.

Kapolres Solok Kota; Politik Jauh Dari Agama Akan Picu  Politik Uang, Ketidakjujuran Dan Intimidasi

.

PILARBANGSANEWS. COM. SOLOK – Berbeda dikit dengan yamg disampaikan petinggi di ibu kota, di Masjid tak boleh membicarakan politik, namun bagi Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan boleh-boleh saja bila ada yang bicara masalah politik di masjid. Tujuannya agar orang Islam tidak dipolitisi oleh pihak lain yang ingin bagaimana umat Islam tetap tidak memiliki perspektif untuk maju.

Yang tidak boleh adalah mempergunakan masjid sebagai tempat kampanye, menurut Dony, politik yang jauh dengan agama, akan memicu terjadinya politik uang, ketidakjujuran, intimidasi, serta ancaman kekerasan.

“Setiap kali Pemilu, masjid selalu diincar peserta pemilu untuk berkampanye. Hal itu karena murah dan mudah mengumpulkan orang tanpa biaya besar. Namun, masjid merupakan tempat bertemunya masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial, budaya, politik, dan paham keagamaan. Karena itu, masjid harus bersih dari sentimen SARA, ujaran kebencian dan hoax,” katanya saat Focus Group Discussion (FGD) pengurus masjid se-Kota Solok dan Kabupaten Solok di Aula Polres Solok Kota, Senin (30/4). FGD yang bertema Tolak Paham Radikal, Tolak Berita Bohong (Hoax) dan Tolak Politik Praktis Di Masjid, juga diikuti oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Solok, Polres Solok Kota, Kodim 0309 dan Kementerian Agama Kota Solok.

Acara FGD itu ditaja oleh Kapolres bekerja sama dengan majelis Ulama Solok dan para pengurus Masjid di Solok Kota.

Lebih lanjut, Dony Setiawan mengingatkan bagi para pelanggar ada ancaman hukuman. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf h UU RI No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Yakni Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang : menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Kemudian Pasal 521 UU RI No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yakni setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta.

“Bila ada yang ingin menggunakan masjid untuk sebuah kegiatan, tanyakan dulu detail kegiatannya. Bila ada yang ceramah isinya diduga terselip kampanye, rekam dan kirim ke Panwas atau Polres. Masyarakat berhak untuk menghentikannya,” ungkapnnya.

Sementara itu, Ketua Panwaslu Kota Solok, Triati, menyatakan Pemilu 2019 akan ada 5 kotak surat suara. Masyarakat akan memilih anggota DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI dan Presiden. Triati meminta seluruh tahapan dan proses pemilu agar diawasi bersama. Sehingga akan tercipta Pemilu yang berkualitas.

“Kita harapkan seluruh masyarakat memastikan dirinya dan keluarganya menjadi peserta Pemilu 2019. Pelaksanaan coklit dilaksanakan 17 April 2018 hingga 17 Mei 2018. Mari kita sama-sama ingatkan masyarakat agar semua masyarakat terdata untuk melakukan hak pilihnya. Jangan apatis, sehingga memilih untuk tidak memilih. Sebagai pengurus masjid jangan ikut berkampanye,” ungkapnya.

Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Solok, Afrizal Thaib, dalam ceramahnya menyatakan tidak ada larangan berpolitik di masjid.

Menurut Afrizal, politik sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Namun dalam bingkai negara kesatuan republik indonesia (NKRI), Afrizal menyatakan bahwa yang tidak diperbolehkan adalah melaksanakan politik praktis di masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya. Berpolitik yang diperbolehkan di masjid menurutnya adalah pengajaran tentang kebangsaan dan keadaban.

“Kalau rajin ke masjid untuk menarik simpati masyarakat, boleh-boleh saja, meskipun itu adalah salah satu cara berpolitik. Yang tidak boleh itu adalah berpolitik praktis. Jangan jadikan masjid sebagai ajang tempat berkampanye. Memasang alat peraga dan melakukan kegiatan dakwah dengan berpolitik praktis,” ujarnya. (Rijal Islami)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *