Perikanan

Kronologis Penangkapan Nelayan Lobster Oleh Lantamal VII Kupang Nusa Tenggara Timur

PENYUSUN:

Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI)

Paguyuban Nelayan Sejahtera Sumbawa (PNS)

Gabungan Advokat Nelayan Indonesia (GANI)

LATAR BELAKANG

Nelayan Penyelam menggunakan Kompresor dan Snorkeling seringkali mendapat perlakuan ketidakadilan. Sasaran empuk bagi aparatur negara yang mencari sejumlah keuntungan.

Patroli laut oleh aparat diberlakukan oleh negara (pemerintah) yang diatur dalam UU dan peraturan tanpa tunjangan gaji, insentif dan pendidikan hukum yang kolaboratif. Aparat beroperasi sesuai hukum sendiri. Walaupun peraturan ada dengan penjelasannya. Tetap saja nelayan sasaran empuk bagi aparat melalui metode pemerasan, menakut-nakuti, dan ancaman. Bahkan, aparat kerap bertindak menangkap nelayan sesuai pesanan tengkulak yang bersaing mendapat hasil nelayan.

Tengkulak, Bohir – Bohir maupun pengusaha ini, menyerang nelayan dengan cara membayar aparat untuk menangkap nelayan. Hal inilah yang terjadi dalam dinamika menjadi nelayan lobster diberbagai pelosok negeri ini.

Peristiwa semacam ini, telah terjadi diberbagai tempat di seluruh Indonesia. Modus operandinya macam – macam model, mulai dari pemerasan, menakut-nakuti, membuntuti, menembak, bahkan alasan patroli. Hal itu terjadi dalam beberapa tahun ini, terhitung kasusnya sudah mendekat 27.000 kasus di seluruh Indonesia.

Wilayah yang kerap sasaran empuk penangkapan nelayan, seperti Bali, NTT, NTB, Kalbar, Kaltim, Sulsel, Kaltara, Jawa Timur, Aceh, Jawa Tengah, Jawa Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, Merauke, Bangka Belitung, Bengkulu, Sulut, hingga Gorontalo.

Padahal Menteri Kelautan dan Perikanan KKP menyadari paradigma penegakan hukum perikanan terhadap stakeholder. Terutama nelayan penyelam: yang menggunakan kompresor dan snorkeling.

Menteri KKP menyatakan; harus ada perubahan paradigma penegakan hukum dalam pelanggaran yang terjadi di sektor kelautan dan perikanan agar bentuk hukuman pemidanaan menjadi upaya terakhir. Harus kedepankan dialog, dan memanusiakan nelayan.

Adapun hal itu, terkait pengawasan dan sanksi, terjadinya perubahan paradigma yang luar biasa dalam penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan,” kata Menteri Trenggono di Jakarta, Rabu pada pada media Nusadaily.com 2021.

Berbagai bentuk pengawasan dan sanksi yang selama ini berorientasi kepada pemidanaan disempurnakan dengan mengedepankan bentuk sanksi administratif. Pendekatan pembinaan terhadap pelaku pelanggaran terutama yang tidak memiliki niat jahat adalah upaya pembinaan agar pemidanaan kembali kepada khittahnya, sebagai ultimatum remedium dan upaya terakhir dari penegakan hukum.

Menarik dari pernyataan Menteri KKP tersebut. Pasalnya, studi kasus nelayan penyelam Lobster Labuhan Mapin Sumbawa, NTB yang ditangkap oleh Lantamal VII TNI Angkatan Laut, Kupang NTT diperairan Utara Pulau Sumbawa atau Selatan NTT. Penangkapan terjadi, terlebih dahulu menakut-nakuti nelayan dan sambil merayu untuk geret kapal ke Pelabuhan Lantamal VII Kupang.

KRONOLOGIS PERISTIWA PENANGKAPAN NELAYAN:

Nelayan berangkat dari tanggal 30 Agustus 2023 menuju lokasi Selatan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapal dinyatakan layak melaut. Dokumen kapal lengkap yang diberikan pihak Syahbandar dan pemerintah. Sebelumnya, nelayan menyiapkan perbekalan sekitar ratusan juga dalam bentuk bahan pokok (persediaan).

Berangkat sejumlah 6 kapal dengan Anak Buah Kapal (ABK) sekitar 61 orang. Captain sekaligus juragan ada 6 orang. Semua terhitung 67 orang.

Kemudian, pada tanggal 07 September 2023 pada pukul 09.22 pagi, nelayan ke 67 orang ditangkap Lantamal VII Kupang, NTT di lokasi daerah dekat Pulau Nekliu. Sala satu alasan, Lantamal VII melihat Pergerakan kapal dari menara sinyal. Kemudian, dilakukan penyergapan dan penangkapan.

Pemeriksaan dilakukan, konon Lantamal VII tidak menemukan barang bukti berupa hasil tangkapan. Karena memang nelayan belum melakukan penangkapan Lobster. Lantamal VII hanya melihat kompresor diatas kapal tersebut.

Perdebatan antara nelayan dengan aparat Lantamal VII ini, terjadi alot. Terkesan Lantamal memberi ancaman dan menakut – nakuti nelayan. Ya, mau tak mau, nelayan tak ambil pusing dan pasrah. Dalam pemeriksaan saat penangkapan di Laut Pulau Nekliu. Lantamal VII AL memvonis dokumen tidak lengkap. Akhirnya, kapal dan nelayan ke 67 orang tersebut, dibawa ke Pelabuhan Lantamal VII Kupang, NTT.

Namun, setelah tiba di Pelabuhan Lantamal VII, dokumen pun diperiksa ulang satu per satu. Ternyata, dokumen nelayan seperti SIPPI, SIKPI, SLO, hingga dokumen pembayaran pajak dinyatakan lengkap. Namun, aparat tidak mau melepas. Tetap permainkan nelayan lewat Kompresor yang dijadikan barang bukti.

Aparat Lantamal VII membiarkan nelayan terpenjara dikapal sejak 07 September, Oktober hingga November ini. Selama kurun waktu 3 bulan berjalan. Lantamal VII tidak perhatikan kondisi dan situasi, tak ada prinsip perikemanusiaan yang adil dan beradab. Sejumlah 67 orang tersebut, dibiarkan di Pelabuhan Lantamal VII tanpa proses hukum yang jelas.

Sementara kebutuhan pangan: sembako sekitar 21 Juta Perkapal biaya berangkat selama 4 bulan penuh habis ludes dalam sekejap karena harus makan, mandi, serta kebutuhan hidup lainnya. Padahal dana 21 juta perkapal tersebut, merupakan pinjaman dari tengkulak yang bekerjasama dengan nelayan. Ditambah, mereka berdesak-desakan tidur diatas kapal, selama 3 bulan.

Lantamal VII Kupang, NTT sangat tidak prikemanusiaan. Aparat Lantamal VII ini tak pertimbangkan kehidupan nelayan. Psikologis nelayan selama 3 bulan mengalami sakit diare, pusing dan tekanan kejiwaan sangat berat. Lantamal VII telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Lantamal VII membiarkan nasib keluarga: anak istri dan dapur rumah tangga nelayan tidak mengepul. Lantamal VII telah bertindak diluar norma – normal keajegan dan norma nilai yang menjamin kesejahteraan nelayan.

Lantamal VII telah secara sengaja menghilangkan hak pendidikan anak – anak nelayan dan memangkas waktu nelayan harus mendapat pendapatan demi ekonomi keluarga nelayan.

Lantamal VII pun tidak pernah perhatikan kesempatan waktu nelayan untuk beribadah, beristirahat, makan, minum, mandi diatas kapal dipelabuhan itu. Padahal kondisi sembako, dan bahan pangan lain sudah habis. Mereka pun, tak diberikan waktu untuk keluar berbelanja bahan pokok.

Walaupun pada awal November 2023 ini, mendapat respon dari Dinas Kelautan dan Perikanan dengan memberikan bantuan berupa beras 250 kg, indomie 2 dus, biscuit 2 dus minyak dan lainnya.

PROSES HUKUM:

Harus menjadi perhatian semua pihak, terutama pihak swasta yang mempekerjakan nelayan dan juga pemerintah. Konon, Lantamal VII dalam dugaan mendapat pesanan dari Bohir (tengkulak) yang bersaing dalam usaha untuk menangkap nelayan. Padahal, nelayan, ABK dan juragan hanya sekedar mencari makan, nelayan kurang memahami apa yang boleh dan tidak boleh menurut aturan hukum yang berlaku.

Namun, aparat bekerja menangkap nelayan di duga lakukan operasi karena pesanan Bohir (tengkulak). Hal ini sangat disayangkan. Mestinya, aparat memberi pemahaman hukum tentang kelautan dan perikanan maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjalanan waktu 3 bulan, nelayan hanya dijanjikan dibebaskan. Berulang kali Lantamal VII berjanji bebaskan nelayan. Namun pembohongan yang terjadi.

Dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertulis “Untuk Keadilan” tapi perlakuan terhadap nelayan sungguh ketidakadilan. Penuh tipu muslihat yang dilakukan.

Lantamal VII melakukan BAP ala kadarnya. Secara hukum tidak terpenuhi. Dokumen BAP pertama, dikembalikan oleh kejaksaan tinggi Kupang, NTT. Begitu juga hasil perbaikan BAP kedua dan ketiga di tolak dan dikembalikan Kejaksaan.

Pada Minggu awal November ditetapkan sebagai tersangka. Lalu, tanggal 18 November 2023 barang bukti berupa kompressor diangkut dari pelabuhan ke kantor Kajati NTT. Sekaligus pemeriksaan awal para tersangka. Pemeriksaan dari Pukul 14.00 hingga malam hari.

Nelayan yang menjadi tersangka tidak ditahan dan dikembalikan ke Pelabuhan Lantamal VII Kupang, NTT untuk istirahat.

Dari sekian Jam, Hari, Minggu dan Bulan dari proses settingan Drama Drakor Hukum Lantamal VII ini, membuat semua pihak bertanya. Kalau tak memiliki dua alat bukti yang cukup. Maka mestinya para nelayan yang tersangka semuanya itu, bisa dipulangkan atau dibebaskan untuk membawa kapalnya keluar Pelabuhan Lantamal VII.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang dan proses hukum sebagai berikut;

1. Lantamal VII harus pertimbangkan tindakan moral atas penangkapan tersebut, karena dugaannya alat pemerasan dan pesanan tengkulak jahat.

2. Lantamal VII harus memiliki prinsip korsa, moralitas, etika dan kemanusiaan. Karena terkesan nyata menakut – nakuti nelayan.

3. Lantamal VII harus pertimbangkan aspek kemanusiaan yang harus memakai pendekatan keadilan dan keadaban terhadap warga negara seperti nelayan kecil yang sedang berusaha menghidupkan ekonomi keluarga dan pendidikan para anak-anaknya.

4. Lantamal VII di duga melakukan penyekapan dan pembatasan terhadap nelayan untuk mendapatkan hak – hak pembelaan diri seperti melarang nelayan mencari pendamping hukum (pengacara).

Sementara saran yang dapat disampaikan kepada Lantamal VII TNIAL, Mabes TNI, dan KSAL sebagai berikut:

1. Bebaskan nelayan dari daftar tersangka dan pertanggung jawabkan tindakan itu untuk dikembalikan kepada keluarga nelayan ke Labuhan Mapin Sumbawa.

2. Harap dijelaskan kepada publik bahwa penangkapan tersebut, murni dilakukan atas operasi penegakan hukum laut. Karena peraturan perundang – undangan semua Lantamal bertugas dan berfungsi di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Bukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang telah ditentukan berdasarkan UU Perikanan.

3. Kembalikan semua alat perlengkapan kapal nelayan seperti kompresor yang telah di sita sebagai barang bukti.

TUNTUTAN

Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia bersama Paguyuban Nelayan Sejahtera dan Gabungan Pengacara Nelayan Indonesia akan melakukan upaya tuntut balik pihak Lantamal VII sebagai berikut:

1. Melaporkan kepada pihak berwajib yang di duga telah melakukan pemerasan terhadap nelayan.

2. Melaporkan kepada Komnas HAM sebagai bentuk pelanggaran HAM terhadap nelayan yang di duga Lantamal VII melakukan pembiaran nelayan terkatung – katung menunggu kepastian hukum selama 3 bulan (September – November) yang berdampak pada kerugian: materil, hal pendidikan, hak keluarga dan hak – hal asasi nelayan itu sendiri.

3. Melaporkan Lantamal VII kepada Pengadilan Militer yang telah melakukan penangkapan diluar Wilayah yang telah ditentukan dan tak bisa membedakan wilayah tugas fungsinya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) untuk nelayan tradisional sesuai peraturan Perundang – undangan.

4. Melaporkan kepada LPSK atau lembaga perlindungan saksi. Karena Lantamal VII di duga melakukan tekanan terhadap nelayan saat pemeriksaan BAP dan menghalangi nelayan untuk di dampingi pengacara.

5. Melaporkan kepada Komisi IV dan Komisi I DPR-RI untuk meminta penguatan penegakan keadilan dan melawan berbagai bentuk kezaliman terhadap nelayan yang selama ini hanya mencari nafkah.

Demikian, latar belakang, kronologis kasus, proses hukum, kesimpulan, saran dan tuntan hukum dibuat sebenar-benarnya. Kronologis ini dibuat berdasarkan wawancara langsung terhadap nelayan.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih

Salam Juanda
Jung Juang
Maritim Berdaulat, Dilaut Berjaya

Lampiran:

1. Nama kapal
KMN SUPANI PUTRI

Nama Nahkoda
SUPARDI

Nama ABK
1.JONI
2.TAMRIN
3.JUHAEDI
4.WAYAN SARJIMAN
5.DIMAN
6.GILANG AJI PANGESTU
7.SAMSUDDIN
8.KAMARUDDIN
9.ANDI MUHARRAM
10.JUSNADI

2. Nama Kapal :
KMN PENGEMBARA

Nama Juragan
IRWAN HIDAYAT

Nama ABK
1.INDRA BAKTI SUSANTO
2.MARKARMA
3.M ERWIN SAPUTRA
4.GUNTUR
5.HASANUDDIN
6.SUPARDI
7.SABARUDDIN
8.SILVESTER AMLENI
9.ROBIANTO

3. Nama Kapal:
KMN ALQY JAYA

Nama Nahkoda;
Busra

Nama ABK;
Johan Saputra
Sabaruddin
Jamaluddin
Kamaruddin
Saripudin
Jumarlin
Irwan Dahlan
Taufik
Rian Pratama
Rizal

4. Nama Kapal:
KLM Azam Putra

Nama Nahkoda:
Saipullah

KKM:
Sofyandy

Nama ABK.
Jamaludin
Rolis
Rosandi
Alimudin
Yopan
Irwansah
Romansah
Bahari
M. Busir
Bustomi
RojanI

6. Nama Kapal:
KMN Dita Bahari 04.

Juragan:
Saharullah

Nama ABK:
Abu Yakla
Sudirman
Najamuddin
Samsuddin
Ari Gunawan
Pajri ansa
Andika
Agus Parlan
Abdul Kadir
Aminollah

7. Nama Kapal:
KMN: FAJAR JAYA FJ

Nahkoda:
Sirajuddin

KKM:
Bobi Mursadi
Negil Hairil
Dimas Saputra
Iskandar
Dapit
Waldi Anggara Putra
Ari Adesarbayuputra
Asrul Yadi
Muhammad Jirin
Adi Ardianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *