HukumPessel

Ahli Hukum Pidana UI :  Penyitaan Barang Bukti Kasus Wabup Pessel Tidak Lewat Prosedur

PILARBANGSANEWS. COM. PAINAN,- Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,  Eva Achjani Zulfa, mengatakan, ada kelemahan dalam proses manajemen penanganan kasus Penebangan dan pengrusakan hutan di Kawasan destinasi wisata Mandeh. Yakni, terkait dengan penyitaan barang bukti. 

“Ada sejumlah prosedur yang dilupakan oleh penyidik KLHK terutama terkait prosedur penyitaan yang dilakukan   tanpa izin dari Pengadilan. Faktanya, izin baru disampaikan setelah peristiwa terjadi. Padahal menurut KUHAP  izin  harus didapat sebelum dilakukan penyitaan,” demikian  disampaikan Eva Achjani Zulfa Ahli Hukum Pidana UI ini saat tampil memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Painan, terkait penetapan Wabup Pessel sebagai tersangka kasus perambahan dan  pengrusakan hutan di kawasan destinasi wisata Mandeh, Tarusan.

Dalam proses penyelidikan, kata Eva,   tim penyidik KLHK telah mengabaikan sejumlah hal penting. Bahkan, kelemahan serupa sering dilakukan tim penyidik ketika dilapangan. Dan kekeliruan itu, juga sekaitan dengan pemeriksaan prosedur adminitrasi.

“Dalam prakteknya, hal ini sering dianggap sesuatu yang sangat sepele. Sehingga menjadi hal yang semprono ketika dilapangan,” ungkapnya.

Dia juga menyoroti kewenangan KLHK yang dinilai lalai dalam menerapkan aturan turunan yang semestinya bisa menjadi acuan. Sebab, persoalan lingkungan hidup dinilai memiliki karakteristik berbeda pada tindak pindana umum lainnya.

“Terkait koordinasi, semestinya penyidik harus mengacu kepada peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2010. Sebab, itu tidak bisa diabaikan karena itu merupakan aturan turunan dari KUHAP,” jelasnya.
Baca berita sebelumnya klik disini:

Penyidik PNS Merasa Tak Perlu Hadirkan Saksi Dalam Sidang Praperadilan Kasus Wabup Pesisir Selatan



Sementara itu, Kasubdit KLHK Shaifuddin Akbar membantah perihal tersebut. Menurutnya, segala yang dilakukan pihaknya dilapangan mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga ditetapkan orang nomor dua di Kabupaten Pesisir Selatan itu sebagai tersangka, sudah melalui aturan dan prosedur hukum yang jelas. 
“Tentang pedoman penyidikan tindak pidana lingkungan hidup, pihak kita tetap mengacu pada Permen LH No 11 Tahun 2012. Disana dijelaskan, dalam keadaan mendesak dan untuk melengkapi sejumlah alat bukti, maka penyitaan dapat dilakukan penyidik lebih dahulu. Setelah itu, baru dilaporkan ke Pengadilan Negeri setempat, untuk memperoleh persetujuan,” terangnya.  

Dijelaskannya, dalam pelaksanaanya suatu tindak pidana di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat diketahui dari sejumlah laporan masyarakat atau petugas secara tertulis atau lisan, tertangkap tangan oleh masyarakat atau petugas atau keaadan yang diketahui langsung oleh Penyidik PPNS KLHK. Sedangkan laporan yang diajukan secara lisan maupun tertulis dicatat oleh penyidik, kemudian dituangkan dalam laporan kejadian yang ditandatangani oleh Penyidik. 


Sebab, laporan kejadian merupakan data awal terjadinya suatu tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan merupakan dasar bagi Penyidik PPNS KLHK untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan dan penyidikan.

“Nah, dalam keadaan mendesak seperti adanya ranting mangrove yang rusak atau sedimen lumpur disejumlah kawasan Mandeh yang rusak, itu bisa dikatakan benda bergerak. Sebab, barang bukti tersebut cepat hilang. Tadi dalam persidangan Buk Eva (Tim Ahli) juga membenarkan hal itu. Kalau pihak kita menyalahi aturan, tidak mungkin pihak Pengadilan mengeluarkan surat penetapannya,” ungkapnya.

Ditambahkannya, sebelumnya surat permohonan penetapan sita, sudah dikeluarkan pihak Pengadilan pada tanggal 7 November 2017. Saat itu, ada dua surat sita yang dikeluarkan, yakni untuk dokumen bukti sita dari Ketua Pengadilan Negeri Painan dengan nomor penetapan 113/Pen.Pid/2017/PN.Pnn tanggal 7 November 2017 dan sampel penetapan sita dari Ketua Pengadilan Negeri Painan dengan Nomor Penetapan 114/Pen.Pid/2017/PN.Pnn tanggal 7 November 2017.

“Saat itu kita memasukan surat pada tanggal 20 Oktober 2017. Namun, baru dikeluarkan Pengadilan tanggal 7 November 2017. Jadi, perlu kita tegaskan kembali, pihak kita hanya menjalankan tugas sesuai aturan hukum yang berlaku. Penetapan Wabup Pessel Rusma Yul Anwar sebagai tersangka sudah melalui aturan dan prosedurnya,” tutupnya.

Sidang akan dilanjutkan hari Kamis (14/12),   pukul 09.00 dengan agenda masih mendengarkan keterangan 2 saksi dari pemohon, keterangan ahli 1 urang dari termohon jam 13.00. (Okis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *