.

KEMANA ARAH KABINET REKONSOLIASI ? (Oleh : Anton Permana)

Jakarta..

Belum reda riuh sorak-sorai pembacaan nama-nama menteri kabinet yang banyak menarik perhatian publik, hari ini di lanjutkan dengan pelantikan 12 wakil menteri selepas jumaat 25 oktober sore di istana negara.

Jagad dunia maya di Indonesia bergelora dengan berbagai macam ekspresi. Ada yang marah, ada yang senang, ada yang galau, tapi banyak juga yang diam tenang mengamati dengan seksama permaianan apa dibalik semua kejadian ini.

Untuk kedudukan menteri kabinet. Jelas sudah nama Prabowo Subianto yang paling monumental. Jabatan menteri pertahanan adalah salah satu posisi yang sangat strategis. Ditambah dengan upacara penyambutan ala militer kepada Prabowo oleh sekretariat Kemenhan menjadikannya sorotan utama media baik dalam dan luar negeri.

Beragam tulisan dan analisa berkembang pasca rekonsoliasi ini. Baik pro dan kontra. Rekonsoliasi yang cukup membuat publik nusantara “shock” dan bingung. Apa sebenarnya yang terjadi dibalik semua ini.

Banyak pertanyaan yang belum terjawab. Namun sebagai warga negara yang baik, kita tentu wajib memberikan apresiasi positif akan hal ini. Karena sejatinya, kultur budaya bangsa kita itu adalah gotong royong, kerja sama, toleransi, dan mudah bermusyawarah. Bukan mesti terus beroposisi tajam, untuk kemudian berbeda dan saling menghabisi. Seperti apa yang sudah terjadi selama lima tahun ini.

Kasihan kita rakyat yang terpecah belah di bawah. Yang dulunya berkawan, sekarang berlawan. Yang sebelumnya kompak bersahabat, sekarang tersekat oleh jurang perbedaan pilihan politik. Bahkan sama saudara sedarahpun ada yg bersiteru berdarah-darah hanya karena berbeda pilihan politik. Ini tidak baik bagi keutuhan dan keharmonisan bangsa.

Untuk menjawab lebih lengkap, penulis mencoba memamaparkan beberapa hal menarik untuk kita cermati bersama dari fenomena rekonsoliasi ini.

GRAND DESIGN REKONSOLIASI.

Yang perlu kita telaah mendalam adalah. Apa motif utama dari rekonsoliasi ini sebenarnya. Apakah ini bersifat pragmatis semata ? Atau masih bahagian dari sebuah skenario politik yang lebih besar lagi ?

Karena, mustahil rasanya seorang Jokowi dan kubunya memberikan sebuah jabatan strategis, plus dengan prevelage khusus begitu ‘khusus’ kepada mantan rival politiknya. Bisa di pastikan, tentu ada sebuah agenda yang lebih besar lagi yang membuat kubu istana rela berbagi, dan ‘tak peduli’ mengecewakan barisan pendukungnya.

Begitu juga dengan Prabowo. Kalaulah akhirnya mau menjadi seorang menteri yang notabonenya ‘pembantu presiden’ atau lebih parah lagi ‘pembantu petugas partai’ buat apa kita selama ini menghabiskan begitu besar energi, emosi, waktu, dan uang sedemikian rupa ? Dan akhirnya juga di caci maki barisan pendukungnya ? Boleh juga di pastikan bahwa tentu ada sebuah motif agenda yang lebih besar dibalik ini semua.

Banyak rumor yang beredar bahwa, rekonsoliasi yang di bidani Megawati ini akibat perpecahan internal antara kubu Mega-JK-BG dengan kubu SP-LBP-HP-WRT. Dimana perang dingin ini sudah terjadi semenjak sebelum Pilpres. Melihat kekuatan tidak seimbang, ditambah ronrongan kelompok sekuler Gunawan Cs dengan isu KPK membuat kubu Megawati terjepit.

Selain itu, didalam hubungan internasional juga berlaku semacam “norma etis” bagi negara demokrasi. Apabila kemenangan pemilu melalui kecurangan maka negara tersebut tidak akan di akui (defacto) dalam pergaulan internasional. Buktinya pada pertemuan G-20 di Tokyo kemaren Jokowi boleh dikatakan tak dianggap. Bagi dunia internasional tak peduli hasil kemenangan versi KPU atau MK. Mereja juga punya agent, sumber informasi akurat siapa sebenarnya pemenang Pilpres.

Kondisi ini tentu berbahaya bagi integritas dan wibawa Indonesia kedepan. Obat mujarabnya cuma satu, yaitu pengakuan dari sang rival Jokowi yaitu Prabowo Subianto. Makanya jangan anggap remeh pengakuan atas kemenangan Jokowi dari Prabowo. Karena setelah pengakuan itu, dunia internasional baru bisa menerima Indonesia kembali. Boleh “berhutang kembali” ke Swis untuk dana talangan Haji yang sudah habis.

Artinya, sedekat apapun Indonesia dengan China sebagai “Big Bos” rezim hari ini. Untuk permasalahan geo politik dan pengaruh internasional, China masih kalah oleh Amerika dan sekutunya.

Selanjutnya yang juga menarik bagi penulis adalah. Komposisi kabinet rekonsoliasi ini menunjukan sebuah kombinasi “sentrafugal”. Dimana tidak ada satupun poros kekuatan yang dominan. Sehingga semua poros kekuatan politik yang ada, justru bergantung tersentralistik kepada seorang presiden.

Sebagai contoh. Kalau lah sebelumnya Jokowi di identikan dengan terminologi petugas partai dari PDIP dan Megawati, nyatanya posisi menteri dari PDIP juga tidak dominan. Malah beberapa posisi strategis seperti Mendagri, Menkopolhukam, Menkeu, bukan dari PDIP. Begitu juga dengan isu anak PKI (komunis) yang selama ini di gadang-gadang menguasai Istana, ternyata hari ini semua clear dari posisi kursi kabinet.

Begitu juga dengan NU. Ormas terbesar ummat Islam di Indonesia yang selama ini jadi ‘bumper utama’ Istana, ternyata juga mendapatkan porsi yang kecil dalam kabinet rekonsoliasi ini. Apakah ini bahagian strategi dari Jokowi agar KH Maruf Amin tidak punya jaringan atau power di tubuh istana atau natural ? Biar waktu yang menjawabnya. Karena bisa jadi, Jokowi tak ingin terjadi matahari kembar di pemerintahannya. Makanya peran, dan jaringan KH MA yang teraviliasi dengan NU di batasi sejak dini.

Artinya. Dengan sedikit mengenyampingkan dominasi PDIP, NU, Nasdem, serta barisan pendukungnya demi masuknyq seorang Prabowo kedalam tubuh pemerintahan, penulis yakin ada sebuah agenda (grand strategi) yang lebih besar dibalik ini semua.

FORMASI KABINET

Begitu juga kalau kita mencermati formasi kabinet baik menteri dan wakil menteri dalam kabinet rekonsoliasi ini. Penulis menemukan beberapa fakta unik yang wajib menjadi catatan kita bersama adalah :

1. Kalau dilihat dari sektor ekonomi dan hubungan luar negeri. Formasi menteri kabinet sekarang ini boleh dikatakan formasi bertahan atau “defensive”. Kalau kita lihat dari sosok figur yang menempati pos menteri tersebut.

Seperti contoh ; Menteri luar negeri masih menpertahankan Ibu Retno. Menteri keuangan masih Srimulyani. Dan menteri koordinator maritim dan investasi oleh Luhut Binsar Panjaitan.

Dari sosok figur ini penulis melihat, tidak ada keinginan (gezah) pemerintah hari ini untuk melakukan sebuah lompatan, expansi, terobosan, kedepan yang radikal. Kalau hanya figur ini yang digunakan kembali, Indonesia kedepan tak lebih dari apa yang kita rasakan lima tahunan ini. Di tambah lagi dengan sosok figur Meneg BUMN Eric Tohir. Menteri yang akan menangani ratusan perusahaan plat merah dimana permasalahanya begitu komplek dan berurat berakar. Kalau untuk bisnis instrumen keuangan figur Eric Tohir tak kita ragukan lagi kemampuannya. Tapi kalau untuk membenahi BUMN yang begitu komplek, belum lagi jeratan hutang yang begitu dalam ? Penulis kurang optimis seorang Eric Tohir bisa mengatasinya.

Lihat saja Dahlan Iskan ketika jadi Meneg BUMN. Cuma ada harapan bedanya, ketika Dahlan Iskan presidennya peragu dan banyak jaim. Beda dengan Jokowi yang berani ‘slonong boy’ tabrak aturan alias, kerjakan dulu aturan nanti menyesuaikan.

Dari sinilah, penulis melihat kalau untuk urusan ekonomi dan luar negeri kita tak bisa berharap banyak.

Bisa saja keluar dan menuntaskan kompleksitas permasalahan yang terjadi di lima tahunan ini saja syukur alhamdulillah. Hutang negara menembus angka 5300 Trilyun. BUMN strategis tergadai dan terancam di likuidasi asing, belum lagi defisit neraca perdagangan yang tertinggi sepanjang sejarah. Sedangkan mega proyek konstruksi yang terbuat dari hutang hampir separohnya mangkrak dan gagal proyek.

2. Berbeda untuk urusan dalam negeri. Penulis melihat sebuah formasi yang luar biasa sedang di persiapkan. Boleh dikatakan formasi yang di siapkan dalam urusan dalam negeri adalah formasi tempur dalam skala penuh. Kalau kita lihat dari sosok figur menterinya.

Seperti contoh Mendagri Jendral Polisi Tito. Menkopolhukam Prof Mahfud MD. Menteri Agama Jendral (Purn) Facrul Razi. Dan terakhir milenial muda Nadiem Makariem.

Kenapa penulis katakan formasi tempur ? Karena, semua sosok yang disebutkan diatas adalah para ‘buldozer’ yang keras (radikal) dan tegas dalam menjalankan misinya. Khususnya dalam sikap terhadap ummat Islam.

Asumsi penulis ini diperkuat dengan statemen Menag, Menkopolhukam dan juga Presiden Jokowi langsung bahwa kabinet yang baru terbentuk hari ini akan fokus pada permasalahan radikalisme.

Sontak pernyataan ini membuat ribut, marah, dan asumsi negatif bermacam-macam. Apakah ini berupa sinyal akan agenda bumi hangus terhadap Islam dengan topeng radikalisme ? Atau apa lagi ? Selalu isu basi ini yang di jadikan komoditas politik oleh para tokoh dalam menunjukkan loyalitas agar dapat jabatan.

Banyak tokoh bangsa dan akademisi yang menyayangkan statemen mereka ini. Seperti Prof Din Syamsudin yang menyayangkan pemerintah yang selalu getol memaksakan diri dalam agenda menyudutkan Islam dan mengakaitkannya dengan isu radiklisme. Padahal Islam adalah mayoritas di negeri ini. Dan kita semua sudah tahu, Standar ganda pemerintah ini hanyalah perpanjangan agenda global dalam mengisolasi Islam dari kehidupan politik, negara, dan standar nilai kehidupan di Indonesia.

Para akademisi dan pakar juga menyayangkan statemen para menteri ini. Karena permasalahan utama bangsa kita hari ini adalah masalag keterpurukan ekonomi, hutang, invansi ekonomi China, krisis energi, import pangan berlebihan, pengangguran (lapangan kerja) dan harmonisasi bangsa yang sudah tercabik. Tetapi pemerintah dianggap seolah menutupinya dengan isu radikalisme, intoleransi, dimana ujungnya adalah menjadikan agama sebagai musuh negara.

Seharusnya, di clearkan dulu makna dan arti dari kata “radikalisme” kepada masyarakat. Jangan di stigmakan radikalisme seolah hanya untuk ummat Islam yang taat beribadah dan menjalankan ajarannya. Semua mesti jelas dulu. Karena, menurut penulis, pemikiran radikalisme di kaitkan dengan Islam ini juga adalah radikal sekuler. Yang bisa juga terkorelasi dari terpapar pemikiran komunisme gaya baru. Yang ingin agama jauh dari kehidupan dan menciptakan Islamfobia (kebencian terhadap Islam) di tengah masyarakat. Ini bertentangan dengan nilai Pancasila yang di anut bangsa Indonesia.

Dengan formasi tempur menteri seperti diatas. Penulis memprediksi akan ada sebuah turbulensi besar terjadi pada ummat Islam Indonesia kedepan. Mendagri yang bertangan dingin, akan mudah menekan para kepala daerah. Menteri agama membuat norma aturan beragama baru sesuai agenda liberalisasi bertopeng Islam nusantara, MenPan membuat pisau aturan bagi para ASN dan program doktrinisasi, terakhir Mendiknas yang kita semua tahu berkarakter super liberal, akan mempunyai power besar menginfiltrasi dunia pendidikan dari PAUD hingga perguruan tinggi. Selesai sudah semuanya. Mau melawan ? UU ITE menanti. Ini baru asumsi pribadi penulis dan semoga saja tidak terjadi.

3. Menhan Prabowo adalah darah baru bagi postur wibawa negara Indonesia. Ditengah ancaman lepasnya papua merdeka, dan ancaman intervensi asing dalam kasus lain-lainnya. Memilih sosok Prabowo menjadi Menteri pertahanan adalah sangat tepat.

Wibawa negara akan terangkat. Hati para keluarga besar TNI pun sedikit terobati karena selama ini termarginalkan dan terdiskriminasi. Namun apakah ini di anggap cukup ? Tentu tidak. Masih sangt banyak PR pertahanan yang mesti di siapkan Prabowo. Kalau dari segi ancaman perang symetris (perang senjata), penulis yakin Prabowo akan sangat tahu apa yang akan di lakukannya.

Tapi dari segi perspektif ancaman perang asymetris (perang non fisik ; perang budaya, ideologi, ekonomi, pangan, energi), Prabowo mesti mengkalkulasi ulang dan menyiapkan instrumen pertahanan yang mempuni. Mengingat, sudah begitu dalam dan tajamnya hegemoni asing telah masuk mencengkram bangsa ini. Istilah cebong dan kampret sendiripun nenurut penulis adalah bahagian dari agenda asing melalui kaki tangannya di Indonesia untuk memecah belah sesama anak bangsa agar selalu lemah dan sibuk tak menentu. Sehingga lupa berpikir positif bagaimana untuk menjadi bangsa yang besar.

Untuk itulah. Kita tentu berharap, kehadiran Prabowo dalam kabinet rekonsoliasi ini juga membawa arah perubahan besar yang positif dan konstruktif. Kita berharap kabinet hari ini bisa memberi warna dan harapan baru bagi keberlangsungan negeri ini.

Persatuan dan kesatuan yang lebih utama. Stop upaya untuk menjadikan agama sebagai musuh negara. Hentikan provokasi dan fitnah radikalisasi kepada ummat Islam yang mayoritas dinegeri ini. Kualat nanti. Pancasila sudah final, untuk menjadi payung kita bersama dalam satu bangsa dan negara.

Kita tunggu bersama sepak terjang para menteri kabinet rekonsoliasi ini. Semoga membawa arah kebaikan bagi kita semua. Aammiinn.

Jakarta, 27 Oktober 2019.

Catatan; Isi artikel jadi tanggungjawab penulisnya.

Baca juga:

SOEMPAH PEMOEDA 1928 DALAM MAKNA KEBANGSAAN DAN KEAGAMAAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *