China Lebih Unggul Perang Dagang Dibanding AS
Surabaya, Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia yaitu AS dan RRC mencapai babak terpanas dengan saling menaikan tarif bea masuk bagi produk produk di kedua negara di tambahi dengan pelepasan senjata pamungkas dibidang teknologi.
Presiden AS Donald Trump memutuskan meluncurkan senjata pamungkas dalam perang dagang dengan RRC dengan melakukan larangan masuk bagi produk teknologi perusahaan Teknology China Huawei dan memutuskan semua kontrak pemanfaatan hak patent inovasi Teknology Tinggi IT kepada Huawe dan menuduh Huawei adalah perusahaan IT yang berhubungan dengan paham komunis serta menuduh produk produk Huawei dibuat untuk memata matai Amerika Serikat.
Tidak terima dengan tindakan Donald Trump, Pemerintah China melakukan balasan dengan ancaman tidak akan menjual Tanah Jarang ke pihak AS.
Tanah Jarang adalah produk mineral logam yang sangat penting bagi pengembangan inovasi peralatan canggih di dunia komputer, komunikasi, mobil listrik, pesawat ruang angkasa, Kapal Selam bahkan Rudal Balistik antar benua.
Kandungan Tanah Jarang banyak terdapat di wilayah China dan hampir 2/3 ekspor Tanah Jarang ke seluruh dunia dikuasai oleh RRC termasuk AS adalah importir Tanah Jarang terbesar kepada RRC.
Ancaman China untuk menghentikan ekspor Tanah Jarang ke AS diharapkan oleh RRC akan menghambat teknologi AS dalam perlombaan inovasi teknologi masa depan.
Tanah Jarang menjadi trend pemberitaan dalam perang dagang antara AS dan China sekaligus menjadikan Tanah Jarang sebagai kekuatan Geo Ekonomi dan Geo Politik dengan nilai tawar yang sangat kuat.
Selain China sebagai negara dengan cadangan Tanah Jarang terbesar di dunia, Tanah Jarang juga terdapat di negara negara lain seperti juga Indonesia.
Mentri Perindustrian Airlangga Hartarto dilasir dari Kompas pada 24/8/2018 mengungkapkan bahwa Indonesia punya cadangan Tanah Jarang yang perdagangannya belum banyak memberikan kontribusi yang significan kepada pemerintah dengan ekspor Tanah Jarang berupa bahan mentah monazite, xenotime, zircon, dan ilmenite.
Lebih lanjut Airlangga Hartarto mengungkap bahwa saat ini Balai Besar Logam dan Mesin memiliki pengujian di skala laboratorium. Tentu nanti kami akan mencari karena sumber logam tanah jarang ada di Indonesia. Baru nanti skalanya dibesarkan,”.
Saat ini Indonesia belum mampu mengolah Tanah Jarang (Rare Earth) karena tingkat kerumitan pengolahan dan biayanya yang mahal untuk mengolah Tanah Jarang serta belum adanya investor di dalam negeri yang mau mengolah Tanah Jarang ungkap Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan Pemurnian Mineral Indonesia Jonatan Handojo.
Jika RRC benar benar menghentikan ekspor mineral logam Tanah Jarang ke AS maka AS akan mencari sumber impor Tanah Jarang termasuk ke Indonesia dimana Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari Perang dagang antara RRC dan AS, sebuah “keuntungan kecil” bagi Indonesia karena hanya menjual mineral penting dalam bentuk mentah di banding jika kita mampu mengolah nya menjadi “logam penting bagi Teknology ” serta tidak sebanding dengan kerusakan alam serta ekosistem yang dampak nya sangat merugikan. (Tris)