.

PINDAH IBU KOTA KEPENTINGAN SIAPA ? (Oleh : Anton Permana)

Pilarbangsanews.com, —

Ibu kota negara adalah wajah representatif utama sebuah negara. Urgensi sebuah ibu kota negara, ibarat jantung dalam tubuh manusia. Ketika dalam situasi perang, sebuah negara akan dikatakan kalah (takluk) salah satu indikatornya adalah apabila ibu kota negara itu berhasil direbut dan dikuasai. Karena, segala pusat kendali pemerintahan, termasuk juga objek vital dan bermukim pemimpin negara adalah di Ibu kota.

Indonesia pernah beberapa kali mengalami perpindahan ibu kota. Dari Jogja ke Jakarta, dan dari Jogjakarta ke Bukitinggi pada masa PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1949. Dalam konteks ini dapat terlihat, bagaimana krusial dan pentingnya arti sebuah ibu kota negara. Tatkala Soekarno-Hatta menyerahkan diri untuk ditangkap Belanda, Jogjakarta berhasil direbut dan ditaklukan, sebenarnya secara hukum internasional Indonesia boleh dikatakan sudah bubar. Namun berkat tindakan preventif Soekarno-Hatta menyerahkan mandat dan estafet kepemimpinan Indonesia ketika itu yang masih bayi kepada Amir Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk PDRI dengan ibu kota Bukitinggi Sumatera Tengah (ketika itu). Ditambah perlawanan sengit dari TNI dibawah pimpinan Panglima Besar Jendral Sudirman terhadap Belanda, sehingga Agresi penaklukan Belanda atas Indonesia secara hukum internasional dapat dipatahkan. Ditambah serangan umum 1 maret yang super heroik dibawah pimpinan Letkol Soeharto. Semakin memberikan pesan kepada dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.

Dari penjelasan singkat diatas tentu kita dapat merasakan bagaiamana detak jantung pentingnya arti sebuah ibu kota negara. Kenapa ibu kota negara dipindah ke Jogjakarta atau ke Bukitinggi ? Ini menandakan bahwa posisi Jogjakarta dengan sistem keraton jawa nya yang kental, serta Bukitinggi yang dikenal tempat asal para mayoritas pendiri negara ini, memberikan pesan dan pelajaran kepada kita, bahwa ibu kota seharusnya itu memang berada didalam zona teraman dari posisi geografis dan geokultural negara.

Jogjakarta sebagai ibu kota, diharapkan akan mendapatkan topangan dan dukungan dari keraton yang tentu saja bisa memobilisasi rakyatnya untuk berperang dan melindungi ibu kota (benteng kultural). Bukitinggi juga begitu. Masyarakat Minangkabau yang terkenal dengan semangat perlawanan militansi (loyalitas) masyarakat, serta kecakapan dan idealisme para tokoh masyarakatnya menjadikan dasar dipilihnya Bukitinggi sebagai ibu kota sementara PDRI. Agar juga dapat perlindungan dari masyarakatnya ketika agresi Belanda. Dan ini semua terjadi adalah karena ‘trust’ (kepercayaan). Bahwasanya, dalam kondisi kritis dan rentan atas pengkhianatan dan tekanan, maka dua daerah tersebut ketika itu dianggap paling kuat dan mempunyai daya tahan dalam mempertahankan keberadaan Indonesia.

Nah dari sini kalau kita telaah bersama tentang wacana pindah Ibu kota yang heboh ini, wajar banyak pertanyaan sumbang, kecurigaan, serta keraguan masyarakat atas urgensi apa bak petir disiang bolong, pemerintah mengumumkan perpindahan ibu kota negara ke kalimantan timur. Tepatnya di kabupaten penajam.

Walaupun isu pindah ibu kota sebenarnya sudah didengungkan sejaka zaman PKI berkuasa di era Soekarno oleh Samaun. Tapi, bukan serta merta akan semudah balik telapak tangan. Hanya modal konferensi pers, sulap infografis dan power point, serta kajian antah berantah dari Bappenas, lalu ibu kota sim salabim bisa pindah ??

Ini negara demokrasi bung. Bukan negara sosialis yang bisa secara otoriter mengambil keputusan. Rakyat mesti tahu apa alasan yang paling substantif dan mendesak ibu kota di pindah ?? Semua harus berjalan dua arah. Perpindahan ibu kota bukan seperti wacana mobil esemka atau pelihara kodok. Ini adalah masalah serius terkait masa depan bangsa. Karena ibu kota adalah wajah negara. Merobah ibu kota, bisa dianggap sebagai titik awal merobah identitas bangsa Indonesia.

Untuk itu, penulis mencoba menyerap, memetakan beberapa titik insidentil simpul kepentingan dari pada para petualang dinegeri ini. Berikut hasil pemetaan isu terkait pemindahan ibu kota hari ini :

I. SEANDAINYA BENAR

Apabila ide pemindahan ibu kota ini benar dan serius untuk dilakukan oleh rezim hari ini. Berikut beberapa hal yang mesti kita pertanyakan bersama kepada pemerintah.

1. Ditengah kondisi ekonomi negara diambang jurang krisis. Bayar bunga hutang saja sudah tak mampu. APBN defisit sampai 300 an Trilyun. BUMN tergadai karena gagal bayar. Negara dapat uang dari mana untuk bangun ibu kota ??

Walaupun yang disebut 466 Trilyun, tapi banyak pengamat yang menghitung angka itu hanya 10 persen dari kebutuhan sebenarnya. Berarti hampir 5000 trilyun !

Akan sangat aneh kalau uang sebesar tersebut digunakan untuk konsumtif semata. Sedangkan banyak BUMN kita merugi, gagal bayar, proyek terbengkalai, APBN defisit, dan masih banyak kebutuhan dasar masyarakat seperti sekolah, rumah sakit, permodalan, yang mesto dipenuhi negara.

2. Kalau anggaran pembangunan ibu kota dari hutang lagi, pasti ini semua tak ada yang gratis. Pemerintah harus transparan skema hutangnya bagaimana ? Bunganya berapa ? Lalu ketika pembangunan, material, tenaga kerjanya dari mana ?

Ingat. Rakyat tak akan mau lagi kecolongan dengan skema pembangunan ‘turn key project’ pada tol, jembatan, pelabuhan periode pertama.

Angka proyek 466 trilyun ini, kalau benar adanya, akan mampu menyedot tenaga kerja 1 juta orang. Dan bisa memberikan konstribusi pertumbuhan ekonomi 2 persen. Itu kalau material proyeknya seperti baja, semen, pernak/pernik bangunan diambil dari dalam negeri.

Tetapi kalau polanya masih seperti periode pertama, material import, tenaga kerja asing yang dipakai, ini sama saja menjadikan negara kita seperti negara outsourcing seperti skema leasing kendaraan. Yaitu, kita sebenarnya dipaksa untuk menyerap luapan produksi melalui skema hutang, kita bayar bunga, tapi tak ada manfaat sama sekali buat negara kita. Skema ini adalah skema ‘ obligation trap’ ala China yang berhasil menjadi pintu masuk China untuk menjajah negara seperti Angola, Zimbabwe, Afrika Selatan, Sudan bahkan Pakistan. Lalu apakah Indonesia juga akan menenpuh cara ini ??

3. Penulis tidak pernah membaca sebuah kajian yang begitu mendalam, ilmiah, logis, dan bermutu sebagai alasan kuat pindah ibu kota ini. Selain selebaran beberapa potongan power point dan infografis yang seolah bonafit tapi kalau dilihat konten ya sangat jauh dari kata ‘layak’ dan bertanggung jawab.

Masyarakat awam seolah dihipnotis dengan tampilan brosur ala pengusaha properti Podomoro itu.

Kalau alasannya pemerataan ekonomi, kok pindahnya ke kalimantan ? Apa pula jaminannya kalau ibu kota pindah ke kalimantan ekonomi akan merata ? Apakah justru tidak sebaliknya ?

Kalau alasannya kalimantan bebas bencana ? Apa jaminannya ? Oke kalau dalam riwayat gempa kalimantan termasuk zona aman gempa. Tetapi apakah banjir, longsor, kekurangan air bersih, rawan kebakaran hutan tidak masuk kategori ancaman bencana ?? Sekarang saja kalimantan setiap tahun didera banjir bahkan lumpur akibat penambangan liar dan hutan semakin gundul. Apalagi nanti kalau jadi ibu kota ??

4. Permasalahan utama bangsa kita hari ini adalah kedaulatan pengelolaan sumber daya alam yang senakin dikuasai asing. Hutang yang menggunung. Ancaman resesi ekonomi akibat neraca perdagangan yang sellau defisit. Invansi produk luar dan import pangan yang membunuh petani kita.

Lalu kenapa ujug-ujug pindah ibu kota ? Kalau masalah polusi udara, berarti permasalahannya adalah bagaimana mengurangi efect polusi pada kenalpot kendaraan.

Kalau banjir Jakarta, berarti permasalahannya bagaimana penanganan penyumbatan pada aliran sungai, kanal penangkal banjir dan pengelolaan sampah yang sehat. Nah ini semua sudah diperbaiki dan ditata sangat baik oleh gubernur DKI hari ini. Buktinya hari ini banjir jauh berkurang, dan Jakarta semakin indah dengan konsep green city nya.

5. Lalu siapa yang akan bangun ibu kota baru ini ? Siapa designernya ? Siapa tukangnya ? Dari mana materialnya ? Kemana kayu dari pembebasan lahan hutannya? Jangan sampai malah dikerjakan semua oleh orang asing. Ini sangat berbahaya. Ini akan sama saja dengan kita menyerahkan leher pada orang lain.

Karena sekarang saja, jakarta sudah hampir semua tempat strategis, gedung tinggi menjulang dikuasai dan pemiliknya bangsa asing. Apalagi nanti di kalimantan. Bisa bisa, toilet pun mereka (asing) yang kuasai. Mereka bikin bunker atau pasang bom waktu dan lorong militer rahasiapun dibawah ibu kota tak ada yang tahu.

6. Siapa yang akan jadi penduduk ibu kota ? Diperkirakan ada 1 juta ASN pusat yang akan pindah ke ibu kota baru. Lalu dimana mereka akan tinggal ? Bagaimana fasilitasnya ? Jangan jangan 9 naga lagi yang jualan ini semua.

6. Sekarang saja kalimantan rawan sumber air bersih dari dalam tanah. Apalagi nanti kalau terjadi eksodus besar besaran masyarakat dari segala penjuru. Apakah ini tidak akan menimbulkan bencana baru ?

7. Kita meski ingat, kalimantan pulau terluas di Indonesia bahkan dunia. Secara geografis berada dalam satu pulau dengan dua negara (Malaysia/Brunei). Diapait oleh dua jalur ALKI, dekat dari daerah konflik laut china selatan. Artinya. Secara aspek pertahanan. Kalimantan sangat rawan mudah ditembus infiltrasi dan mobilisasi pendatang haram dari luar.

Sekarang siapa yang jamin, kalau ada infiltrasi jutaan china masuk kalimantan dimana secara kultural kita pun sulit membedakan mana yang china keturunan dan mana china asing.

Wajar ada kecurigaan dari beberapa kalangan, bahwa kepindahan ibu kota ke kalimantan adalah upaya untuk merobah wajah dan peta Indonesia menjadi wajah baru bernama Indochina. Kecurigaan ini menurut penulis cukup beralasan, mengingat agresifitas China dengan pola beri pinjamannya pada Indonesia, dan juga secar kasat mata Indonesia hari ini kiblat ekonominya adalah China.

Kondisi ini akan sinkron dengan geopolitik China melalui strategi Belt, Road, and Initiative untuk kembali membangun imperium China di dunia. Dimana Indonesia sebagai negara pasak di Asia Tenggara menjadi sasaran utamanya.

7. Kalau ibu kota ini benar adanya mau dipindah, lalu bagaimana dengan nasib Jakarta selanjutnya ? Minimal butuh waktu 20 tahun merobah kultur dan gerak ekonomi sebuah ibu kota negara. Lalu bagaimana dengan aturan hukum, perubahan UU, serta status khusus Jakarta selama ini ?

Begitu juga dengan status hukum ibu kota baru ? Apakah moratorium pemekaran wilayah dicabut ? Kalau dicabut berarti sama saja memantik api tuntutan pemekaran daerah diseluruh Indonesia. Dalam catatan penulis sudah ada 60 daerah yang sudah siap untuk dimekarkan baik propinsi maupun kab/kota.

8. Kalau memang ibu kota pindah, bagaimana dari aspek pertahanan. Butuh ratusan trilyun untuk bangun sarana dan alutsista penjaga ibu kota. Ini tentu sangat kontradiktif dengan anggaran militer kita hari ini yang kempas kempis.

Ibu kota di Kalimantan sama saja dengan membuka peluang, membuka pertahanan negara secara terbuka kepada bangsa asing. Kalau ibu kota secara aspek pertahanan lemah, pasti akan mudah direbut dan dikuasai. Ibu kota negara direbut dan dikuasai, berarti negara itu sama saja sudah dikuasai.

9. Penulis melihat ada traumatik dari sekelompok elit yang begitu ingin kuasai jakarta. Tetapi karena mereka lihat jakarta sangat susah ditembus karena mempunyai benteng kultural yang kuat, didiami masyarakatnya yang kental religius, dan dekat dengan pusat kekuatan people power. Maka kelompok elit ini bermanuver memindahkan ibu kota melalui tangan Istana ke kalimantan. Nah kalau ke kalimantan, kuktur masyarakatnya sudah jauh berbeda. Komposisi muslim dan non muslimnya pun tipis. Dan akses untuk mobilisasi dari luar pun mudah.

Inilah yang menjadi kekhawatiran dari banyak kalangan. Pindah ibu kota ke kalimantan, hanyalah upaya untuk mempermudah menguasai Indonesia dengan menguasai penuh ibu kotanya, kemudian selanjutnya menguasai penuh negaranya.

Dan kita mesti ingat, Jakarta mempunyai rekam jejak sejarah yang tak bisa dipisahkan dari sejarah berdirinya republik ini. Tanah, air, udara, bahkan darah dan air yang tertumpah ditanah Jakarta adalah molekul inti yang menjadi pondasi dasar berdirinya negara ini. Jadi menurut penulis, ide pemindahan ibu kota Jakarta ini mengandung ‘aura’ dendam kesumat dari satu kelompok yang dari dulu hampir ‘setengah gila’ bermimpi ingin kuasai Jakarta. Walaupun Indonesia lun secara total hampir mereka kuasai. Dendam kesumat, sakit hati, dengki dan ambisi ini seakan menyatu dalam luapan emosi ide pemindahan ibu kota negara ini. Getaran aura dendam ini sangat kuat terasa kalau kita jeli membacanya. Dan kelompok ini menganggap sedang melampiaskan dendam ini sejadi-jadinya seolah ‘hukuman’ bagi penguasa (Gubernur) Jakarta hari ini.

II. SEANDAINYA TIDAK BENAR

Apakah isu ibu kota ini akan seperti ‘kisah cinta mobil esemka’ ?? Biar waktu yang menjawabnya. Tapi yang jelas di dalam benak masyarakat awam, mobil esemka saja tak jelas wujud dan realisasinya sampai hari ini. Apalagi mau buat ibu kota ?

Untuk itu dalam pemetaan isu terkait ide ibu kota Jakarta ini penulis membacanya sebagai berikut :

1. Apabila ide ibu kota baru hanyalah wacana kosong seperti kisah Esemka ? Ini adalah bentuk ‘hoax’ terbesar kedua setelah Esemka. Dan penulis melihat bisa jadi ide ibu kota ini hanya semacam show pencitraan rezim hari ini sebagai bahan bakar isu pemerintahan jilid keduanya agar kelihatan beliau adalah seorang pemimpin yang visioner, mentereng, punya gagasan briliant, bla bla bla. Kita sudah sama tahu lah bagaimana style kepemimpinan feodalistik yang memenjara kultur kepemimpinan rezim hari ini. Yaitu suka buat sensasi, suka dandan, acting, yang semuanya adalah tak lebih dari skenario pencitraan yang diproduksi terus menerus. Dan hal seperti ini sangat dinikmati pemimpin kita hari ini. Yang seharusnya penting diurus diabaikan, yang urusan kecil dibesar-besarkan. Hanya di Indonesia ini terjadi. Kalau dinegara maju pemimpin yang pusing memikirkan rakyatnya, kalau di Indonesia rakyat yang pusing (stress) memikirkan ‘ulah’ pemimpinnya.

2. China yang menjadi Big Bos Indonesia hari ini. Sangat tahu kultur pemimpin dan karakter bangsa yang sedang berkembang. Yaitu suka dengan bangunan-bangunan fisik megah dan besar menjadi sebuah prestasi dan prestise. Seperti contoh ; Candi Borobudur sebagai candi terbesar. Angkor di Thailand, Taj Mahal di India, bahkan juga tembok besar di China itu sendiri.

Pembangunan fisik capital bagi bangsa dan negara berkembang ibarat mercusuar kebanggan seorang pemimpin. Lihat juga Soekarno yang juga membangun Monas, Gelora Bung Karno, dan Masjid Istiqlal. Karakter (kesukaan) seperti inilah yang menurut penulis dimanfaatkan China untuk masuk mencengkram leher Indonesia dengan tawaran hutang dan membangun proyek-proyek mercusuar, dimana secara urgensi seharusnya belum dibutuhkan Indonesia. Yang penting Indonesia terima dulu racun hutang ini sebagai prestise rezim hari ini yang memang tahunya hutang dan bangun. Apa dampak positif-negarifnya bagi bangsa ini, urusan belakangan. Atau memang beliau tak mau tahu yang penting bisa dandan dan acting seolah jadi Presiden terbaik didunia. Nah bisa jadi ide bangun ibu kota ini hanya untuk menjawab keinginan China sementara, sebagai bentuk rasa terimakasih atas bantuan diperiode pertama dan ketika logistik Pilpres.

3. Kalau masyarakat realistis dengan kondisi negara kita hari ini. Maka wacana pindah ibu kota tak lebih dari wacana kosong belaka. Toh untuk bayar bunga hutang yang jatuh tempo saja kita mesti hutang lagi. Sudah berapa BUMN bahkan BPJS yang kolaps alias mau bangkrut. Dana haji pun sudah tak jelas digunakan kemana. Jangan-jangan buat tulisan (sekarang ini) dan kotak infaq masjid pun sebentar lagi dikenakan wajib pajak.

Begitu parahnya kondisi ekonomi dan kedaulatan bangsa kita hari ini, sangat kontradiktif sekali dengan ide pindah ibu kota. Inilah yang membuat kita semua tak habis pikir.

Jadi kesimpulannya adalah. Terlepas ide pindah ibu kota ini benar atau hoax, yang terpenting bagi kita rakyat Indonesia adalah :

1. Orientasinya adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Buat apa ibu kota dibangun kalau yang nikmati hasil dan menguasai itu bangsa asing, konglomerat, dan kelompok elit semata ?

2. Jangan ada dusta lagi diantara kita. Ibarat lagu Broery Pasolima. Rezim ini harus transparan, dan penulis juga meminta para tokoh bangsa, cendikiawan, para pakar dan ahli, TNI, dan ulama jangan berdiam diri. Jangan bisu. Jangan jadi pengecut. Jangan jadi bancu dan opportunis. Sehingga membiarkan begitu saja negara ini diacak-acak, dirusak oleh tangan tangan biadab.

Ingatlah akan pertanggung jawaban kita nanti di akhirat kelak. Ingatlah akan resiko terhadap anak cucu kita yang akan menanggung derita kerusakan hari ini. Bangsa ini sekarang sedang dijarah dan diperlakukan semena-mena oleh asing-aseng dan para komprador pengkhianat bangsa.

3. Mari kita rapatkan barisan. Lawan segala bentuk yang mengancam keutuhan NKRI dan keberlangsungan nasib bangsa ini sebelum terlambat. Jangan sampai pindah ibu kota ini hanya sebagai pintu masuk, bom waktu, yang dapat memecah belah bangsa dan titik awal disintegrasi bangsa. Masih banyak hal krusial lain yang mesti diurus dan diselesaikan pemimpin negri ini. Stop hutang yang mencekik dan akan membebani anak cucu kita nanti. Stop pembangunan yang tidak perlu dan mubazir. Membangun rumah sakit yang layak, sekolah yang berkualitas, pusat ekonomi baru, permodalan usaha rakyat, lebih penting dari pada proyek proyek mubazir yang hanya menguntungkan segelintir orang saja. Tapi taruhannya adalah kedaulatan bangsa. Sekali kita lengah, maka bersiaplah untuk kembali terjajah. Penyesalan akhir tiada guna.

Wallahualam.

Jakarta, 29 Agustus 2019.

Penulis adalah Direktur Executive Forum Musyawarah Majelis Bangsa Indonesia.

Catatan Redaksi: isi menjadi bagian tanggung jawab penulisnya.

Baca juga;

ANTARA PINDAH IBU KOTA, RUSUH PAPUA, DAN ISU SARA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *