Tam Arang dan Utiah Kapeh

RSUD Painan Terbengkalai Itu di Bangun Diatas Tanah Gembur? (Bag 11)

Yang belum baca Bag 1 s.d bag 10 klik link di bawah ini;

Harga Lahan di Lokasi RSUD Painan Itu Bernilai Bisnis dan Ekonomis Tinggi (Bag 10)

Sambungan dari Bag 10

Barang Kapeh, Pilarbangsanews.com, — “Pakie…., nyo katakan di mak Sutan Mudo, Pakie bingik, tando tak dapek pembagian. Dek karano batanyo masalah sia nan punyo lahan di Bukit Tatanak itu. ” Tam Arang menginfokan komentar Sutan Mudo.

Mak Sutan Mudo mantan Jaksa pernah menjabat kasi Pidum Kejari Painan. Sejak dirinya memasuki masa pensiun, beliau menatap di Yogyakarta. Kampung beliau di Pasaman. Semasa muda bertampang gagah, sisa sisa gagahnya masih kelihatan sampai sekarang. Beliau termasuk pegiat jejaring sosial khususnya Facebook. Dia rajin mengikuti cerbung Ota Lamak Tam Arang Utiah Kapeh (artikel yang sedang anda baca ini-pen). Setiap episode selalu diikuti dan diberinya komen. Tadi setelah ia membaca episode ke 10, Mak Sutan mengatakan dalam komentar, ia sangat terkejut melihat gambar RSUD Painan.

“Baru kali ni awak mancigok, sabana rancak bangunan e
Wak kiro soman pondok pondok a, e… Ternyata bagus, ” Mak Sutan berkomentar.

Mak Sutan menilai persoalan RSUD Painan bukan bantuak fisik bangunan;
*kelengkapan izin amdal
*lokasi or geografis bukit, aksesibilitas kesana jalan tanjakan, jelas merupakan sebuah dilema bagi pasien yang tua tua bila berobat kesana.

“Kalau sebelumnya, mak Sutan Mudo berkomentar, Bupati bisa masuak panjaro akibat membiarkan terjadi kerugian negara, kini komentar Mak Sutan nyo saran pulo supaya pihak pihak yang berselisih paham, duduak bicara hati ka hati badamai sajo mancari solusi baa supaya uang negara tersalamatkan.” kata Utiah Kapeh mencoba meringkaskan komentar mak Sutan pada episode ke 10.

“Lupo Mak Sutan dengan komentar nyo salamo iko tu Tiah? tanya Pakie Teliang.

” Saumpamo macam itu lah kiro kiro,” Jawab Utiah Kapeh.

“Tando lah baransua tuo juo beliau tu mah, Tiah, ” kata Lebai Litak memberikan komentarnya atas sikap Mak Sutan Sutan yang berubah rubah itu.

Mendengar Utiah Kapeh cs memperbincangkan sikap Mak Sutan, pak bupati senyum senyum saja. Sedikitpun tak ingin ikut menilai sikap Mak Sutan.

“Apo karano kanai SMS Mak Gambuang, mako Mak Sutan tu berubah-rubah komentarnya, Tiah?” kata Tam Arang becanda menggoda Mak Gambuang yang kelihatan asyik dengan android nya, duduk disudut belakang Lepaunya.

“Nde…, manga lo Arang ko ko a, ba galakkan pulo ambo. Ndak ado ambo ma SMS Mak Sutan tu doh,” kata Mak Gambuang. Mak Gambuang kaget setengah mati, karena mamang dia lagi mengirim SMS ke mak Sutan. “Apa mereka tahu dengan isi SMS ambo,” Mak Gambuang membatin malu kalau kalau para lelaki yang ada di Lepau nya tahu bahwa Mak Gambuang suka sama Mak Sutan.

SMS Mak Gambuang tak pernah dibalas oleh Mak Sutan. Mak Sutan tingkahnya di dunia maya sering bak cando ayam jantan baru ka tumbuah rambai. Kemari menggaleseh. Tapi ketika ada yang mencoba agak serius, Mak Sutan cepat cepat menghindar. Mugkin takut atau malu dengan putri sulungnya, Upik Khusnul yang jadi Ketua Pengadilan di salah satu kabupaten di Lombok.

Sebenarnya bagi Upik Khusnul, seandainya sang papa, ingin mencari pendamping hidup, tak akan menjadi masalah, sebab Upiak sendiri sadar, dia tak bisa melayani ayahnya kerena berjauhan dan dibatasi tugas negara yang dia emban.

oooOooo

Kita tinggal cerita Mak Sutan, kita kembali mendengar penjelasan Bupati Hendrajoni. Kata bupati, kalau ada yang mengatakan dia ikut membiarkan sehingga terjadi kerugian keungan negara itu cara berfikir dengan logika terbalik.

Justru tindakan yang dilakukannya itu untuk menyelamatkan keungan Negara. Kalau dibiarkan berlanjut kerugian negara akan besar. Bupati mencoba menerapkan filosofi “biarlah meriang asa jan sampai mati tatilungkuik.” Selagi ada Kesempatan menyelamatkan kenapa mesti dibiarkan. Artinya juga kalau dia tahu sejak awal bahwa ada dugaan kongkolingkong dalam pelaksanaan proyek RSUD Painan itu, pasti sejak awal itu pula dia akan mencegahnya.

Menurut bupati alasan membangun RSUD di Bukit Taranak itu sebagai langkah antisipasi menyelamatkan pasien dari terjangan tsunami, dapat diterima, dan ide yang sangat cerdas. Tapi yang menjadi masalah apakah kita boleh mengabaikan kwalitas konstruksi bangunan?

“Lah bakali-kali den sampaikan, tekstur dan struktur Lahan tampek dibangunnya RSUD itu rawan terhadap erosi, karena tanahnya banyak mengandung pasir dan debu. Lahan Bukit itu boleh digunakan untuk lokasi bangunan, harus lebih dahulu melalui proses pemadatan. Ini yang tidak dikerjakan. Apalagi pondasi bangunan RSUD itu, nama teknisnya pondasi jaring laba laba dan terkoneksi satu dengan yang lainnya. Jika ada salah satu bagian pondasi bermasalah, akan memperngaruhi pondasi secara keseluruhan dan mengakibatkan runtuhnya bangunan itu.

“Sudahlah tanahnya tidak memenuhi syarat, ditambah lagi dengan pondasi sarang laba laba itu tidak dikerjakan sesuai dengan rekomendasi pakar yang menciptakan sistem pondasi ini, jelas akan beresiko terhadap ketahanan fisik bangunan secara keseluruhan.” kata bupati mengunakan bahasa Indonesia. Setelah berhenti sejenak bupati kembali menjelaskan.

“Nan den sampaikan diateh itu soal konstruksi bangunan. Kemudian soal amdal. Maso rumah sakik tak ado amdal nyo? Apalagi luas bangunan nan diateh 10.000 meter amdal mutlak harus dikarajokan dulu sebelum proyek dikarajokan,” kata bupati mengakhiri penjelasannya. Bupati kemudian melihat ke arloji tangannya. Hari telah menunjukan pukul 7:10 WIB. Ota lamak di Lepau Mak Gambuang berakhir. Bupati pulang ke Painan untuk selanjutnya nanti sore berangkat ke Jakarta memenuhi undangan Ketua Umum DPP NasDem dan hari Selasa (1/10/2019) menghadiri acara pelantikan dan pengambilan sumpah sang istri Lisda Rawdha sebagai anggota DPR-RI. Bupati berjanji akan datang lagi ke Lepau Mak Gambuang(****)
Bersambung……

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *