Dampak Ekologis Dari Eksploitasi Batu Bara Di Provinsi Bengkulu Berada Dititik Nadir
.
PILARBANGSANEWS. COM. BENGKULU,-– Forum pertemuan Pengusaha Batubara “COAL TRANS ” yang telah berlangsung dari tanggal 7 s.d 9 Mei 2018 di Bali, oleh Eksekutif Daerah Walhi Bengkulu harus bertanggung jawab atas dampak bencana ekologis besar di Provinsi Bengkulu, akibat dari kegiatan ekploitasi batubara di bumi Raflesia Bengkulu.
Walhi Bengkulu mencatat ada 38 Iup pertambangan batubara di Provinsi Bengkulu,
“259.141 Ha Wilayah Provinsi Bengkulu dikuasai oleh Pertambangan Batubara baik di dalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan” kata Teo Reffelsen (Manager Analisis Kebijakan Publik dan Hukum Lingkungan Eksekutif Daerah WALHI Bengkulu)
Dampak dari aktivitas pertambangan batubara di Provinsi Bengkulu adalah, Rusakya sungai-sungai Bengkulu yang menjadi bahan baku utama PDAM, Irigasi sungai, Wilayah Tangkap Nelayan, selain itu juga menghancurkan habitat dan koridor jelajah satwa langkah sepeti Harimau Sumatera, Deforestasi dan Degradasi kawasan Hutan, Bencana Ekologis dan Hancurnya Wilayah Kelola Rakyat di kantung kantung aktivitas pertambangan batubara.
“krisis ekologis di Provinsi Bengkulu yang disebabkan oleh daya rusak pertambangan sudah mencapai titik nadirnya, rusak permanen nya sungai Bengkulu yang menjadi bahan baku utama PDAM tidak disikapi serius oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan Aparat Penegak Hukum, kondisi tersebut megakibatkan terlaggarnya ha katas air bersih warga Bengkulu yang menjadi konsumen PDAM” Teo Reffelsen.
Dari segi kemiskinan hadirnya pertambangan batubara semakin melanggengkan krisis sosial tersebut.
“Di Desa Rindu Hati, Bengkulu Tengah aktivitas Pertambangan Batubara oleh PT. Bara Mega Quantum menghancurkan lahan pertanian masyarakat Desa, ada 30 ha sawah masyarakat yang tercemar limbah berminyak jumlah lahan pertanian yang rusak akan terus bertambah jika aktivitas perusahaan tidak dihentikan permanen, selain itu fakta yang ditemukan oleh WALHI bersama masyarakat diketahui bahwa sungai rindu hati juga tidak luput dari pencemaran tersebut, Kondisi ini juga terjadi di Desa Surau”. Ujar Teo Reffelsen
Selain itu Pembangunan PLTU di Teluk Sepang akan menambah catatan kelam pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Bengkulu.
“ Pembangunan PLTU diteluk sepang akan memperparah kondisi krisis sosial ekologis di Provinsi Bengkulu karena masyarakat akan terpapar debu dan asap PLTU, selain itu pembangunan PLTU Bengkulu juga menabrak regulasi RTRW Pulau Sumatera, Provinsi Benegkulu dan Kota Bengkulu, juga tidak terintegrasi dengan kajian Lingkungan Hidup strategis”. Teo Reffelsen.(jsh)