.

Epyardi Asda Tak Hadiri Mediasi Perdamaian Dengan Dodi Hendra, Ini Kata Pengamat

Kabupaten Solok, PilarBangsaNews

Genderang perang perseteruan antara Dodi Hendra dengan Epyardi Asda telah ditabuh dan nampaknya bakal terus berkobar setelah Dodi meadukan Bupati Solok itu ke Polda Sumbar terkait kasus UU ITE. Proses mediasi merupakan sebuah proses dalam restorative justice yang dilakukan Polda Sumbar gagal terlaksana. Pasalnya terlapor Epyardi Asda tak hadir saat mediasi itu dijadwalkan.

Proses mediasi kedua belah pihak yang dijadwalkan pada hari selasa (07/09) kemarin, tak dihadiri oleh pihak terlapor Epyardi Asda. Begini pendapat Analis Komunikasi Politik Fisip Universitas Andalas, Dr.( Cand) M.A.Dalmenda Dt. Pamuntjak Alam. Menurut dia terlapor Epyardi Asda yang saat ini menjabat sebagai Bupati Solok pastinya memiliki alasan yang kuat untuk tidak menghadiri undangan mediasi.

” Mungkin Beliau ada kesibukan atau ada agenda yang telah dijadwalkan sebelumnya yang tak bisa ditinggalkan, terutama sudah diagendakan bertemu dengan masyarakat. Artinya kepentingan publik lebih prioritas utama ketimbang urusan pribadinya.Atau beliau ada alasan yang kuat lainnya untuk tidak menghadiri undangan tersebut, ” kata Menda Pamuntjak via selulernya.

Namun patut diduga, ketidakhadiran Epyardi pada tahapan mediasi antara dirinya dengan Dodi Hendra oleh pihak Polda Sumbar didasari oleh pernyataan yang telah dikeluarkan oleh Dodi Hendra pada banyak media pemberitaan.

” Ini patut kita duga, pernyataan Dodi untuk menolak perdamaian di banyak media, menjadi salah satu alasan terlapor tak mau hadir pada mediasi tersebut. Kan jelas Dodi menyatakan menutup pintu perdamaian dengan Epyardi Asda,” ucapnya.

Kendati demikian menurut analisanya dari perspektif komunikasi politik dan etika komunikasi publik, seharusnya terlapor dalam hal ini Epyardi Asda sejatinya mengikuti proses tersebut pada panggilan berikutnya. Agar masyarakat mendapatkan pembelajaran dari sebuah proses hukum. ” Hal itu secara komunikasi politik juga saya sayangkan, karena sekarang ini beliau adalah seorang pemimpin masyarakat, yang notabene sikap dan perkataan beliau akan menjadi panutan oleh masyarakat. Tapi setidaknya beliau pasti punya alasan kuat untuk tak menghadiri, ” ulas Menda Pamuntjak

Sisi lain, dirinya juga turut menyayangkan strategi komunikasi politik yang disajikan oleh Dodi Hendra di ruang publik lewat media massa. Dodi Hendra saat ini tak bisa dipisahkan dengan jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok. Ucapan dan pernyataan dirinya pribadi tak akan bisa dipisahkan dengan jabatan yang disandangnya pada saat ini.

” Kacamata komunikasi politik dan komunikasi kepemimpinan, pernyataan Dodi Hendra di banyak media memberikan asumsi yang tak elok. Publik bisa menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk sikap arogansi dalam berkomunikasi di ranah politik. Seolah-olah telah mengambil sebuah keputusan terlebih dahulu ketika proses dimulai dari perkara sedang yang berjalan, ” telisik Dalmenda yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Rektor Unand Bidang Komunikasi dan Media tersebut.

Seharusnya kata Menda Pamuntjak yang juga anak Nagari Salayo Solok, Dodi Hendra mampu menahan diri disaat proses hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian ini sedang berjalan. Menghargai suatu proses itu sangat penting dalam mengurai sengketa. Biar jelas ujung tali dan pangkal talinya. Bergeraklah dari hilir dan jangan hanya menunggu di hulu saja.

” Tak tertutup kemungkinan jika pernyataan ataupun sebuah kesimpulan perkara yang terus menerus dia disampaikan ke ranah publik, akan membuat ketersinggungan kepada institusi atau lembaga hukum yang sedang memproses perkara tersebut, ” jelasnya.

Menurutnya, pernyataan atau asumsi dan opini-opini yang selalu diumbar-umbar ke ranah publik, justru sebenarnya memberikan penilaian kepada publik sejauh mana objektivitas, kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki oleh seorang politikus.

“Malah dari sudut pandai kacamata komunikasi politik, saya justru mengapresiasi sikap diam yang diperlihatkan oleh Epyardi dalam menghadapi perkara ini. Sebab sikap diam Epyardi sedikit- banyaknya mampu menetralisir hawa panas perpolitikan di tengah masyarakat, ” tambah pemerhati kebudayaan dan pelaku adat Kabupaten Solok tersebut.

Penutup perbincangan, Menda Pamuntjak, menyarankan agar kisruh ini tak berkepanjangan. Karena saat ini masyarakat butuh kesejukan dari kedua pemimpin itu, kepastian akan pembangunan daerah dan nagari agar program penciptaan kesejahteraan publik dapat terwujudkan.

” Dari perspektif komunikasi politik dan kepemimpinan, ada cara elegan dan lebih terhormat yang mestinya dilakukan kembali. Lakukan lobi dan negosiasi (kembali) dan ada upaya mediasi, dan konsiliasi. Terpenting adalah menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, golongan/kelompok atau partai. Tinggalkan hal-hal berbau remeh-temeh yang jauh dari etika dan kepatutan serta adab sebagai seorang pemimpin, tetap memerhatikan kesantunan berpolitik sebagai politisi. Demi terbangunnya peradaban, harkat dan martabat masyarakat yang berkualitas, ” tutup Menda Pamuntjak mengakhiri. (ad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *