Artikel

ASN Hati-hati Like di Media Sosial Bisa Bikin Masalah Saat Pemilu

oleh: Agus Ola Paon (ASN Sekretariat KPU Provinsi NTT)

(Memberi) like di media sosial merupakan salah satu aktivitas warganet yang ingin menyatakan kesukaannya baik terhadap gambar, statement dan informasi yang sedang terpapang dalam dinding media sosial. Kadang like disertai dengan komentar singkat atau panjang, namun ada juga hanya sebatas like saja. Sepintas like itu sesuatu yang biasa atau lumrah dan menjadi aktivitas bermedia sosial yang paling gampang yang menunjukan respons terhadap sesuatu informasi

Namun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), like di media sosial dapat menjadi petaka terlebih pada masa pemilu maupun pemilihan karena hal tersebut melanggar netralitas ASN. Untuk itu ada dua hal mendasar yang perlu diketahui yakni rujukan regulasi dan kampanye melalui media sosial.

Rujukan Regulasi.

Larangan untuk “like atau menyukai” terhadap sebuah konten di media sosial oleh seorang ASN dalam kampanye pemilihan kepala daerah tertuang dalam Pasal 11 huruf (c) Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan bahwa “dalam hal etika, terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan”.

Atas dasar ketentuan tersebut Komisi ASN dalam Buku “Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara” (2018) menguraikan ketentuan Pasal 11 huruf (c) ini, bahwa PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik seperti:

a. PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.

b. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.

c. PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.

d. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.

e. PNS dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, visi misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, maupun keterkaitan lain dengan bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media Online maupun media sosial.

f. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.

g. PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik

Dengan demikian larangan untuk like atau menyukai dan berbagai aktivitas lainnya dengan menggunakan media sosial dalam pemilu maupun pemilihan sudah termuat dalam buku Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara dan telah menjadi panduan bagi pengawasan terhadap netralitas ASN.

Kampanye di Medsos

Merujuk pada regulasi Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota maka kampanye melalui media sosial merupakan bentuk kegiatan lain selain beberapa metode kampanye seperti Debat Pasangan Calon, Penyebaran Bahan Kampanye, Pemasangan Alat Peraga Kampanye, Pertemuan Terbatas, dan Kampanye melalui media.

Dalam regulasi tersebut terdapat sejumlah ketentuan yang wajib dipenuhi terkait kampanye melalui media sosial yakni:

a. Kampanye pada media sosial dilakukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik,Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye.

b. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik,Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dapat membuat akun resmi di media sosial untuk keperluan Kampanye selama masa Kampanye.

c. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik,Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye wajib mendaftarkan akun resmi di media sosial kepada KPU paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan Kampanye

d. Pendaftaran akun media sosial menggunakan formulir Model BC4-KWK untuk disampaikan kepada KPU sesuai tingkatannya, Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai tingkatannya; dan sebagai arsip Pasangan Calon.

Dilihat dari ketentuan tersebut maka kampanye melaui media sosial hanya diperbolehkan melalui media sosial yang terdaftar resmi di KPU. Menjadi persoalan ketika terdapat media sosial yang tidak terdaftar sebagai media kampanye memuat informasi terkait pasangan calon tertentu, visi dan misi yang disebarkan oleh kelompok atau orang perorangan. Terhadap hal ini maka dianggap sebagai pelanggaran karena tidak menggunakan akun resmi yang terdaftar pada penyelenggara pemilihan.

Realitas di lapangan menunjukan pula bahwa banyak akun medsos milik perorangan bahkan akun palsu yang digunakan untuk mengkampanyekan kandidat tertentu. Hal ini melanggar ketentuan karena kampanye media sosial hanya dilakukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik,Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, bukan orang perorangan sekalipun itu adalah pendukung pasangan calon.

Pemanfaatan media sosial juga sering melanggar waktu kampanye. Sesuai jadwal, maka kampanye baru dapat dimulai 3 (tiga) hari setelah penetapan pasangan calon dan berakhir 3 (tiga) sebelum pemungutan suara, namun faktanya penggunaan media sosial untuk mengkampanyekan kandidat tertentu sudah dimulai sebelum dan melampaui waktu kampanye hingga menjelang hari pemungutan suara atau melewati masa tenang. Hal ini jelas bertentangan karena kampanye media sosial hanya berlangsung pada masa kampanye.

Tahan diri

Terkait banyaknya ASN yang terlibat dalam kampanye medsos dan memberi ‘Like atau menyukai konten yang mendukung calon tertentu dapat disebabkan karena belum tersosialisasinya ketentuan tentang larangan secara baik sehingga dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan bukan pelanggaran.

Di tengah penggunaan media sosial yang cendrung meningkat ini, maka sebagai ASN perlu mewaspadai konten-konten yang berpihak kepada calon tertentu. Memang tidak dapat dihindari bahwa arus informasi di medsos mengalir seperti banjir sehingga butuh ketelitian dan kejelihan untuk memilih dan memilah informasi sehingga tidak terjebak dalam konten yang mengarah pada keberpihakan yang melanggar netralitas.

Sosialisasi yang masif dikalangan ASN terkait larangan ini menjadi sebuah kebutuhan untuk menciptakan Pilkada yang berkualitas yang ditandai dengan tingginya netralitas ASN. Tindakan terhadap pelanggaran netralitas ASN telah banyak dilakukan namun masih juga ditemukan adanya oknum ASN yang sengaja berpihak terhadap kandidat tertentu terlebih petahana yang maju lagi dalam pemilihan.

Pengaturan dari sisi regulasi sudah memadai, tinggal membutuhkan penegakan terhadap aturan. Perlu dibangun pula kesadaran ASN dalam bersikap mengingat tantangan di lapangan juga cukup berat. Pilihan antara netral dan berpihak sama-sama kuat bahkan sama-sama beresiko. Memilih netral yang sebetulnya sesuai dengan perintah aturan menjadi sesuatu yang menakutkan bagi ASN tertentu karena dibayang-bayangi perjalanan kariernya setelah pemilihan.

Untuk itu terkait dengan like di medsos dalam kampanye Pilkada, maka kuncinya terletak pada pengendalian diri ASN. Medsos sebagai sarana perlu digunakan secara baik dan benar, dengan yang lebih penting adalah mampu menahan diri, menahan jari jemari sehingga tidak berujung petaka, karena jejak digital dapat membuktikan ASN itu netral atau berpihak.

Semoga Kampanye Pemilihan Serentak 2020 selama 71 hari yang akan berlangsung pada 26 September hingga 5 Desember 2020 dapat berjalan aman, lancar dan sukses dan ASN sebagai abdi bangsa dan negara dapat berdiri netral pada tahapan ini hingga pemungutan suara demi terciptanya pemilihan yang berkualitas. (*)

Disadur dari media KPU.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *