Artikel

Minyak Goreng “Samaha Tubo” (oleh: Irwandi)

Bila tuan ada waktu senggang sempatkan jugalah agak sebentar berjalan-jalan kepasar Painan, menanyai keluh-kesah penjual dan pembeli. Mungkin dengan kunjungan dan sapaan dari tuan-tuan terasa kiranya memang tiok lasuang ba ayam gadang. Namun sungguhpun tuan yang tersebut tentu diri puan ada di dalam. Bisa juga disebut tiok munggu babalam mau. Apalagi akhir-akhir ini kabar yang begitu hangat, minyak goreng langka dan maha, iyo kok?

Kenapa saya mengambil sampel Pasar Painan, sebab pasar inilah yang sangat berdekatan tempatnya dengan tuan dan puan orang-orang berpengaruh di Pesisir Selatan, namun kalau mau menilik ke pasar-pasar kecamatan lain tentu amat baik. Selain melihat dan mencari tahu soal harga tentu bisa sebagai ajang silaturrahmi.

Seandainya hal tersebut terjadi di Pesisir Selatan ini, kenapa bisa. Bertambah kurangkah lahan perkebunan sawit di daerah ini. Besok-besok lah kita bahas Ranperda inisiatif kemaren yang gunanya agar mengambil peran membangun daerah dengan dana perusahaan. Sekarang kalau benar mahal dan langka hadapilah yang di depan mata ini dahulu. Kebutuhan perut untuk kelangsungan hidup.

Seandainya iya, dahulu semasa zaman saisuak Gumpani atau Ulando juga melakukan hal serupa. Mereka menumpang berusaha di negeri kita, mereka pula yang mengutak-atik harga dengan memonopoli. Tapi berkat kegigihan para pahlawan mereka berhasil angkat kaki. Untuk dihayati pahlawan dulu berjuang tanpa gaji, andai baju mereka robek saat tiarap mengelakan diri dari peluru musuh akan dijahit sendiri. Tidak ada yang membelikan baju mereka.

Kalau iya, kenapa mereka yang menumpang hidup di tanah kita, mereka babat hutan diganti dengan sawit yang gersang, dan dibuat pula dengan harga yang tidak manenggang. Haruskah tuan-tuan diam? Bersuaralah yang lantang, selantang suara waktu berkampanye dahulu.

Bila iya, kenapa harga minyak samaha tubo ditambah pula dengan stok yang kurang tersedia. Padahal mobil-mobilnya keluar masuk kebun sawit biasa-biasa saja. Kerusakan jalan yang diakibatkan mungkin ada juga, Ranperda inisiatif entah kapan terlaksana. Sedangkan amak-amak sudah menjerit di pasar. Sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan jangan sampai pahalanya tergerus karena harga kebutuhan yang terus merangkak, sementara pemasukan jalan ditempat.

Mungkin ada yang berdalih dari pusat HET memang telah begitu hargaya. Merupakan suatu kewajiban pusat dan daerah untuk mengendalikan jumlah, mutu, dan keterjangkauan harga. Kenapa kita harus tunduk ke harga yang dibuat perusahaan. Jangan nanti dibilang ada pembagian kasta antara pembeli minyak curah dan premium. Berkoordinasilah dengan baik antara Bapak yang di daerah dengan yang di pusat.

Merupakan amal ibadah bagi tuan-tuan saat mendengar keluh-kesah dan memberikan jalan. Mungkin saat sekarang ini di Pesisir Selatan tidak seperti daerah lain kedengarannya, tapi hati tentu tidak jauh berbeda. Tuntutan kebutuhan hidup tidak sebanding dengan pendapantan, masih bisakah kita tersenyum serancak dahulu. Wallahu a’lam bishawab

Catatan Redaksi: Isi artikel menjadi tanggung jawab penulisnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *