Debat Berbuah Laporan Polisi Terhadap Nasta Oktavian
Painan, PilarbangsaNews.com, —
Debat paslon cabup/cawabup Bupati Pesisir Selatan, Sumbar, akhirnya berbuah laporan Polisi terhadap Nasta Oktavian cawabup 01 yang berpasangan dengan Rusma Yul Anwar.
Tidak hanya ke polisi, Nasta juga dilaporkan ke Bawaslu Pessel.
E.. Tapi Nasta kan sudah menyampaikan permohonan maafnya.
Apakah tidak ada maaf bagi Nasta Oktavian?
Sayangnya permohonan maaf Nasta Oktavian disampaikan ketika tim Hukum dan Badan Hukum Partai Nasdem telah melaporkan kasus ini ke Polisi baru kemudian menyusul Permohonan maaf Nasta.
Lagian permohonan maaf Nasta itu entah kepada siapa dia tujukan. Ibarat menembak, tembakan Nasta tidak pada sasaran bidik.
Apa yang membuat kubu paslon 02 membawa kasus ini ke jalur hukum?
Kita tilik dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Calon Bupati Pessel 01, Nasta Oktavian kepada Cabup 02 Hendrajoni, wajar kalau kubu paslon 02 menginterpretasikannya sebagai pertanyaan yang menuduh bahwa Hendrajoni terlibat dalam kasus korupsi di PDAM Langkisau Painan.
Sebab Hendrajoni dalam kasus ini sebagai saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut umum untuk didengar kesaksian dalam kasus korupsi PDAM Langkisau Painan dengan terdakwanya Gusdan Yuhelmi.
Baca juga;
Sejak dunia peradilan terbentang di dunia ini, yang namanya saksi tidak pernah dijatuhi hukuman oleh hakim yang menyidangkan kasus tindak pidana umum, khusus maupun tindak pidana korupsi.
Kecuali kalau saksi itu diproses oleh penyidik sebagai tersangka, kemudian dituntut oleh jaksa dalam sidang pengadilan dan dinyatakan bersalah. Itu namanya saksi yang pada akhirnya menjadi tersangka. Terhadap Hendrajoni tidak demikian halnya.
Dalam kasus ini, Hendrajoni benar dalam persidangan, ada saksi yang mengatakan bahwa dia menerima aliran dana dari terdakwa.
Namun sudah dibantah oleh Hendrajoni bahwa dia tidak pernah menerima uang seperti yang disebutkan oleh Nasta Oktavian.
Sekarang mari kita coba mengulit kalimat Nasta yang diajukan kepada Hendrajoni saat debat paslon yang disiarkan Padang TV itu.
“Bapak… Dimasa jabatan bapak, saya mohon izin ya pak, bapat tersangkut kasus korupsi. Dalam putusan pengadilan Tipikor no 47 tahun 2022 sudah Inkracht bapak bertanggung jawab penuh untuk mengembalikan itu uang sebanyak Rp 240 juta, kami sebagai masyarakat Pesisir Selatan tidak mengetahui apakah itu bentuk pertanggungjawaban bapak.. ..Bla bla bla…
Memang dalam pertanyaan itu Nasta Oktavian, tidak sepotong kalimat pun menyebutkan AMAR PUTUSAN , tetapi dengan kalimat diatas jelas pertanyaan itu bernada tuduhan.
Untuk jelas mari kita simak alinia diatas. Pertama; Nasta mengatakan, bapak tersangkut kasus korupsi.
Kemudian; Nasta mengatakan putusan No 47 tahun 2022 itu sudah Inkracht.
Berikutnya; Nasta mengatakan; Bapak bertanggung jawab penuh mengembalikan uang Rp240 juta.
Apakah kalimat itu kalimat betanya?
Tak perlu ahli bahasa untuk menilai kalimat itu, anak SD pun akan mengatakan bahwa pertanyaan Nasta Oktavian adalah bentuk pertanyaan tuduhan karena telah salah memahami putusan hakim.
Dari informasi yang diperoleh Nasta adalah seorang yang berstatus simbul sarjana Hukum jebolan dari Universitas Trisakti. Tapi itu bukan jaminan dia bisa memahami putusan hakum. Apalagi jika tak pernah mengikuti hakim beracara.
Sebagaimana yang dikatakan salah seorang advokat senior di Batam Dedy Suryadi SH MH, Pertimbangan hakim kasasi ini, jika dipahami oleh bukan orang yang mengerti hukum menimbulkan tafsir yang berbeda dan liar. Seperti pertanyaan yang disampaikan Nasta kepada Hendrajoni, seakan dalam putusan pidana memuat amar putusan untuk saksi juga.
“Konstruksi putusan hakim dalam perkara tindak pidana pada tingkat kasasi terdiri dari pertimbangan hakim terhadap memori atau kontra memori Jaksa Penuntut Umum, memori atau kontra memori terdakwa yang menjelaskan atau menggambarkan fakta persidangan di tingkat pertama, berupa pemeriksaan saksi dan bukti serta pemeriksaan terdakwa, dari pertimbangan tersebut kemudian hakim berkesimpulan yang dituangkan dalam bentuk amar putusan tentang nasib terdakwa bersalah atau tidak dan kewajiban sanksi yang dibebankan kepada terdakwa. Jadi putusan hakim ada pada amarnya, dalam amar putusan tersebut tidak logis dan tidak mungkin ada tersemat sanksi atau beban hukuman kepada saksi”, kata Dedy Suryadi, S.H., M.H seperti yang dirilis media ini edisi 14 November 2024.
Kalau kalimat itu bukan tuduhan, Bawaslu tak perlu merekomendasikan sanksi apa yang akan diberikannya kepada Cawabup Nasta Oktavian. Bawaslu cukup menjelaskan kepada si pelapor bahwa kasus yang dilaporkan itu tidak cukup bukti untuk dilanjutkan.
Betulkah begitu Bung Iki? Bang Iki yang dimaksud adalah Afriki Musmaidi Ketua Bawaslu Pesisir Selatan yang beberapa hari ini tak menggubris pesan yang saya kirim kepadanya. Dia tidak biasanya begitu, ada apa?