Artikel

DILEMATIS PULANG MUDIK LEBARAN BAGI URANG AWAK

Oleh : Anton Permana, Dt Hitam.

Sejak beredar masif video himbauan untuk tidak pulang kampuang dari beberapa tokoh dan pejabat di Sumatera Barat, sejak itu pula pro dan kontra perdebatan setuju atau tidak setuju dengan himbauan tersebut.

Ada yang menanggapinya secara serius dan emosional, ada juga yang menyikapinya dengan santuy alias datar-datar saja seolah tak ada masalah.

Begitu juga dalam komunitas urang awak (sebutan akrab bagi orang Minangkabau di rantau). Baik itu di Facebook, group WA, group alumni, group nagari dan pagayuban, permasalahan ini panas dibicarakan.

Bagi kelompok yang Pro atas himbauan ini mengatakan bahwa, jangan sampai ranah Minangkabau yang masih steril dari covid19 tercemar dan tertular oleh orang rantau yang mau pulang kampuang ramadhan dan lebaran tahun ini. Karena sudah tradisi urang awak ramadhan dan lebaran itu untuk pulang kampuang.

“Bayangkan, kalau jutaan perantau pulang 10 persennya saja menjadi ‘hidden carrier’ virus, tak terbayangkan berapa banyak jatuh korban nantinya di kampuang kito. Apa tak kasihan sama urang gaek, mamak, uwo, pak adang, atuak dan odang kito di kampuang ?”.

Bagi yang sedikit softly mendukung himbauan ini dengan menggunakan narasi yang halus, lembut berupa meme, video pendek, dan vlog oleh para tokoh (influencer) yang menjabat di rantau.

Mencoba memberikan pemahaman, memasukkan rasa dan pareso secara mendalam tentang urgensi kritikal penularan virus kalau para perantau pulang basamo dibulan ramadhan ini.

Istilah mereka, “Kampuang adalah kampuang kito, tak kan tertolak bagi bibir kami kedatangan rang rantau kekampungnya. Kalau rindu, kami diranah kampuang ini juga rindu kedatangan urang rantau. Tapi apa daya, virus corona menjadi ancaman kita semua. Bahkan dunia. Iba lah lihat ranah kampuang kita seandainya secara tak sengaja ada virus yang terbawa bersama kedatangan urang dari rantau. Hancur binaso kampuang kito”.

Begitu juga sebaliknya bagi yang kontra. Akan mengkaitkan hal itu dengan bahasa kemanusiaan. Bahkan ada yang extrim mengatakan, “Kami dirantau ini jangan hanya dibutuhkan kalau untuk minta sumbangan dan bantuan uang saja. Tapi ketika ada musibah, kami susah, langsung kalian anggap sampah dan lupakan mau cari selamat sendiri “.

Namun ada juga yang menanggapinya dengan lembut tapi dalam. Seperti, “Virus itu adalah mahkluk ciptaan Allah. Dimana ajal juga ditangan Allah. Lalu apakah karena virus ini hubungan keluarga, dunsanak, darah, kita semua putus gara-gara itu ? Akan kita korbankan ? Karena kampuang adalah kampuang kita bersama “.

Demikianlah cuplikan perdebatan di sosial media tentang himbauan kepada perantau Minang untuk tidak mudik lebaran tahun ini. Lalu bagaimana solusi yang terbaik ?

Urang awak Minangkabau sebenarnya sudah diwariskan berbagai macam ilmu kearifan melalui petatah petitih hingga kiasan alam takambang jadi guru.

Yaitu melihat sebuah fenomena itu berdasarkan kepada kearifan dan ilmu pengetahuan. Mancaliak contoh ka nansudah, mancaliak tuah ka yang manang.

Maksudnya. Ketika memutuskan sesuatu itu akan lebih afdhol melalui musyawarah dan mufakat. Walaupun harus berdebat. Ibarat api dalam tungku. Semakin basilang kayu maka api akan semakin besar. Pikiran kepala satu orang, tentu akan lebih baik pikiran dari hasil banyak kepala yang lain.

Begitu juga dalam permasalahan ini. Orang Minang akan berpikir holistik dan komprehensif. Bagaimana mengambil rambut dalam tepung. Rambutnya diambil, tapi tepungnya tidak berserakan.

Tahu do duri nan ka mancucuak, jatuah nan ka maimpok, do ratak nan ka mamacah. Tibo di tali keputusan. Kok tagangnyo manjelo-jelo, kok kanduanyo badantiang dantiang. Artinya, urang awak terbiasa merumuskan sesuatu itu dengan fleksibel, tapi tetap memperhatikan efek resiko terburuk yang akan dialami. Mempertimbangkan skala manfaat dan mudharat dari sebuah keputusan. Yang penting kepentingan semua pihak terakomodir secara proporsional.

Kembali ke permasalahan awal. Penulis mencoba memberikan sebuah solusi jalan tengah agar dapat mengakomodir kepentingan masing pihak. Yang di ranah kampuang aman tidak cemas, yang dirantau mau pulang pun tidak tersinggung dan iba hatinya. Bagaimana solusinya ?

1. Secara pribadi. Penulis menghimbau bagi yang berkemampuan untuk bisa bertahan di rantau, maka bertahanlah. Sampai kondisi darurat ini berakhir dan normal kembali. Karena apa? Hari ini saja sudah ada dua orang suspect covid19 meninggal di kampuang kito dan belasan korban yang positif.

Sungguh tak terbayangkan kalau kita dirantau ini berpondoh-pondoh pulang bersama anak, istri, minantu sagarobak tundo. Tentu potensi penularan akan semakin berlipat ganda. Dan yang pasti jadi korban tantu dunsanak dan kampuang kito juo.

Untuk itu, penulis mengajak yang punya kemampuan untuk bertahan di rantau ayo kita bertahan. Kalau paralu sapikkan lidah tu ka lantai. Raguak tangih tu dalam dalam. Demi keselamatan kampuang kito. Dan kalau ado rasaki nan balabiah yg awalnya untuk biaya pulang, lebih baik kita kirim ke orang di kampuang yang membutuhkan. Atau jadikan dana taktis cadangan untuk bertahan hidup di tengah kondisi darurat ini.

2. Yang mesti kita pahami adalah, tidak semua orang mempunyai nasib yang sama. Karena roda ekonomi itu berputar ibarat roda pedati. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang lai basiang padi disawah. Kadang abih padi dek hamo do mancik. Artinya, ada kondisi dimana dunsanak kito saat ini memang sedang kondisi tak berdaya untuk bertahan di rantau.

Kita semua tahu sejak rezim ini, kehidupan semakin sulit. Pekerjaan susah didapat. Daya beli masyarakat semakin rendah. Persaingan berdagang semakin keras. Nah untuk dunsanak kito yang lagi dalam keadaan sulit ini kemana mau mengadu ? Kemana mau balik ? Kalau tak kekampung halamannya?

Secara naluriah, seseorang pasti akan merindukan tempat tanah kelahirannya atau kampung halaman nenek moyangnya. Satinggi-tinggi tabang bangau, baliak yo ka kubangan juo.

Waktu kecil kita pasti merasakan. Kalau dalam keadaan ketakutan, apakah itu karena berkelahi, takut lihat orang gila, atau apa, kita pasti akan lari pulang ke rumah orang tua. Setelah sampai di rumah tempat yang paling aman pasti kamar orang tua. Kalau perlu sembunyi yang paling aman itu di bawah kolong tempat tidur orang tua.

Begitu juga bagi orang Minangkabau. Kalau sudah susah di rantau, yang jualan sudah tak laku lagi. Yang berumur lanjut tak kuat kerja lagi. Yang bekerja kena PHK. Yang bisnis bangkrut uang dilarikan teman bisnis. Sekarang datang wabah corona bak galodo tsunami meluluh lantakkan ekonomi dunia. Kemana tak balik kalau lah tak kekampung halaman ? Itupun beruntung kalau sempat bangun rumah dikampung dan masih ada sanak saudara. Kalau tidak ?

3. Untuk permasalahan yang nomor dua di atas itulah yang tampaknya harus kita pikirkan bersama bagaimana jalan keluar dan solusinya.

Kita harus memahami. Seburuk-buruknya orang merantau, pasti agak sekali dua kali pernah kirim uang bantuan untuk saudaranya di kampung. Sumatera Barat ranah Minangkabau itu maju dan berkembang salah satunya yang harus diakui adalah dengan adanya kultur budaya merantau dimana si perantau mencari uang di rantau kemudian mengirimkan sebahagian rejekinya untuk membangun kampung halaman.

Buktinya lihat saja mesjid, mushola, sekolah, balai adat, TPA, yayasan dan rumah rumah yang ada keluarganya merantau sukses, maka diapun pasti akan membangun rumah dan kampung halamannya. Lebih khusus pada event event tertentu seperti MTQ, Idul Adha, Batagak Pangulu, Khatam Quran dan HUT RI.

Solusi yang penulis maksudkan itu adalah terdiri dari tiga tingkatan. Yaitu :

PERTAMA. Secara ideal, pemerintah daerah yang dipelopori pemerintahan provinsi dari saat sekarang mulai mendata perantau yang memang harus pulang dengan alasan sangat mendesak. Bisa melalui pagayuban maupun jaringan struktural kenagarian dan pemerintah.

KEDUA. Masing-masing pemerintah daerah menyiapkan ‘shelter observasi’ bagi perantau yang pulang untuk memastikan selama 14 hari perantau yang pulang tersebut steril dan negatif.

Shelter observasi ini dibuat bisa di batas kota atau tempat khusus yang disediakan masing pemerintah daerah.

KETIGA. Selain pemerintah daerah menyiapkan shelter observasi, masing pemerintah daerah juga bisa menghimbau masing kaum, suku, kampuang, nagari, bersama-sama bagi yang punya perantau mau pulang juga secara swadaya di masing-masing kaum atau kampungnya menyiapkan rumah terpisah bagi perantau yang mau pulang selama 14 hari. Yang bertanggung jawab dan menjamin ini adalah masing kepala kaumnya secara berjenjang sampai ke Nagari.

KEEMPAT. Lintas komunikasi dan jalur koordinasinya mulai dari perantau-pagayuban-pemprov-pemkab/pemkot-nagari-kampuang sampai ke kaumnya harus jelas dan terintegrasi. Jangan sampai ada satupun yang lolos. Dan kalaupun ada yang bandel alias mada, fungsikan paga nagari, dubalang dan aparat setempat untuk mengambil tindakan tegas.

KELIMA. Sekilas solusi yang penulis tawarkan diatas terasa berat dan rumit. Tetapi kalau kita jernih melihat dan meresapinya dengan dalam. Maka solusi yang penulis tawarkan diatas adalah sebuah gagasan baru sebagai titik awal konsolidasi tando kito badunsanak, bakampuang, basuku, baik yang dirantau maupun di kampuang.

Jadikan saja momentum musibah ini untuk kita kembali bersatu, mendata dunsanak, mangamehi nan taserak, mangurai nan kusuik nak jadi sakumpalan. Sebagaimana pepatah nenek moyang kito saciok bak ayam, badanciang bak basi.

Kalau hal di atas dapat diterapkan dan dimobilisasi secara kompak bersama. InsyaAllah tak akan ada lagi pro dan kontra tentang pulang mudik lebaran manti.

Yang pro untuk tidak pulang akan tenang. Karena bagi yang tetap pulang dari rantau terseleksi dengan rapi dan steril.

Bagi yang kontra pun juga tenang. Akhirnya dapat pulang kampuang dengan tenang. Sambil kondolidasi keluarga serta ekonomi.

Bagi yang punya kemampuan bertahan, bisa juga membantu baik itu secara materil maupun moril.

Kalau ini bisa berjalan, MasyaAllah dan insyaAllah, badai virus inipun dapat kita hadapi dengan tenang dengan seminimalisir resiko dan korban jiwa. InsyaAllah. Semoga bermanfaat.

Batam, 03 April 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *