Artikel

Sistem Pertahanan Udara Indonesia (Bagi 1)

Oleh; Anton Permana

Pendahuluan

Setiap negara mempunyai cara tersendiri untuk bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan bangsa dan negaranya. Ruang hidup inilah yang kita sebut sebagai geopolitik negara, dimana setiap negara juga akan mempunyai “cara” atau geostrategic bagaimana bertahan, berkompetisi, dan memenuhi kebutuhan negaranya dari segala aspek.

Setiap negara bangsa, otomatis juga mempunyai karakteristik yang berbeda mulai dari jumlah penduduk, bentuk geografis, bentuk dan ideologi pemerintahan. Sehingga menyebabkan adanya perbedaan kebutuhan dan orientasi pemerintahan, baik secara politik maupun ekonomi. Ada negara yang hidup dari mengandalkan sumber kekayaan alamnya.

Ada sebuah negara yang mengandalkan dari letak strategis. Dan ada juga negara yang mengandalkan kehidupan bernegaranya dari hasil teknologi dan industri. Perbedaan ruang hidup (geopolitik) dan perbedaan cara hidup (geostrategic) masing negara inilah yang kemudian melahirkan kompetisi antar negara hingga gesekan kepentingan berujung perang.

Dalam pemahaman paradigma negara. Setiap negara pada fase awalnya akan berfungsi sebagai “Over Night State”. Yaitu negara sebagai penjaga malam. Pemahaman ini diambil dari sejarah berdirinya negara dalam literasi negara di zaman Yunani kuno. Bagaimana negara dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi yang dapat melindungi mereka dari ancaman perampok, binatang buas, hingga perang antar klan di zaman itu. Pemahaman ini sampai pada era kontemporer ini tetap dianut sehingga setiap negara pasti mempunyai alat pertahanan dan keamanannya sendiri.

Dalam konteks negara Indonesia hal ini sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “… Negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Dimana selanjutnya diatur didalam pasal 30 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Amanat konstitusi ini kemudian diejewantahkan lagi kedalam UU nomor 34 tahun 2004 dimana TNI sebagai alat pertahanan negara mempunyai dua tugas pokok berupa tugas Operasi Militer Perang (OMP), serta tugas pokok Operasi Selain Militer Perang (OMSP). Dengan penjelasan singkat di atas, dapat kita simpulkan, bahwasanya TNI adalah sebagai komponen utama dan garda terdepan dalam menjaga kedaulatan bangsa Indonesia dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai alat pertahanan negara. sudah seharusnya TNI senantiasa siap sedia setiap saat memahami setiap hakekat ancaman baik itu yang datang dari luar negeri, maupun dari dalam negeri. Baik itu perang simetris (Symetris war), maupun perang asymetris (asymetris war). TNI harus terdepan dalam memetakan setiap Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG) yang dapat mengganggu keutuhan negara. Karena saat ini dinamika konstalasi geopolitik dan geoekonomi dunia sedang menuju titik kulminasi. Akibat wabah pendemic covid-19 dan ketegangan antara dua negara raksasa dunia Amerika Vs China.

TNI AD sebagai salah satu matra darat yang di dalamnya ada kecabangan artileri sistem pertahanan udara sebagai payung pertahanan udara nasional yang mempunyai tugas khusus meniadakan segala bentuk ancaman yang datang dari udara ke darat, memiliki peran yang sangat strategis dan vital. Karena spektrum ancaman militer hari ini semakin multikompleks dan mematikan.

Saat ini, cara perang konvensional memobilisasi pasukan dan kendaraan tempur dalam skala besar untuk pertempuran berhadap-hadapan sudah mulai ditinggalkan. Atau lebih tepatnya dilakukan hanya pada fase terakhir pendudukan territorial daerah musuh. Saat ini, perang lebih mengutamakan skala pertempuran jarak jauh menggunakan kecanggihan teknologi, mengurangi sebesar-besarnya jatuhnya korban, bagaimana secepatnya menghancurkan lawan, dimana semua itu dapat dilakukan dengan sistem “fire and forget it”. Sebuah negara tidak perlu lagi mengirimkan bala tentara dalam skala besar yang beresiko tinggi dan berbiaya mahal. Cukup mengirimkan apakah itu pesawat tempur, penembakan artileri meriam dan roket, hingga menggunakan rudal dan pesawat tanpa awak alias drone tempur.

Kondisi ini bisa kita lihat sejak fase perang Irak-Iran. Perang teluk I dan II antara Irak dengan Amerika plus sekutu. Perang Afghanistan antara Uni Soviet dengan Taliban. Invansi Amerika tahap kedua kepada Irak ditahun 2001. Perang di Libya dalam menjatuhkan Moammar Khadafi. Perang abadi antara Israel-Palestina. Hingga hari ini perang kusut multilateral di Suriah antara Suriah-ISIS-Amerika-Iran-Rusia-Turkey. Kita dapat melihat spektrum perang yang dilakukan sudah mengandalkan kepada serangan-serangan dari jarak jauh menggunakan rudal pintar yang presisi mematikan. Serangan pendadakan menggunakan pesawat tempur. Serangan roket dan artileri, hingga yang terbaru ini menggunakan serangan armada drone tempur membawa rudal pembunuh yang juga mematikan bagi arsenal pertahanan udara, tank, dan pangkalan militer. Tembakan rudalnya pun dengan menggunakan beragam platform. Baik itu dari pesawat tempur, helicopter, peluncur roket, hingga kapal perang dan kapal selam.

Apalagi saat ini sedang terjadi ketegangan antara dua raksasa dunia Amerika dan China di kawasan Asia-Pasifik. Segala kemungkinan terburuk bisa saja terjadi di kawasan Asia. Karena dua negara ini adalah negara raksasa dalam hal kemampuan militer. Sama-sama mempunyai senjata nuklir. Sama-sama mempunyai rudal balistik lintas benua jarak jauh Intercontinental Balistic Missle (ICBM). Sama-sama mempunyai kapal induk dan kapal selam. Sama-sama mempunyai pesawat pembomb strategis supersonic. Dan juga sama-sama mempunyai kapal perang kelas destroyer yang juga dapat menembakkan rudal berhulu ledak nuklir.
Artinya, kapanpun, dimanapun, kondisi kesiap-siagaan sistem pertahanan akan selalu dibutuhkan secara maksimal. Sesuai dengan dotrin pertahanan “Si fis Paccum Parabeulum”. Apalagi untuk sistem pertahanan udara. Bagaimana sebuah negara termasuk Indonesia yang begitu luas, mempunyai sistem pertahanan udara yang tangguh. Otot persenjataan yang memadai, agar dapat memberikan “deterrent effect” dan mengeleminir atau meniadakan segala bentuk ancaman jauh sebelum menjadi ancaman dari arah udara. Pada kesempatan ini akan coba kita bedah dan analisis bersama-sama.

Identifikasi Permasalahan
Ada beberapa hal yang perlu kita cermati tentang berbagai permasalahan mendasar dari sistem partahanan udara nasional negara kita yang mesti kita jawab bersama-sama hari ini. Dalam perspektif geopolitik dan geostrategic. Yaitu sebagai berikut :

Aspek jangka pendek :

Kesiap-siagaan TNI AD, khususnya Arhanud TNI AD, dalam menyikapi spektrum ancaman terjadinya perang terbuka antara Amerika Vs China di Laut China Selatan yang berbatasan langsung dengan territorial negara kita laut Natuna Utara. Yaitu, seberapa siap alutsista kita melakukan pencegatan berbasis ancaman dari udara sekiranya perang terjadi dan meluber masuk ke area teritorial negara Indonesia.

Perimbangan kekuatan dan kemampuan alutsista TNI secara regional (negara kawasan) dan global. Perlu pemetaan secara mutakhir (terkini) perimbangan kepemilikan alutsista khususnya dalam hal arsenal pesawat tempur, rudal, kapal perang, kapal selam, bahkan juga untuk spesifikasi drone tempur. Mengingat terjadinya peningkatan belanja militer beberapa negara kawasan seperti Singapore, Vietnam, Australia, dan Philipina. Agar TNI dapat mempersiapkan tindakan preventive secara terukur dan akurat.

Sistem integrasi kesiap siagaan pertempuran lintas matra (darat, laut, dan udara). Semacam (Service Control Commando Center). Yaitu kordinasi antara tupoksi Kohanudnas, Satrad, Arhanud TNI AD, Arhanud Marinir TNI AL (Coastal Defence), dan Den Pas Khas TNI AU. Dalam pemahaman pertahanan udara area, hanud terminal, hanud pangkalan, dan hanud zero.

Belum adanya peta digital ancaman udara dan skala penanganannya. Seperti Air Defence Identification Zone (ADIZ) yang diterapkan oleh Amerika dan Kanada. Kerena Indonesia memiliki wilayah yang begitu luas, sehingga membutuhkan pengawasan yang ketat agar tidak mudah diinfiltrasi asing. Ditambah Indonesia yang berupa kepulauan serta berbatasan dengan banyak negara menjadikannya sangat rawan. Peta ancaman udara ini juga selaras dengan kemampuan pergelaran kekuatan pertahanan udara. Bagaimana merespon seandainya datang ancaman dari utara (Natuna, Singapore, Selat Malaka, Sabang, Serawak, dan Philipina). Serta juga dari ancaman arah selatan Australia. Yang menurut data buku putih pertahanan Australia menempatkan 22 pangkalan misil jarak jauhnya menghadap Indonesia. Dan menjadikan Indonesia sebagai ancaman dari utara Australia.

Bersambung…. Klik dibawah ini;

Sistem Pertahanan Udara Indonesia (Bag; 2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *