.

Bantuan Sosial Dan Regulasi Kemiskinan

Memvalidasi data penerima bansos dengan cara meminta warga memberikan sanggahan kelihatannya kurang tepat. Seberapa kuat pengaruh sanggahan tersebut, sehingga nama yang ada bisa hilang yang tidak ada akan bisa muncul. Bila sangggahan berpengaruh kuat berkemungkinan juga gesekan batin akan tercipta di tengah-tengah masyarakat. Nama warga yang mulanya ada, karena sanggahan seseorang lenyap begitu saja. Tentu apabila yang dilenyapkan namanya tahu siapa yang menyanggah akan tergores perasaannya.

Alangkah lebih bijaksana sosialisasikan Regulasi penerima Bansos tersebut, diberikan pemahan terkait kriteria-kriteria dan persyaratan seseorang mendapatkan bantuan. Memang selama ini ada ketentuan-ketentuan tadi, tapi terkadang satu dua bahkan banyak juga yang tidak sesuai. Sanggahan dari warga memang bagus, sebab mereka diberikan hak bersuara. Namun hal ini mungkin bisa juga “mampaantuak-antuak an” warga sesama warga. Sehingga menciptakan sebuah arena untuk memfasilitasi warga saling berantuk-antuk.”

Bagi warga yang sudah tahu namanya ada di daftar yang sudah ditempel rupanya besok menghilang, dan mengetahui siapa yang menyanggah untuk dihilangkan, tentu tidak akan bakalamak-an akhirnya.

Lalu bagaimana sebaiknya?

Menurut penulis sebaiknya memang ada tim khusus untuk memantau supaya jangan ada yang terzalimi. Mulailah dengan memsosialisasikan kembali regulasi yang sebenarnya. Silahkan pihak nagari mengusulkan, tapi peran tim khusus tadi yang nantinya akan menentukan.

Seandainya dikeesokan hari terjadi sanggah-sanggahan juga, tentu tim tadi bisa memediasi dan mencarikan jalan terbaik. Jangan nanti masyarakat menyanggah ke kenagarian kenapa namanya hilang, pihak nagari akan membilang keputusan dari “ateh”. Warga yang mendengar kata-kata “ateh” tadi akan buntu, sebab bila dilihat ke atas bisa menyebabkan “kalimpanan”. Apalagi jika terjadi keputusan “tulak-tundo” ditanya ke kenagarian dibilang dari atas, ditanya ke atas dibilang data dari bawah. Kesiapa

warga akan mengadu. Jangan sampai air mata simiskin tertumpah saat mengadu ke Tuhan.

Sudah seharusnya pihak berwenang tidak hanya menyediakan semacam pembawa acara dalam sanggah menyanggah ini. Dimana saat waktu habis sipembawa acara akan membilang “demikianlah acara kita pada kali ini, salah dan janggal saya mohon maaf. Mari kita tutup acara ini dengan saling bersalam-salaman”. Seolah dia tidak tahu

Merpati batalua hijau

Jatuah ka lantai pacah-balah

Luko hati bukan dek pisau Mungkin dek kalatiak ujuang lidah

Sediakanlah semacam dosen pembimbing diperkuliahan atau pensyarah seperti dibilang negara jiran. Yang kaya katakan kaya dengan ketentuan-ketentuannya, yang miskin katakan miskin dengan ketentuan-ketentuan juga. Hal tersebut berguna untuk meminimalisir gesekan-gesekan batin di tengah masyarakat saat kesimpulan dibacakan nanti. akhirnya

Kalilawa di pulau rimbang

Anak ruso mati tadabiah

Kok gawa minta ditimbang

Kok doso ampun nan labiah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *