GIRIANG GIRIANG PERAK (Oleh Makmur Hendrik) Bag 73
Makmur Hendrik (foto Dok)
Namun yang bisa mendekati kemungkinan adalah hal yang pertama. Orang ini pastilah seorang yang luar biasa tangguhnya. Sebagai jawaban atas ucapan Datuk Nago yang seperti terkantuk kantuk ini, tiba tiba terdengar angin bersuit. Loteng rengkah, dan pecahannya menerpa ke bawah.
Semua yang hadir menepiskan tangan menangkis pecahan loteng itu. Bahagian terbanyak menimpa Datuk Nago. Tapi Datuk ini malah tertawa terkekeh. Pakaiannya dilumuri debu yang jatuh dari loteng. Ia selamat. Tak kurang satu apa pun.
Saat berikutnya tangannya bergerak. Aneh, sekalian pecahan loteng yang berserakan di bawah tiba tiba seperti terangkat. Masuk ke lobang yang ternganga tadi. Di atas sana, terdengar orang seperti menangkis. Suara loteng yang terbang ke atas itu berjatuhan ke tanah.
Sampai di sini lelaki yang tadi menjemput Giring Giring Perak ke rumah Rajo Tuo segera menghambur ke halaman. Kemudian dia mengambil tombak. Tangannya bergerak melemparkan tombak ke atap.
Tapi gerakkannya hanya sampai di sana. Sebab sebelum tombaknya itu meluncur, terdengar dia mengeluh… sesuatu telah menembus dadanya. Dan lelaki dari Kampungpisang itu jatuh tanpa nyawa!
Seorang lelaki berbaju putih, nampaknya dari golongan Tuanku Nan Renceh yang duduk tak jauh dari si Giring giring Perak, menghambur keluar. Dia melambung lagi ke udara. Tubuhnya hinggap di atas atap Balairung itu.
Namun begitu kakinya mencecah atap, begitu terdengar dia memekik. Tubuhnya bergulingan di atas atap. Jatuh berdembum ke tanah!
Masih ada yang ingin cepat cepat ke akhirat? Silahkan muncul…. terdengar suara amat jumawa dari atap.
Kali ini sebelas lelaki segera melompat ke bawah. Mereka adalah pesilat pesilat tangguh dari perguruan silat Secabik Kain, Buayo Lalok dan Silat Lintau. Mereka semua membawa keris di pinggang. Mereka merupakan orang ketiga di perguruan silat mereka masing masing.
Di atas Balairung kini hanya tinggal beberapa orang. Si Giring giring Perak belum mau turun. Soalnya dia enggan dianggap terlalu memamerkan kepandaian. Bukankah kini di sana sedang berkumpul pendekar pendekar tangguh?
Dia memandang keliling. Menghitung yang masih tetap duduk dengan tenang. Tuanku Nan Renceh, Rajo Tuo, Datuk Nan Hitam, Datuk Nago, Datuk Berbaju Kain Kafan, Tuo Lintau, Datuk Sipasan dan Haji Piobang. Jadi semua ada sembilan orang, termasuk dirinya.
Ah, tiba tiba dia jadi merasa rendah diri berada di atas Balairung itu. Bukankah yang masih duduk di sana kini hanyalah pemuka pemuka saja? Kenapa dia tak turun? Dia sudah berniat untuk turun tatkala terdengar suara Tuanku Nan Renceh.
Duduk sajalah dengan tenang anak muda, kita ingin melihat siapa orang yang datang itu….
Si Giring Giring Perak merasa terkejut. Alangkah tingginya ilmu rasa Tuanku Nan Renceh ini. Sehingga dia bisa menebak apa yang tengah dipikirkan. Dia jadi kagum pada Tuanku bertubuh kecil itu.
Tiga orang segera melompat ke atas atap Balairung dengan mempergunakan ilmu si ringan ringan yang cukup tinggi. Terdengar suara suara bentakkan dan suara perkelahian. Namun hanya sebentar. Tatakala tiba tiba beberapa orang terdengar menjerit dan ketiga tubuh lelaki yang melompat ke atas tadi kembali jatuh ke tanah tanpa nyawa!
Semua orang jadi kaget. Sebab dua di antara ketiga orang itu adalah pesilat pesilat tangguh dari aliran Silat Buayo Lalok dari Painan dan seorang lagi dari aliran Secabik Kain. Seiring dengan jatuhnya tubuh mereka, terdengar suara tertawa mencemooh.
He… hee … he ! Apakah tidak ada monyet lain yang punya kepandaian lebih dari tiga monyet ini?
Siapa sanak yang di atas, haraplah menunjukkan diri! ujar salah seorang guru dari Silat Lintau yang berada di tanah, dengan masih menahan amarah.
He… he… waang beruk dari Silat Lintau, jangan banyak cakap. Panggil guru gadang waang kemari. Biar kutanggalkan serawanya…!
Bukan main jumawanya ucapan orang yang tak terlihat itu. Tapi delapan lelaki yang ada di tanah itu tak berani berbuat gegabah. Sebab mereka sudah melihat makan tangan orang itu. Siapa orang itu?
Mereka coba melihat ke atas atap. Namun tak ada yang kelihatan. Atap balairung itu terbuat dari ijuk. Bergonjong empat. Dua buah gonjongnya mencuat ke kanan. Dua buah lagi ke kiri. Tak satu pun yang kelihatan. Dimana lelaki itu bersembunyi?
Tiga orang pesilat segera berjalan ke bahagian belakang balairung. Kalau kalau di balik bubungan bahagian belakang. Tapi di bahagian belakang mereka juga tak melihat apa apa. Dan kembali terdengar suara mencemooh.
Baca sambungannya klik link dibawah ini;
Bersambung ke bag 74