.

Diragukan Idenpendensi TPF PWI Ungkap Fakta Kematian Wartawan M Yusuf

PILARBANGSANEWS. COM. JAKARTA,– Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke meragukan idenpendensi TPF (Tim Pencari Fakta) bentukan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dalam menelisik kasus meninggalnya Mohamad Yusuf, wartawan Sinar Pagi Baru yang tewas di tahanan Polres Katabaru.

“Ya…, saya meragukan hasil kerja mereka, fakta apa yang akan mereka ungkapkan. Kalau soal kenapa M Yusuf meninggal cukup polisi, kalau persolan penyebab kematian cukup ahli forensik,” ujar Wilson Lalengke menjawab Pilarbangasanews.com lewat pesan WhatsAppnya, Kamis dini hari (22/6).

Wilson menuding jangan jangan TPF bentukan PWI pusat itu ada pihak yang membiayai.

“Paling ending nanti, PWI akan mengeluarkan pernyataan bahwa almarhum meninggal secara wajar,” ungkap Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Menurut Wilson, aroma tidak sedap itu mencuat, berdasar informasi yang diperolehnya, dua hari setelah meninggalnya Mohammad Yusuf, ratusan wartawan di Kalsel “pesta pora” di rumah Gubernur Kalsel. Seperti diketahui, Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, adalah paman kandung Haji Isam.

“Walau tema acara buka puasa bersama, tapi H. Isam bagi-bagi ampau,” ungkap Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu. Dia menyebut, wartawan junior dan kroco menerima ampau sebesar Rp 500 ribu. Sedang Pemred maupun owner media diguga mencapai belasan juta.

Baca juga ;

Wakapolri Tak Setuju Dengan Tidakan Polres Kotabaru Yang Pidanakan Wartawan M Yusuf

PWI Pusat Bentuk Tim Pencari Fakta Kematian M. Yusuf

Salah seorang Wartawan yunior dari Kalimantan Selatan membenarkan dirinya menerima ampow dengan jumlah nominal yang lebih dibanding bulan Ramadhan tahun lalu.

“Maksudnya apa itu? Tak masuk dalam nalar saya,” tulisnya di WA seraya menyebut bahwa wartawan telah hilang rasa empati sesama wartawan.

“Kawannya tewas di penjara, eh, malah mereka berbahagia dibagi THR oleh simafioso itu,” sambungnya Wilson.

Lagi-lagi Wilson menyebut mereka gerombolan pecundang gila. “Semua wartawan di sana penakut, penjilat,” ujarnya.

Wilson juga meminta hati-hati terhadap manuver PWI yang dinilainya pengkhianat pers. “Waspada dan siapkan semangat perlawanan,” pintanya kepada jajaran pers yang tidak tercatat pada PWI dan Dewan Pers.

Apalagi, tambahnya, mendiang Mohammad Yusuf tidak tercatat sebagai anggota PWI, yang selalu dicibir dan dianggap sebelah mata sebagai wartawan abal-abal.

“Lho kok, tiba-tiba mereka peduli menelisik kematian almarhum dengan membentuk TPF,” ujar Wilson.

Begitupun Ketua Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Taufiq Rachman SH, Ssos, juga mensinyalir ketidakberesan PWI sebagai TPF.

“Kan, PWI selama ini tidak pernah membela wartawan yang bukan anggotanya. Lho kok sekarang, adanya dugaan pelanggaran berat tewasnya mendiang, kok PWI punya solidaritas tinggi. Mau jadi pahlawan kesiangan,” semprot Taufiq.

Padahal, menurut dia, tewasnya Mohammad Yusuf, tak bisa dilepaskan dari induk semangnya PWI, Dewan Pers. Sebab, Dewan Pers yang memberikan rekomendasi kasus almarhum tindak pidana. Bukan delik pers.

“Rekomendasi itu yang membuat penyidik menahan sehingga tewas di tahanan,” ujar Taufiq yang menyakini tidak adanya pembelaan dari Dewan Pers.

“Jika ada, saya yakin nasib Mohammad Yusuf tidak mengenaskan,” sambungnya.

Taufiq menyebut, andai saja rekomendasi meminta H. Isam untuk melakukan bantahan sesuai Kode Etik Jurnalistik, kasusnya tidak akan seperti itu.

“Cuma, karena Dewan Pers memandang sebelah mata, ya akhirnya Allah punya cara lain membuka aib diskriminasi Dewan Pers pada wartawan di Indonesia,” papar Taufiq (IPJI/PPWI/YY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *