pilpres kepada Pilkada itu tetap hanyalah salah satu faktor pengaruh konstribusi pilihan. Banyak faktor lain yang juga tidak bisa diabaikan. Seperti track record figur, basis kampung primordialisme (dari kab/kota mana), faktor ranah dan rantau, dan faktor profesionalitas atau kemampuan koneksi jaringan kepemerintahan pusat.

Pilkada Sumbar akan dilaksanakan Pertengahan tahun depan. Jadi masih akan banyak terjadi polarisasi dan dinamisasi pergeseran antar kandidat. Siapa yang maju, dari partai mana, berpasangan dengan siapa, semua masih cair dan terbuka lebar.

Yang penting sebagai masyarakat. Kita tentu berharap, proses Pilkada nanti betjalan dengan jujur dan adil. Kejadian seperti tragedi Pilpres 2019 tidak terjadi lagi. Agar proses demokrsi melalui Pilkada ini memang murni melahirkan sosok pemimpin yang berkualitas. Tidak dari hasil kecurangan.

Untuk itu, mari kita semua saling mendoakan dan berpartisipasi agar Pilkada Sumbar kedepan melahirkan sosok pemimpin yang benar-benar lahir dari rahim rakyat. InsyaAllah.

Jakarta, 26 Juli 2019.

(Penulis adalah Alumni Lemhannas PPRA 58 Tahun 2018).

Catatan Redaksi; Isi menjadi tanggung jawab penulisnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *