GIRIANG GIRIANG PERAK (Oleh ; Makmur Hendrik) Bag 83
Makmur Hendrik (foto dok pribadi)
Cakaran yang mirip tamparan seekor harimau. Tak ampun lagi, tengkuk Datuk Nago patah. Guru Gadang silat dari Painan ini menemui ajalnya saat itu juga. Benar benar luar biasa ketinggian ilmu Harimau Kumbang ini.
Amat jarang orang melihat dia muncul, apalagi berkelahi. Sudah sejak puluhan tahun yang lalu dia selalu menyembunyikan diri seperti gurunya Harimau Tambuntulang. Kini dia muncul, dan ternyata ilmunya tetap saja amat tangguh.
Kematian guru silat dari Pesisir Selatan itu amat tragis. Ilmunya sesungguhnya amat tangguh dalam ukuran pesilat pesilat di Minangkabau dewasa ini. Buktinya dia sanggup menewaskan Gampo Bumi. Bahkan barangkali dia masih akan sanggup melawan dan mengalahkan Pandeka Sangek, murid kedua Tambuntulang.
Kedua penyamun murid Tambuntulang ini saja sudah amat kesohor. Jarang tandingannya di Minangkabau saat itu. Tetapi, Harimau Kumbang memang benar benar bukan lawan Datuk Nago. Bukan karena ilmunya yang masih rendah. Tidak.
Pesilat pesilat di Minangkabau tahu benar siapa Datuk Nago. Seorang pendekar dan guru silat jujur dan disenangi karena suka membuat humor. Juga mempunyai ilmu yang disegani. Meskipun dia belum menganut agama Islam, karena Islam saat itu baru berkembang di bahagian pantai saja, yaitu dimana pedagang pedagang dari Aceh dan Gujarat banyak singgah, tetapi dia amat simpati pada perjuangan agama Islam tersebut.
Buktinya dia bersedia membantu melawan Belanda kelak di Painan. Kesediaannya itu sudah dia nyatakan disaat rapat di Balairung sebelum si Giring Giring Perak muncul. Tuanku Nan Renceh, Rajo Tuo dan Tuo Lintau bukannya tak berniat membantu Datuk Nago tadinya.
Begitu serangan yang mematikan itu datang, yaitu saat perutnya akan dirobek dan saat tengkuknya akan dipukul patah, ketiga pesilat tangguh ini diam diam telah turun tangan membantu.
Untuk menyerang maju mengeroyok, adalah suatu hal yang tercela. Tapi membantu mengurangi kekejaman adalah kewajiban mereka. Rajo Tuo, pesilat tua ayah Puti Nuri itu, disaat perut Datuk Nago akan dicabik oleh kuku Harimau Kumbang tadi, dengan kemahirannya yang amat tinggi melemparkan enam batang pisau kecil.
Senjata rahasia ini melesat ke enam bagian di tubuh Harimau Kumbang yang amat berbahaya. Demikian pula Tuo Lintau. Guru silat masyhur dari Lintau ini mengibaskan tangan. Dari tangannya tenaga dalam yang dahsyat datang menggebu menghantam Harimau Kumbang yang tengah melambung ke arah Datuk Nago.
Namun ternyata pertolongan kedua orang ini sia si. Bahkan diri mereka sendiri hampir hampir celaka. Saat meluncur dalam serangan yang mematikan itu, Harimau Kumbang sempat mendengar ada senjata rahasia yang dilemparkan padanya. Dia merasakan adanya gelombang tenaga batin yang hebat menyerang.
Dia jadi berang. Tanpa mengurangi kecepatannya dalam meluncur menyerang Datuk Nago, kepalanya berpaling ke arah datangnya senjata rahasia dan pukulan tenaga dalam itu. Hanya dalam beberapa detik, dia menghimpun tenaga.
Kemudian serentak dengan raungannya seperti raungan harimau lapar, mulutnya menghembus ke arah datangnya serangan itu dengan sepenuh tenaga batin. Murid tertua Harimau Tambuntulang ini memang benar benar tangguh.
Baik serangan pisau rahasia Rajo Tuo maupun serangan dalam bentuk pukulan tenaga batin yang dilancarkan oleh Tuo Lintau, dipukul berantakan oleh tiupan berisi tenaga dalamnya itu. Lebih menakutkan dari itu adalah, pukulan dan pisau yang dilemparkan itu justru berbalik secepat datang tadi ke arah pemiliknya.
oOo
Bukan main terkejutnya Rajo Tuo dan Tuo Lintau. Mereka cepat cepat menyingkir dari tempat mereka tegak. Rajo Tuo justru hampir celaka terkena salah satu pisau beracunnya sendiri. Dari sini dapat dibayangkan betapa dahsatnya kepandaian Harimau Kumbang ini.
Dan begitu serangan rahasia itu dia patahkan, serangannya sendiri tetap merobek perut Datuk Nago.
Kemudian ketika dia sudah terpelanting kena sepak Datuk Nago, dan dalam loncatannya untuk menghantam Datuk Nago, Tuanku Nan Renceh melihat betapa krisis dan berbahaya keadaan Datuk Nago itu.
Sebenarnya dia tak mau turun tangan mengeroyok dengan membantu Datuk Nago. Karena dalam menuntut ilmu, pesilat diajarkan agar mereka berlaku satria. Tetapi dia tak sampai hati melihat penderitaan Datuk Nago. Apalagi kepandaian datuk ini memang berada beberapa tingkat di bawah Harimau Kumbang.
Dengan pikiran begini, Tuanku Nan Renceh menghantamkan tasbih di tangannya. Sama seperti dia menolong teman Datuk Sipasan tadinya, saat ini pun, begitu tangannya bergerak begitu biji tasbih itu meluncur kencang ke arah Harimau Kumbang.
Kalau tadi yang dia pergunakan hanya sebuah biji tasbih, kali ini karena lawannya sangat tangguh, dia melepaskan lima buah bijih tasbih sekaligus. Tempat yang dia serang adalah dua biji ke arah tangan kanan Harimau Kumbang, dua biji ke arah urat di antara tulang belikatnya.
Kemudian yang sebiji lagi menyerang urat besar di pinggang. Jelas bahwa bantuan ini tidak akan mencelakakan, melainkan hanya bermaksud untuk melumpuhkan sesaat si Harimau Kumbang itu. Tapi kembali semua mereka dibuat terkejut oleh kehebatan murid tua Harimau Tambuntulang ini.
Serangan bijih tasbih Tuanku Nan Renceh, seorang Ulama Islam yang sudah terkenal ketangguhannya itu, dibuat tiada arti olehnya. Biji tasbih yang dilontarkan dengan tenaga dalam tangguh itu tatkala mengenai tangan Harimau Kumbang, melenting kembali seperti membentur dinding batu.
Bersambung ke bag 84