Catatan Perjalanan Umroh

Berebut Mendekat kepotongan Taman Syurga Raudhah (Bag; 10)

Yang belum baca bag 1 s.d bag 9 klik dibawah ini;

Ibadah Umrah Bisa Hentikan Perokok Berat ? (Bag 9)

Sambungan dari bag 9

Batang Kapeh, Pilarbangsanews.com, — Berkunjung ke Masjid Kubah Hijau di kompleks Masjid Nabawi yang didalam terdapat kuburan Rasulallah, Abu Bakar Sidiq dan Umar bin Chatab tidak menjadi bagian dari ibadah haji dan umrah, tapi para jemaah pada umumnya merasa ada yang kurang dan tidak merasa puas tanpa ziarah dan sholat sunah di Raudhah dan mengucapkan salam ke arah makam junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Untuk memperoleh kesempatan sholat sunah di potongan syurga (Raudhah) itu pun tidak mudah, perlu perjuangan dan kesabaran menunggu antrian yang berjubel.

Pada malam pertama di Madinah, saya dan Papi Doli tak mendapat kesempatan sholat disana meskipun kami sudah ada disana sekitar pukul 2:00 Waktu Arab Saudi.

Karena belum tahu caranya, saya dan Papi Doli di malam pertama itu hanya bisa mengucapkan salam sambil berjalan pada tempat khusus yang disediakan untuk penziarah. Itu pun kami peroleh dengan cara berdesak-desakan.

Pada malam berikut nya yaitu pada malam ke dua di Madinah, saya kembali bangun pada pukul 1:00 Waktu Setempat. Sekitar 30 menit kemudian, saya, Papi Doli dan Pak Amirudin Dt Rajo Intan sudah berada di masjid Kubah Hijau. Pak Rasyidin sengaja tidak saya ajak karena kondisi fisik beliau bangun ditengah malam bisa membuat beliau sakit nantinya.

Kami mendapat kesempatan sholat disebelah kanan dari mimbar nabi SAW arah kiblat. Tempat kami sholat ini tidak termasuk zona Raudhah. Zona Raudhah atau potongan taman syurga itu terletak antara mimbar dan kuburan nabi.

Usai masing masing kami menunaikan sholat Tahiyatul Masjid. Saya ajak papi Doli dan pak Amirudin Dt Rajo Intan menunaikan sholat tahajjud berjemaah. Saya jadi imamnya, pak Amir dan Papi Doli jadi makmum.

Dua raka’at pertama selamat. Artinya luput dari pengawasan polisi. Ketika hendak melanjutkan 2 rakaat berikutnya, Papi Doli dan Pak Amir, ditarik oleh polisi Madinah agar mengosongkan tempat mereka. Sementara saya yang jadi imam, tidak diusir oleh polisi. Sebab saya sudah keburu mengangkat tangan sembari mengucapkan Takbiratul-ihram untuk melanjutkan rakaat pertama pada sholat berikutnya.

Ini lah toleransi petugas keamanan di Madinah dan Makkah, mereka akan mengusir kita kalau kita tidak sedang sholat. Tapi kalau kita sudah kelihatan oleh mereka berdiri sholat, mereka tak akan berani menarik atau mengusir kita sampai kita selesai sholatnya.

Saya masih tetap melanjutkan tahajjud sampai beberapa salam dan ditutup dengan 3 rakaat watir. Ketika saya sudah siap sholat tahajjud, papi doli dan pak Amir sudah menghilang entah kemana. Saya keluar dari Masjid Kubah Hijau dan masuk ke masjid Nabawi.

Saat saya kembali masuk ke dalam Masjid Nabawi, lampu lampu masih padam. Belum banyak jemaah yang datang. Hanya ada beberapa orang saja. Diantara mereka ada yang sholat dan ada yang asyik membaca Al-Quran. Tak kecuali ada yang mengalai-ngalai (tiduran di karpet) didalam masjid. Saya lihat jam pada saat itu menunjukkan pukul 3:00 Waktu Saudi. Saya terus melangkah menyusuri karpet karet di dalam masjid itu ke arah belakang. Jauh dan terasa cape kaki ini melangkah, di penghujung masjid saya menemukan pembatas antara jemaah wanita dan pria.

Saya mengambil jalan belok ke arah kanan, jauh diujung sana ada pintu yang terbuka. Pintu keluar masuk masjid. Saya lupa melihat pintu nomor berapa. Saya melangkah seorang diri ke sana. Kemudian saya sampai diluar masjid.

Lampu lampu masjid masih belum dihidupkan, namun suasana tidak terlalu gelap karena ada lampu diluar masjid yang menyala. Saya jalan seorang diri. Doli dan Pak Amir entah dimana mereka.

Saya terus melangkah seorang diri, sekali sekali ketemu dan berpapasan dengan jema’ah saudara kita dari pakistan dan Bangladesh. Kami saling mengucapakan dan menjawab salam.

Saat saya jalan seorang diri, muncul keraguan, apakah saya tidak tersesat jalan? Tapi saya yakin tidak tersesat sebab tadi saat masuk masjid saya mengambil jalan pada posisi ditengah tengah masjid, dan saat jalan selalu mengambil arah kekanan. Berdasarkan teori dari pergerakan, saya jalan sama dengan bergerak setengah lingkaran.

Benar tak berapa lama kemudian saya kembali menemukan gate 32 Masjid Nabawi.

Beberapa menit kemudian setalah saya duduk didalam Masjid Nabawi datang Doli dan Pak Amir. Kata doli tadi dia bersama pak Amir bukan diusir, tapi disuruh pindah sholatnya oleh petugas ke Raudhah.

“Tadinya saya tidak tahu apakah itu Raudhah. Tapi setelah posisi saya di shere di goggle, ternyata saya dan pak datuak R Intan, sholat di Raudhah. Alhamdulillah, ” kata papi Doli merasa sangat senang bisa melaksanakan sholat sunah di taman potongan syurga itu.

Pak Amir atau pak Dt Rajo Intan, sewaktu disuruh pindah polisi Madinah tadi, tak sempat meraih sendalnya yang dibungkus didalam kantong plastik asoy. Dan sendal itupun tertinggal. Terpaksa pak Amir pulangnya pakai kaki ayam alias jalan tanpa alas kaki.

“Tapi biarlah ndak apa apa, besok sandal itu bisa dibeli lagi, ” kata Pak Amir terlihat mengikhlaskan sandalnya yang ketinggalan itu. Pak Amir sendiri mengaku salah, masa sandal dibawah kedalam masjid. Ditinggal di tempat penitipan sandal kan tidak akan hilang.

Klik dibawah ini sambungannya;

Ziarah ke Masjid Quba (Bag 11)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *