PLN Tidak Punya Strategi Komunikasi Saat Terjadi Krisis
Jakarta, 7 Agustus 2019—Saat ini mata, telinga, pikiran bahkan hati rakyat Indonesia, tengah tertuju kepada kinerja PLN. Sayangnya sorotan ini bukan karena prestasi melainkan akibat mati listrik massal (blackout) yang melanda Jakarta, Banten, Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah sejak Minggu pukul 11.45 WIB.
Nada miring bahkan cibiran publik semakin gencang karena blackout ini juga melumpuhkan sarana publik terutama transportasi (MRT dan KRL) dan mengganggu jaringan komunikasi serta menghambat distribusi air bersih.
Wakil Ketua Komite I DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, jika komunikasi krisis PLN baik, tentunya tensi publik terhadap PLN pasca blackout semakin turun. Namun, dari amatannya, tensi negatif publik terhadap PLN semakin menjadi saja. Ini menandakan PLN tidak mempunyai strategi komunikasi saat terjadi krisis. Padahal, institusi seperti PLN yang core business melayani kebutuhan dasar manusia, komunikasi krisis adalah kunci pelayanan.
“Cara penyampaian informasi berbeda saat situasi normal dan situasi krisis. Pada situasi krisis semua informasi yang keluar terutama dari pejabat publik yang memiliki otoritas harus memiliki ‘sense of crisis’ sehingga semua informasi dan kebijakan yang keluar ke publik tidak bias apalagi ditafsirkan berbeda-beda. Ini yang tidak saya lihat dari PLN saat memberi keterangan awal terjadi black out,” ujar Fahira di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (7/8).
Menurut Fahira, penyampaian informasi saat kondisi tidak normal seperti pemadaman massal listrik yang tiba-tiba kemarin harus mempunyai strategi dan menajemen atau sering disebut komunikasi krisis. Ini agar semua informasi, kebijakan, dan tindakan yang dilakukan PLN untuk menangani krisis yang terjadi akibat bencana semuanya terukur dan tepat serta membuat publik terutama mereka yang terdampak tenang dan merasa terlindungi.
Salah satu strategi yang harus ditempuh adalah keseragaman informasi, data dan menetapkan satu orang juru bicara. Lewat juru bicara inilah semua informasi terkait sebab pemadaman dan penangannya disampaikan ke publik. Jika ada stakeholder terkait lain yang ingin menyampaikan informasi harus berkoordinasi dengan PLN dan disampaikan di forum yang sama.
“Publik dibuat bingung. Terlalu banyak ‘mulut’ baik dari PLN maupun institusi diluar PLN yang bersuara mengenai sebab pemadaman. Ini menjadi persoalan karena informasinya berbeda-beda. Ada institusi yang dengan yakin mengatakan akibat pohon sengon, tetapi kemudian diragukan dan dibantah oleh institusi lainnya. Belum lagi soal pemadaman lanjutan dan bergilir yang informasi tidak komprehensif di mana saja. Ini semua membuat publik semakin kecewa terhadap kinerja PLN. Saya minta PLN segera perbaiki pola komunikasinya,” pungkas Senator Jakarta ini