NTB

Catatan DR Budhi Mulyadi Dt Bandaro Sati Relawan Di Lombok NTB (1)

Musibah gempa di Lombok NTB 5.6 SR yang terjadi tgl 29 Juli 2018, banyak terdapat korban jiwa, ingin rasanya ikut kesana sebagai relawan, tapi kesibukan harian mengalahkan keinginan itu. Saya gagal ke Lombok pada waktu itu.

Saat gempa terjadi lagi 7.0 SR pada tgl 5 Agustus 2018, rasa ingin kesana sudah tak tertahan rasa, ingin menolong saudara kita yang mendapat musibah.

Semua rencana disiapkan, ambulance disiapkan utk jalan darat dari Jakarta Bali dan Lombok yg diperkirakan ditempuh selama 4 hari. Jadwal kontrol untuk persiapan operasi tangan saya yang patah, kontrolnya di RSCM di Jakarta saya tunda demi bisa membantu saudara di Lombok.

Untuk ke Lombok pastilah memerlukan biaya, saya mulai menggalang dana melalui yayasan mitra ummat bahagia. Namun penggalan dana dimulai, tiba-tiba ada telpon dari ketua umum Himpunan perawat gawat darurat dan bencana Indonesia (HIPGABI) untuk berangkat dengan pesawat dibiayai Hipgabi semua. Saya sebagai sekretaris 1 pengurus pusat Hipgabi. Sembari mendengar berita korban gempa Lombok yang ratusan orang rumah, kantor, rumah ibadah hancur, warga tinggal di tenda sangat sederhana. Ambulance mitra ummat tetap dipersiapkan berangkat dengan tim yang berbeda.

Alhamdulillah tgl 8 Agustus 2018 jam 12. Mendarat di bandara internasional Praya Mataram NTB. Langsung ke lokasi gempa yang jaraknya 45 KM. melewati kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara. Melewati kampung simanusia tercepat Lalu Muhammad Zohri yang menjadi juara dunia lari 100 M, di Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara.

Macet…, wah sungguh sangat parah, karena saat itu baru saja terjadi Gempa susulan 6,2sr. hampir separuh perjalanan ke desa ini Puluhan kilometer akhirnya ditempuh dengan jalan kaki, . Sampai di lokasi pusat koordinasi di ibukota kabupaten Lombok Utara. Di kec. Tanjung. RSUD, kantor bupati sekolah, masjid, rumah semua hancur dan tidak bisa dipakai.

Kami relawan bergabung dengan relawan seluruh Indonesia dan menginap di tenda di pekarangan RSUD kab Lombok Utara. Fasilitas RS yg bisa dipakai adalah musholla, utk WC relawan manfaatkan ruang bangsal yang rusak berat dan berisiko. Yang bagus hanya bangunan kamar jenazah yang dimanfaatkan oleh relawan. Seluruh pasien dirawat ditenda di depan RS.petugas RS juga menjadi korban gempa dan keluarga nya. Akhirnya perannya diganti oleh relawan yang datang.

Koordinasi berjalan sesama relawan diselingi gempa susulan yang kecil. Menginap di tenda tgl 9 Agustus 2018 sedang rapat kordinasi untuk bantu relawan tiba tiba datang gempa besar seperti digoyang diatas kapal 6,2 SR. Banyak bangunan runtuh lagi. Alhamdulillah tidak ada korban bertambah di RS itu, jumlah korban gempa sangat banyak, data resmi dan terverifikasi ada di BNPB. Korban tersebar di bukit bukit, mereka mengungsi karena takut isu tsunami bakal datang.

Infrastruktur jalan dan jembatan rusak akibat gempa, dan ini membuat desa jadi terisolir.

Diantara sekian banyak desa yang terisolir akibat aksesibilitas tertimbun tanah longsor dan jembatan putus, ada salah satu desa yang belum pernah didatangi relawan. Desa itu terletak di Dusun Jangkar, desa Jenggala kec Tanjung kabupaten Lombok Utara.

Biasanya hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor dengan kondisi daerah berbukit terjal karena gempa putus akses, dusun ini dihuni oleh 200 KK. Kami putuskan untuk mengunjungi dengan jalan kaki selama 5 jam perjalanan menembus hutan, bukit terjal berbatu diselingi tanah berpasir yang tidak stabil dan longsor kanan dan kiri.. melewati sungai.

Kami telah sampai di lokasi. Warga menunggu dan menyambut kami para relawan dengan muka yang gembira, kami disuguhi air kelapa, desa ini terkenal dengan produksi/ penghasil kelapa terbesar di Lombok.

Usai minum air kelapa, kami mulai menyisir satu persatu warga yang tersebar di bukit bukit. Mereka trauma,banyak yang luka, patah yang belum mendapatkan pertolongan pertama.

Rumah rumah disini banyak yang hancur, mereka mengungsi dan tinggal di tenda yang sederhana dan bocor. Bahkan karena berhari hari tinggal di tenda banyak yang demam,ISPA, diare.

Ekonomi di desa ini lumpuh, warga tidak bisa bekerja, umumnya ekonomi warga tergantung dari hasil kebun kelapa. Mereka takut memetik hasil panen tanaman kepalanya, takut kalau kalau saat diatas Batang kelapa terjadi Gempa bumi, resikonya karena terjatuh dan gatal akibatnya.

Karena warga takut panjat pohon kelapa, tentu panen tidak dapat dilaksanakan, akibatnya warga tak memiliki uang , kalau ada hanya untuk membeli makanan.

Kami obati satu persatu warga. Ketika ditanya apa obat yang dibutuhkan dijawab oleh ibu ibu “kami butuh pil KB” saya dan tim bingung sambil tersenyum terbayang kehidupan mereka tinggal di tenda bersama. Masih butuh pil KB he he he.

Saat perjalanan dan mengobati warga gempa masih terasa. Diperkirakan gempa susulan akan terus berlangsung menjelang proses reposisi alam terjadi.

Warga tinggal di tenda. Mereka butuh perhatian kita semua bantuan fisik, material, dana, dan mental apalagi anak anak yang trauma akibat gempa susulan sering terjadi dengan kekuatan yang cukup besar. (Bersambung…)

Penulis adalah DR Budhi Mulyadi Dt Bandaro Sati M.Kep.Ns.Sp Kep.Kom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *