Eksploitasi dan Perdagangan Manusia (Oleh: Rusdianto Samawa)
“Lika liku peradaban masyarakat Arab memunculkan kajian, riset sekaligus pemicu regulasi seluruh dunia terkait Buruh Migran dari berbagai negara yang datang ke Kawasan Arab. Sekaligus Arab tempat pengajaran dunia, pusat lahirnya ilmu pengetahuan, pendidikan moralitas, lahirnya agama – agama samawi.
Sebaliknya, peradaban Arab juga mereproduksi perbudakan, penjualan tenaga manusia, perdagangan orang, pengebirian hak asasi manusia, pemeras keringat kaum perempuan. Bahkan, perilaku masyarakat Arab menyimpang dari unsur – unsur kemanusiaan.
Tulisan ini, bukan untuk mencemarkan, menjelekan, mencela peradaban Arab. Tetapi, tulisan artikel dibuat untuk mengkritik perilaku para penyedia tenaga kerja dari berbagai negara belahan dunia. Tulisan ini dibuat sebagai bukti empirik (nyata) bukan cerita hoaks dari kasus yang pernah penulis tangani.
Mestinya, Arab sebagai filantrophy dan akuarium penampung tenaga kerja seluruh dunia, memerhatikan perkataan Rasulullah saw yang diriwayatkan dari abdullah bin umar bahwa: “rasulullah bersabda; berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.”
Bagi setiap majikan hendaklah ia tidak mengakhirkan gaji bawahannya dari waktu yang telah dijanjikan, saat pekerjaan itu sempurna atau di akhir pekerjaan sesuai kesepakatan. Jika disepakati, gaji diberikan setiap bulannya, maka wajib diberikan di akhir bulan. Jika diakhirkan tanpa ada udzur, maka termasuk bertindak zholim.
Kezaliman para majikan, sponsor dan perusahaan yang pekerjakan para tenaga kerja sangat minus rasa kemanusiaan. Padahal, Allah Ta’ala berfirman; “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath Tholaq: 6). Dalam ayat ini; pemberian upah itu segera setelah selesainya pekerjaan.
Namun, fakta merekam perjalanan Buruh Migran Indonesia, Tenaga Kerja Wanita, Anak Buah Kapal, Pekerja Industri pabrik, Buruh Tani Nelayan hingga buruh angkutan, sangat banyak tidak diberi upah sesuai ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah. Bahkan, kejinya kezaliman itu seolah dibenarkan; mayoritas perusahaan pemasok tenaga kerja Buruh Migran Indonesia ke Arab Saudi tidak memiliki izin karena telah di moratorium oleh pemerintah.
Agen – agen perekrut buruh migran ini, tidak memiliki standar panduan kerja. Kecenderungan mereka, kalau ada tuntutan keluarga untuk memulangkan buruh migran dari Arab Saudi seolah agensi ini paling pintar, cerdas dan berkelit. Alasan dalam berargumentasi membela diri tanpa rasa kemanusiaan, posisikan diri selalu benar.
Padahal mayoritas unprosedural yang mereka rekrut. Agensi bekerja siang malam untuk mendapatkan tenaga kerja wanita (tkw). Karena, agensi mendapat transfer dana sekitar USD4000 – 5000 setara 45juta – 50juta rupiah. Uang ilegal traffacking ini bertingkat. Agensi Jakarta mendapat USD4000-5000. Kemudian, agensi tingkat bawah (level 2) yang disebut sponsor mendapat USD2500 dan agen pencari di desa – desa mendapat USD2000. Sementara tenaga kerja wanita yang mau berangkat tersebut mendapat USD700 – USD1000.
Dari sekian yang diberikan ke TKW tersebut, bersifat pinjam meminjam, tidak serta merta diberikan. Pinjam meminjam tanpa ada surat keterangan apapun alias atas dasar komitmen saja. Setelah kesanggupan tenaga kerja wanita tanpa dasar hukum apapun bersedia berangkat. Apabila di Arab Saudi bermasalah, maka majikan dan sponsor meminta ganti rugi kepada tkw.
Agensi (sponsor) ini bekerja tanpa menyebut perusahaan apapun. Padahal transfer dana dari Arab Saudi itu adalah dana perusahaan. Namun, memakai fasilitas rekening pribadi mengirim untuk proses keberangkatan TKW.
Setelah moratorium oleh pemerintah, perusahaan ilegal pelaku Human Traffacking ini, memasang agensi diseluruh dunia. Terutama Indonesia paling mayoritas. Maka, domisili perusahaan banyak di Dubai, Doha, UEA, dan lainnya. Tetapi, merekrut, berangkatkan hingga prosedur terkait visa, paspor dan lainnya menuju Dubai, Doha, UEA. Kemudian, calon majikan datang ambil tenaga kerja untuk berangkat di negara – negara tujuan. Distribusi tenaga kerja wanita dari Dubai paling mayoritas. Distribusi ke berbagai negara – negara kawasan Arab secara ilegal atau visa ziarah (wisata).
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga ingatkan agar berikan upah sebelum keringat pekerja kering, bersabda; “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Bersegera tunaikan hak pekerja setelah selesainya pekerjaan, jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan.
Alangkah pedih dan sedih para pekerja buruh migran Unprosedural ini, tanpa ada perjanjian apapun dalam bentuk tertulis dengan majikan, perusahaan maupun agensi. Inilah penyebab kezaliman yang terjadi pada kebanyakan buruh migran Indonesia di Arab Saudi maupun belahan negara – negara kawasan Arab.
Al Munawi (Kompas, 27/04/2012) berkata, “Diharamkan menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering.” (Faidhul Qodir, 1: 718)
Menunda dan penurunan gaji pada pegawai padahal mampu termasuk kezholiman. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezholiman” (HR. Bukhari No. 2400 dan Muslim No. 1564)
Bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang menunda kewajiban, halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman” (HR. Abu Daud No. 3628, An Nasa-i No. 4689, Ibnu Majah No. 2427, hasan). Maksud halal kehormatannya, boleh saja kita katakan pada orang lain bahwa majikan ini biasa menunda kewajiban menunaikan gaji dan zholim. Pantas mendapatkan hukuman adalah ia bisa saja ditahan karena kejahatannya tersebut. (Kompas, 27/04/2012).
Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) pernah ditanya, “Ada seorang majikan yang tidak memberikan upah kepada para pekerjanya dan baru memberinya ketika mereka akan safar ke negeri mereka, yaitu setelah setahun atau dua tahun. Para pekerja pun ridho akan hal tersebut karena mereka memang tidak terlalu sangat butuh pada gaji mereka (setiap bulan).”
Jawaban ulama Al Lajnah Ad Daimah, “Yang wajib adalah majikan memberikan gaji di akhir bulan sebagaimana yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi jika ada kesepakatan dan sudah saling ridho bahwa gaji akan diserahkan terakhir setelah satu atau dua tahun, maka seperti itu tidaklah mengapa. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kaum muslimin wajib mematuhi persyaratan yang telah mereka sepakati.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 14: 390).
Mestinya, pemerintah Arab Saudi dan negara kawasan Arab lainnya harus memiliki ketegasan kepada para majikan, perusahaan dan agensi yang merekrut para pekerja. Pemerintah Indonesia, sebaiknya tegas dengan sikap moratorium yang sudah diterbitkan sebelumnya. Hal ini, pemerintah harus tegas menindak semua majikan, perusahaan dan agensi – agensi yang merekrut tenaga kerja ilegal (unprosedural).
Selama beberapa bulan ini, kasus buruh migran Unprosedural ini, ratusan muncul ke permukaan. Para agensi yang terlibat dalam perdagangan manusia tidak pernah mau bertanggung jawab. Ditambah lagi keterlibatan aparat penegak hukum melindungi mereka. Masalah pemulangan, gaji, penyiksaan, perbudakan hingga pelecehan seksual terus terjadi.
Maka, pemerintah dan penegak hukum segera proses hukum, tangkap dan adili para agensi yang terlibat perdagangan manusia. Jangan berikan tempat nyaman dan lindungi untuk mereka – mereka yang terlibat dalam perdagangan, perbudakan dan eksploitasi manusia.[]