Belajar Tatap Muka Pesantren di Era Pandemi Perlu Dikaji Ulang
Padang, PilarbangsaNews
Sejak pertengahan Juni 2020 pesantren mulai membuka kembali aktivitas pembelajarannya. Pembukaan aktivitas pembelajaran di pesantren di masa pandemi Covid-19 tersebut menarik untuk dikaji, karena pendidikan pesantren merupakan pendidikan keagamaan berasrama yang mana santri hidup dalam proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus.
Indonesia Edu Webinar bersama REFO adalah serangkaian webinar yang diadakan secara online dan gratis untuk membantu guru, orangtua dan siswa membangun kepercayaan terhadap teknologi dan keahlian memasuki masa depan di era normal baru dengan tema ‘Menjaga Pesantren Aman Covid-19’ diadakan pada tanggal 23 Oktober 2020 mulai pukul 10.00 WIB.
Kegiatan webinar ini dimoderatori oleh Pepita Gunawan (REFO). Materi disampaikan oleh dr. Heri Munajib dari Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU). Dokter Heri mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh belum bisa mengalahkan pembelajaran konvensional (tatap muka).
“Kebijakan untuk membuka ataupun menutup pesantren dilema sekali. Sedangkan pembelajaran jarak jauh belum bisa mengalahkan pembelajaran langsung,” ujar dokter Heri.
“Ketika saya melakukan pendampingan bersama satgas covid, terdata 169 pondok pesantren 65,1% diantaranya sudah belajar tatap muka namun sebagian menerapkan protokol kesehatan, 32% sudah seluruhnya dan sisanya belum menerapkan,” sambung dokter Heri.
Dokter heri juga mengatakan bahwasanya upaya PBNU dalam menjaga pesantren aman covid salah satu caranya adalah edukasi. “Edukasi sangat berat. Para Kyai tidak percaya kalau covid itu ada, ini merupakan isu yang sangat menyebalkan. Tidak mudah untuk merubah setting paradigma para Kyai yang memiliki anggapan seperti ini,” kata dokter Heri.
“Masyarakat kalau ke rumah sakit takut di-covid-kan. Ini isu yang menyesatkan sekali. Maka yang paling penting adalah edukasi,” sambung dokter Heri.
Dokter Heri juga menyampaikan kerja kedepan pesantren dan pemerintah adalah terus sosialisasi dan penegakan protokol kesehatan. “Negara harus hadir untuk kesehatan pesantren. Indonesia memiliki 28.000 pondok pesantren. Negara harus hadir dan sama-sama bersinergi untuk menyiapkan ponpes aman Covid19,” jelas dokter Heri.
Setelah sesi penyampaian dari dokter Heri, Sidrotun Naim, seorang virolog dan dosen di IPMI International Business School, berkesempatan untuk menyampaikan sudut pandang beliau sebagai ibu dari seorang anak yang bersekolah di pesantren.
“Yang tidak dapat digantikan adalah akhlak. Itu suatu hal yang dianggap ‘hilang’, jadi tidak bisa berhadapan secara langsung. Padahal itu aspek penting dalam pendidikan di pondok pesantren,” ujar bu Sidrotun.
Sidrotun juga menyebutkan bahwa dengan anak yang berada di rumah, orang tua sebagai pemantau dalam aktifitas belajar mengajar. “Disatu sisi saya merasa itu bagian dari takdir. Bagian hafalan yang memantau orang tua, kalau setoran ayat tetap dengan kyainya. Ketika dia (anak) latihan dengan orang tua, saya merasa itu menjadi bagian sejarah juga. Ditengah kendala masih ada yang bisa kita syukuri,” tutup ibu Sidrotun. (Gian)