MUNGKINKAH INDONESIA KEMBALI JADI POLISI ASIA ?? (Oleh : Anton Permana)
Pertemuan para menteri pertahanan (ADMM ; ASEAN Defense Minister’s Meeting) negara Asia Tenggara plus China dan Amerika di Bangkok Thailand kemaren, memberikan arti penting bagi ‘performance’ bangsa Indonesia hari ini.
Kehadiran sosok sentral menteri pertahanan Prabowo Subianto mengingatkan kita kembali bagaimana ‘gahar’nya aura negara Indonesia yang sempat dijuluki dengan sebutan “the big brother” negara ASEAN. Karena tidak saja faktor populasi penduduk dan wilayah kedaulatan sepertiga Asia Tenggara. Saat orde lama dan orde baru dimasa pemerintahan Soekarno dan Soeharto, bangsa ini mempunyai wibawa yang begitu tinggi dalam pergaulan dunia internasional.
Dimasa orde lama Soekarno. Peran Indonesia yang di prakarsai oleh Bung Karno berhasil membentuk poros baru penyeimbang kekuatan dunia diantara jepitan pertarungan blok barat dan blok timur pasca perang dunia kedua usai dimenangkan Amerika dengan sekutunya. Yaitu membentuk gerakan non blok dan konferensi Asia-Afrika di Bandung.
Tidak hanya itu, aksi ganyang Malaysia, operasi mandala dalam pembebasan Irian Barat, walaupun penuh dengan pro dan kontra, tetapi secara wibawa kenegaraan telah memberikan aura luar biasa terhadap negara Indonesia yang boleh dikatakan masih seumur bayi saat itu.
Selanjutnya begitu juga dengan masa orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Jendral bintang lima ini juga berhasil menjadikan Indonesia sebagai macan asia yang begitu disegani dunia Internasional.
Sentuhan tangan dinginnya dalam menumpas PKI yang kala itu hampir saja berhasil merobah Indonesia menjadi negara Komunis (tidak berTuhan) melalui kudeta berdarah yang gagal. Terus berhasil menciptakan stabilitas dan pemerataan pembangunan di segala bidang. Dan yang paling monumental juga adalah program sekolah Inpres (instruksi presiden) yang berhasil menjadi satu-satunya terobosan paling mutakhir mengurangi kemiskinan melalui pendidikan. Sehingga, program sekolah Inpres ini menjadi rujukan utama bagi PBB dalam menuntaskan kemiskinan di negara berkembang lainnya.
Di zaman orde baru, sangat kita rasakan bagaimana ‘gengsi’ sebuah bangsa yang besar dalam pergaulan dunia. Kita tentu masih ingat ketika terjadi pembantaian di Bosnia terhadap kaum muslimin di sana. Dengan tenang dan mengejutkan dunia, Soeharto datang tanpa rasa takut sedikitpun atas nama kemanusiaan. Tapi dampaknya adalah genosida dan perang saudara di Yugoslavia ketika itu langsung terhenti sementara dan menjadi perhatian utama dunia.
Tidak sampai di situ, dalam peran regional nampak bagaiamana Indonesia memang menjadi pemimpinnya negara ASEAN. Apapun keputusan penting terhadap ASEAN, sangat tergantung apa kata Indonesia.
Pemberontakan di Mindanao Selatan, bisa didamaikan berkat Indonesia turun tangan ketika menteri luar negeri Bapak Ali Alatas. Begitu juga ketika terjadi perang saudara dan pembantaian oleh kelompok Khmer Merah di Kamboja, Indonesia juga tampil dengan wibawa sebagai penengah dan juru damai.
Bahkan, ketika Amerika berencana akan membangun pangkalan militer dan menempatkan kapal induknya di Natuna. Dengan tegas Soeharto berkata, “Indonesia akan bertanggung jawab dan menjamin stabilitas serta keamanan kawasan Asia Tenggara”. Dan terbukti akhirnya Amerika bergeser hanya membuat pangkalan kecil di Philipina sebagai basis persinggahan aramada ke 7 gugus tempur kapal induk Amerika di Asia-Pasifik.
Historikal dan fakta kejadian di atas yang sejak pasca reformasi ini begitu hambar dan kering kita rasakan. Setelah krisis moneter meluluh lantak kan perekonomian Indonesia, sepi sekali kita mendengar peran strategis Indonesia di pentas internasional. Bahkan untuk berebut pengaruh sesama negara ASEAN pun Indonesia ‘tertatih tatih’ dibawah bayang dan dikte negara kecil Singapore dan Malaysia.
Perbedaan ini sangat kentara terlihat dalam hal yang sederhana saja. Seperti dalam kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan. Masih dikontrolnya kendali wilayah udara Indonesia (FIR) di atas Batam oleh Singapore. Serta agresifitas China dalam membangun pangkalan militer di kepulauan Spratly serta Amerika membangun pangkalan militer marinirnya di Darwin Australia tanpa dapat dihentikan.
Tidak saja sampai disitu, sering terjadinya pelanggaran wilayah kedaulatan udara, semakin semena-menanya nelayan asing melakukan ‘illegal fishing’ yang merugikan negara ratusan trilyun.
Penyeludupan narkoba yang menjadi-jadi masuk ke Indonesia adalah wajah suram kewibawaan bangsa kita dua dekade terakhir ini.
Fakta ini membuktikan bahwa, bangsa kita sedang mengalami degradasi peran dan lunturnya wibawa sebuah negara yang besar di kawasan sendiri.
Namun, ketika melihat ‘performance’ Menhan Prabowo dalam melakukan diplomasi luar negeri dalam aspek pertahanan yang begitu superior, lincah dan berwibawa. Seakan memberikan kita aura baru, energi baru, harapan baru bagi kita semua untuk kembali menjadi sebuah negara yang besar berwibawa.
Dengan tegas dan percaya diri Menhan Prabowo berpidato dihadapan para menteri pertahanan termasuk China dan Amerika. Bahwa negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN perlu meningkatkan peran yang lebih strategis menjaga kedaulatan, stabilitas di kawasannya sendiri tanpa ada kekuatan dari luar lain yang boleh lebih dominan.
Ini artinya, Indonesia sebagai negara yang mempunyai luasan sepertiga Asia Tenggara, serta menpunyai populasi terbesar dan sumber daya lain yang strategis, secara tak langsung memberikan pesan, bahwa Indonesia siap tampil kembali terdepan dalam memimpin negara ASEAN dalam menghadapi kompetisi dua raksasa dunia China Vs Amerika. Kita sebagai negara yang berdaulat tentu tidak mau mati konyol dan menjadi penonton di halaman rumah kita sendiri.
Untuk itulah sudah sangat tepat, ketika menhan Prabowo menyatakan akan meningkatkan serta memodernisasi alutsista pertahanan Indonesia. Dan mengajak negara ASEAN lainnya untuk solid, kompak bersama dalam meningkatkan kerja sama regional khususnya dalam hal pertahanan militer, keamanan, dan patroli perbatasan yang terintegrasi. Karena, secara aturan dunia internasional yang termaktub dalam UN chapter number 8 juga menyatakan bahwa, “setiap negara kawasan mempunyai wewenang untuk membentuk kerja sama pertahanan (militer) dikawasannya sendiri”.
Tak tanggung tanggung. Menhan Prabowo sudah membuat lompatan rancangan modernisasi dan peningkatan kualitas alutsista Indonesia dengan anggaran 1500 Trilyun periode 2020-2024. Bahkan bisa lebih kalau skema kredit eksport di laksanakan.
Dimana, penekanan menggunakan buatan atau produk dalam negeri adalah sangat utama. Dalam rangka meningkatkan kapasitas industri pertahanan dalam negeri yang mandiri dan strategis. Agar dapat memberikan ‘deterrent effect’ kepada bangsa kain yang coba-coba menggangu kedaulatan Indonesia serta memberi ancaman terhadap Asia Tenggara.
Jadi menurut penulis. Kondisi regional ASEAN yang saat ini sedang memanas dan labil sangat tepat momennya untuk Indonesia memainkan geopolitik dan geostrategi luar negerinya dengan cerdas dan elegan. Agar Indonesia kembali berdiri tegak menjadi ‘police of Asia’ atau the big brothernya ASEAN yang berwibawa.
Karena sejarah pun sudah membuktikan bahwa di zaman Majapahit pernah nenek moyang bangsa Indonesia berjaya dengan kekuasaan hampir meliputi seluruh wilayah Asia Tenggara hari ini. Nah keperkasaan imperium Majapahit ini dicapai oleh Mahapatih (menhan hari ini) Gajah Mada dengan gemilang. Walaupun rajanya ketika itu Prabu Hayamwuruk.
Begitu juga hendaknya dengan Indonesia hari ini. Ditengah keterbatasan ‘permanen’ presiden Jokowi dalam berkomunikasi dan tampil di event dunia, Menhan Prabowo bisa tampil menutupi kekurangan ini.
Ada beberapa argumentasi kenapa penulis berkeyakinan Indonesia bisa kembali memimpin Asia Tenggara.
1. Secara kekuatan militer, Indonesia hari ini adalah yang terkuat nomor satu di Asia Tenggara. Memiliki pasukan khusus terhebat dua besar di dunia. Dan urutan ke 14 peringkat kekuatan militer dunia. (Majalah Global Fire Power 2018).
2. Indonesia tidak saja dijuluki sebagai the big brother asia tenggara, tetapi secara geografis dan sosial politik Indonesia adalah ‘pasak nya Asia Tenggara’. Apabila Indonesia goyang, maka Asia Tenggara bahkan dunia juga bisa berdampak signifikan
3. Pertarungan pengaruh antara China dan Amerika di Asia. Memberikan dampak positif bagi Indonesia dengan di lepasnya kran eksport alutsista ke Indonesia. Agar secara militer Indonesia kembali kuat bertaji, dan dapat menjadi ‘leader’ penyeimbang dalam menghambat pengaruh China. Ini terbukti dengan getolnya Amerika menjual dan agresif memberikan fasilitas khusus kepada Indonesia dalam pengadaan alutsista moderen buatan barat.
4. Konflik Laut clChina Selatan membuat Indonesia menjadi ‘center of gravity’ alias bandul penentu pengaruh siapa yang berkuasa di area kaya sumber daya migas tersebut. Dengan dibentuknya pangkalan militer 3 matra (terbesar) di Natuna adalah langkah jitu Indonesia dalam memainkan pengaruhnya di kawasan. Sehingga kedepan, Indonesia dapat mengkontrol stabilitas lalu lintas perdagangan di selat Malaka dan laut china selatan.
5. Kehadiran menhan Prabowo dimana sosoknya sudah dikenal dunia sebagai ahli militer. Setidaknya dapat memberikan sugesti dan pemecah kebuntuan antara sikap ambigu negara ASEAN dalam menyikapi konflik Laut China Selatan. Statemen tegas Prabowo di acara ADMM kemaren, adalah statemen yang paling di tunggu negara ASEAN lainnya terhadap bagaimana sikap Indonesia sebagai seorang ‘saudara tertua’ dalam menyikapi konflik dan ancaman di laut china selatan.
6. Konflik dan krisis dalam negeri yang sedang melanda beberapa negara Asean seperti Malaysia, Singapore, dan Thailand, adalah menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk tampil lebih agresif dalam menebar pengaruhnya.
7. Peningkatan belanja alutsista pertahanan, serta rencana Menhan akan membeli 32 pesawat F 16 Viper block 72, mendatangkan Sukhoi 35 tahun 2020, melanjutkan program pesawat tempur canggih KFX/IFX kerja sama dengan Korea Selatan, juga termasuk memberikan ‘shock effect’ kepada negara ASEAN lainnya. Khususnya dalam menjaga superioritas kekuatan udara mempuni di Asia Tenggara.
Tidak saja hanya dalam pengadaan pesawat tempur canggih. Menhan Prabowo juga mengatakan, secara ideal postur pertahanan Indonesia itu seharusnya memiliki belasan kapal selam, 3 kapal induk, dan seterusnya. Termasuk akan membeli 30 kapal perang trimaran sekelas Klewang yang dulu sempat terbakar. Dan hal ini menurut penulis sangat bisa direalisasikan pemerintahan saat ini. Mengingat anggaran pertahanan kita yang masih 0,8 persen. Masih jauh di bawah ideal 2 persen PDB.
Ditambah lagi, melihat peningkatan kemampuan industri pertahanan dalam negeri yang semakin meningkat pesat dalam membuat alutsusta ringan dan berat.
Seperti contoh, kalau untuk senapan serbu dan runduk (jitu), senapan buatan PT Pindad sudah boleh dikatakan top level dunia. Ranpur (kendaraan tempur), rantis (kendaraan taktis) serta panser dan medium tank, Indonesia juga sudah mampu membuat sendiri. Seperti Ranpur Komodo, Apmphibious, Panser Anoa 6×6 (sudah export), tank beroda Badak 90 mm, dan yang paling anyar medium tank harimau 105 mm hasil kerjasama Indonesia-Turkey (FNSS).
Prestasi Indonesia dalam membangun industri pertahanannya secara mandiri, mulai menjadi perhatian dunia. Philipina sudah lebih dulu memesan kapal LPD buatan PT PAL. Malaysia juga sudah mengorder pesawat CN 295 untuk versi VVIP militer. Negara Ghana dan beberapa negara Afrika Selatan memesan Panser Anoa yang sudah teruji dalam tugas di Libanon. Banyak lagi varian senjata dan alutsista buatan dalam negeri Indonesia yang sudah menembus pasar dunia.
Jadi, secara bobot dan pengaruh regional. Sudah saat yang tepat Indonesia tampil memproyeksikan dirinya sebagai pemimpin di Asia Tenggara. Apalagi kalau Indonesia berhasil menemukan formulasi penyelesaian konflik Laut China Selatan serta berbagai macam konflik lainnya di kawasan. Nah semua ini, akan terlaksana tentu kalau Indonesia mempunyai postur pertahanan militer yang kuat dan tangguh. Punya personality leadership yang kuat seperti yang tercermin dalam sosok menhan hari ini Prabowo Subianto.
Peran strategis dalam mengokohkan pengaruh kawasan ini akan mempunyai arti penting dalam posisi tawar Indonesia dimata dunia. Baik itu dalam kapasitas politik antar negara, ekonomi maupun budaya.
Secara pertahanan militer ansikh, Indonesia memang boleh ‘defensive’ (bertahan). Namun secara ‘the power of influence’ (menyebar pengaruh) Indonesia mesti ‘offensive’ (terbuka dan agresif).
Karena pengaruh inilah yang menjadi penentu sebuah negara dalam memainkan kepentingan nasional nya secara global. Agar memberikan ‘opportunity’ (keuntungan), bagi negara.
Dan mari kita do’akan. Apa yang kita bahas dan penulis sampaikan diatas bisa jadi kenyataan. Bagaiamana agar Indonesia kedepan bisa kembali menjadi macan Asia, pemimpin negara Asia Tenggra, atau juga polisi asia sebagaimana Amerika mengklaim dirinya sebagai polisi dunia. Dan lihatlah Amerika hari ini. Bisa menjadi negara super power yang bisa berbuat seenak perutnya. Dalam mengontrol dunia.
Dan penulis yakin, kalau bangsa ini bersatu, pemimpinnya nasionalis dan berkualitas, insyaAllah Indonesia juga akan bisa menjadi negara adi kuasa selanjutnya setelah Amerika. InsyaAllah.
Jakarta, 21 novemver 2019.
Baca juga:
CADAR, RADIKALISME, DAN ISLAMPHOBIA, PROYEK SIAPA ? (Oleh : Anton Permana)
KEMANA ARAH KONSEPSI PERTAHANAN PRABOWO ? (Oleh : Anton Permana)