.

MURID GURU BAKAR (Oleh: Wandra Ilyas)

Foto diatas judul adalah foto Wandra Ilyas, Penulis Cerita ini. (Dok: pribadi)

PilarbangsaNews.com

Nama aslinya Abu Bakar dan orang-orang memanggilnya “Guru Bakar”. Panggilan itu melekat sejak dia diangkat menjadi guru matematika di sebuah SMA. Guru Bakar orangnya supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Kepada siswanya dia selalu menggunakan pendekatan yang menyentuh hati.

Waktu Guru Bakar bertugas menjadi piket, dia tidak pernah menjatuhkan hukuman dengan “memotong acak” rambut siswanya. Apabila mendapati siswa laki-laki berambut panjang datang ke sekolah. Dia akan membawanya ke dalam kantor dan memotongnya dengan rapi. Lalu dia akan berucap: “ Di mata Bapak kamu sangat gagah dan punya masa depan. Kamu akan lebih gagah lagi bila rambutmu dipotong rapi. Bapak yakin ,suatu saat nanti kamu akan menjadi anak yang sukses, dengan syarat kamu mau belajar dengan sungguh-sungguh”, ucap Guru Bakar.
****
Kini Guru Bakar itu telah pensiun. Siap salat zuhur dan menjamak dengan ashar, Guru Bakar naik Grab menuju bandara. Dia berangkat ke Jakarta dengan pesawat Lion pukul 14.25 WIB, menyusul isterinya yang telah sepuluh hari berada di rumah anaknya.
.
Sampai di Bandara Guru Bakar langsung melakukan “check in”. Setelah itu dia terus menuju ruang tunggu. Kebetulan kali ini Guru Bakar berangkat tidak banyak membawa barang. Hanya sebuah ransel berisi pakaiannya. Jam dinding yang ada di ruang tunggu bandara menunjukkan pukul 13.40 WIB. Artinya masih ada waktu empat puluh lima menit lagi sebelum waktu keberangkatan.

Mata Guru Bakar tertuju ke layar televisi yang tidak begitu jauh dari tempat dia duduk. Ternyata ada siaran langsung tentang sidang kasus Ferdy Sambo. Guru Bakar langsung menggeser duduknya ke arah layar televisi yang ada di depannya.
.
Dalam sidang yang disiarkan secara langsung itu, Susi sang ART Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengundang gelak tawa pengunjung sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gelak tawa itu disambut seisi ruang sidang pasca Susi ART Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu usai menjawab pertanyaan pengacara Ricky Rizal terkait sering ucapkan kata ‘siap’.
.
“Saya cuma mau nanya, kalau jawab siap siap itu memang udah kebiasaan ya ?”, tanya pengacara Ricky Rizal tersebut. Namun nampaknya Susi salah memahami pertanyaan kuasa hukum Ricky, dikiranya Zena menanyakan masalah swab.
.
Guru Bakar ikut tertawa melihat sidang yang mengundang tawa penonton itu. Guru Bakar betul-betul ikut larut mengikuti sidang Ferdy Sambo yang menyedot perhatian banyak orang. Tiba-tiba dia tersentak, bahwa pesawatnya berangkat pukul 14.25 WIB. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 14.35 WIB.
“Astaghfirullah….”, ucapnya tiba-tiba dengan suara parau.
“Ada apa, Pak ?”, tanya seorang bapak yang ada di dekat itu.
“Saya ditinggal pesawat”
“Bapak pesawat pukul berapa?”.
“Pukul 14.25 WIB dengan Lion”.
“Aduh…bukankah tadi dipanggil-panggil ?, tambah bapak itu menjelaskan.
.
Guru Bakar terhenyak ke tempat duduk. Keringat dinginnya keluar. Wajahnya pucat. Perasaan menyesal menyesak dadanya. Bagaimana caranya lagi ? Apa kata isteri dan anak-anaknya. Hal seperti ini yang selalu mereka ingatkan. Harus hati-hati dan fokus.

****

Atas saran Bapak yang ada di dekat itu, Guru Bakar mencoba mengurus keberangkatannya dengan pesawat Lion berikutnya, yaitu pukul 17.25 WIB. Mana tahu masih ada kursi yang kosong. Guru Bakar menemui pegawai bandara yang ada di depan ruang tunggu. Guru Bakar menjelaskan, bahwa dia ditinggalkan pesawat Lion pukul 14.25 WIB. Tadi dia cukup lama terpaku menonton sidang Ferdy Sambo melalui layar televisi bandara.
“Maaf, apakah bisa saya mendapatkan tiket dengan pesawat berikutnya ?”, tanya Guru Bakar dengan suara tertekan. Dua orang pegawai bandara yang ada di situ sedikit tertawa dan merasa kasihan.
.
Saat itu juga datang seorang pegawai bandara lainnya, yang berdiri tidak jauh dari situ. “Uniform” bandara yang dikenakannya lebih rapi. Dia berbisik kepada salah seorang pegawai bandara yang menerima Guru Bakar. Kemudian dia datang menghampiri dan mengulurkan tangan untuk bersalaman.
“Bisa Pak, Bisa! Saya akan urus keberangkatan Bapak dengan pesawat Lion pukul 17.25 Wib. Pinjamkan saya KTP Bapak, dan Bapak tunggu saya di sana”, katanya sambil menunjuk kursi yang kosong.
.
Laki-laki itu langsung pergi setelah Guru Bakar memberikan KTP-nya. Rasa cemas dan penyesalan masih belum hilang dari pikiran Guru Bakar, walaupun laki-laki itu telah bersedia untuk mengurus kembali keberangkatannya ke Jakarta. Akhirnya Guru Bakar mengirim pesan melalui whatsApp pada anaknya Rini.
.
“Rin…Bapak ditinggalkan pesawat. Bapak terpaku menonton sidang Ferdy Sambo pada televisi bandara. Sekarang lagi diusahakan pegawai bandara untuk bisa berangkat dengan pesawat Lion pukul 17.25 WIB”, tulis Guru Bakar pada anaknya.
“Astaghfirullah. Pantas tidak ada info dari Bapak. Rini sudah lama menunggunya. Semoga Bapak bisa berangkat sore ini. Beri kabar lagi, bila Bapak sudah di pesawat. Kami akan jemput Bapak ke bandara”, jawab anaknya dengan rasa penuh khawatir. Walaupun dalam hatinya sedikit tertawa mendengar alasan bapaknya ditinggal pesawat karena menonton sidang Ferdy Sambo melalui televisi bandara.

****

Hanya tinggal lima belas menit sebelum keberangkatan, pegawai bandara yang menolong mengurus tiket datang.
“Ayo…Pak. Mari saya bantu membawakan ranselnya”, katanya sambil memberikan kembali KTP Guru Bakar. Mereka berdua berjalan meninggalkan ruang tunggu untuk menuju ke pesawat yang sebentar lagi akan terbang.
“Berapa biaya tambahan tiketnya…? “, tanya Guru Bakar.
“Tidak ada biaya tambahan, Pak. Sudah selesai”, jawabnya cepat.
.
Pegawai bandara tersebut mengantarkan Guru Bakar sampai ke atas pesawat. Bahkan sampai ke kursi tempat duduk dan meletakkan ransel Guru Bakar ke atas kabin.
“Udah, ya Pak”, katanya sambil menepuk-nepuk kecil bahu Guru Bakar.
“Alhamdulillah…terima kasih banyak, ya Nak…”, jawab Guru Bakar sambil menyalami tangan pegawai bandara itu dengan kedua tangannya. Dia tersenyum santun dan langsung membalikkan badannya.
.
Guru Bakar menarik nafasnya begitu dalam, merasa sedikit lega.. Beberapa saat kemudian, pesawat mulai bergerak. Dilepaskan pandangannya jauh keluar melalui jendela. “Rin…Bapak sudah di pesawat”, tulisnya melalui pesan whatsApp kepada anaknya.

Entah karena kelelahan atau karena ingin menenangkan pikiran. Guru Bakar tertidur cukup lama di atas pesawat. Dia terbangun beberapa saat sebelum pesawat mendarat di bandara Soeta.
Ketika Guru Bakar membuka Androidnya, ada pesan masuk dari anaknya Rini.
“Pak …kami sudah menunggu Bapak di pintu keluar”.
.
Guru Bakar tidak langsung turun, tapi dia membiarkan semua orang bergerak lebih dahulu. Dia tetap duduk di tempatnya. Dia tidak ingin turun berdesak-desakan. Lagi pula dia ingin menenangkan dirinya untuk beberapa saat. Tiba-tiba seorang pramugari datang menghampirinya.
“Pak…ada yang perlu saya bantu…?”, tanya pramugari dengan tersenyum ramah..
“Tidak…tidak ada”, jawab Guru Bakar sambil mengambil ranselnya dari kabin.
“Perlu saya bantu Pak…”, tanya pramugari lagi.
“Terima kasih, saya bisa…”.
“Tapi, saya ingin bicara dengan Bapak sebentar”, pinta pramugari itu sebelum Guru Bakar melangkahkan kakinya.
“Oh, mau bicara dengan saya…?”, tanya Guru Bakar sedikit heran.
.
“Iya, saya mau bicara, Bapak seorang guru bukan…?”, tanya pramugari tersebut.
“Benar…saya lama jadi guru”.
“Tahukah Bapak, pegawai bandara yang membantu Bapak mengurus tiket dan mengantarkan Bapak sampai ke pesawat tadi adalah murid atau siswa Bapak waktu di SMA dulu. Namanya Haris..”
“Haris murid saya…? Masya Allah…saya sangat berhutang padanya”.
“Bukan Bapak yang berhutang padanya, tapi kata Haris dia berhutang banyak pada Bapak”.
“Berhutang banyak…?”.
“Iya, bantuannya itu belum seberapa bila dibandingkan dengan bimbingan dan motivasi yang pernah Bapak berikan kepada Haris waktu di SMA dulu…”.
.
Sampai di situ Guru Bakar terdiam. Dia terharu mendengar, bahwa Haris pernah mendapatkan bimbingan dan motivasi darinya waktu di SMA dulu.
.
“Sebelum turun dari pesawat waktu mengantar Bapak tadi Haris bercerita kepada kami, bahwa Bapak adalah gurunya waktu di SMA. Haris tidak akan pernah melupakan satu peristiwa yang pernah dialaminya. Waktu itu Bapak menjadi piket. Haris datang ke sekolah pagi itu dengan rambut panjang. Bapak tidak menjatuhkan hukuman dengan “memotong acak” rambutnya. Tapi Bapak membawanya ke dalam kantor dan memotongnya dengan rapi. Lalu Bapak berucap: “ Di mata Bapak kamu sangat gagah dan punya masa depan. Kamu akan lebih gagah lagi bila rambutmu dipotong rapi. Bapak yakin, suatu saat nanti kamu akan menjadi anak yang sukses, dengan syarat kamu mau belajar dengan sungguh-sungguh”, ucapan Bapak itu salah satu penyemangat hidupnya, kata Haris bercerita kepada kami”.

Baca juga:

Bertemu Setelah Dia Pergi (Oleh: Wandra Ilyas)

.

“PAK BURHAN” (Oleh Wandra Ilyas)


.
Guru Bakar memandang pramugari itu dengan air mata menggenang.
“Ada nomor kontak Haris untuk saya dapatkan ?”, tanya Guru Bakar dengan rasa haru.
“Berikan saja nomor Bapak kepada saya, nanti biar Haris yang mengontak Bapak”, jawab Pramugari itu.
.
Saat Guru Bakar menyebutkan nomor kontaknya, tiba-tiba Rini anaknya menelepon.
“Iya, Rin…Bapak sudah mau turun…”, jawabnya singkat dan langsung menyalami pramugari tersebut. Kemudian dia beranjak untuk turun. Dalam pikiran Guru Bakar berkecamuk bermacam peristiwa yang dialaminya hari itu. Namun, yang pasti dia akan bercerita panjang dengan isteri dan anaknya. Terutama tentang mantan muridnya yang bernama Haris itu.***
.
Padang, 13 November 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *