Cerita Bersambung

GIRIANG GIRIANG PERAK ( Oleh; Makmur Hendrik) Bag 81

Makmur Hendrik (Foto Dok: Pribadi)

Tapi mereka beruntung. Sebab yang ada di sana adalah pendekar pendekar terhormat yang tak mau berlaku curang. Mereka membiarkan perkelahian secara jantan, satu lawan satu. Diam diam ketiga murid dari Tambuntulang itu merasa bergidik juga melihat pendekar yang lain hanya pada tegak menonton perkelahian mereka.

Namun sekaligus juga merasa kagum, karena tak mau turun mengeroyok mereka. Padahal di Tambuntulang, siapa saja lawan yang datang senantiasa mereka hadapi bersama. Dan hari ini mereka mendapat pelajaran bagaimana harusnya sikap seorang pendekar dan seorang satria.

Yang segera dapat dilihat siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah adalah perkelahian antara Datuk Nago dari Pesisir Selatan dengan Gampo Bumi.

Kepandaian Datuk Nago nampaknya setingkat berada di atas Gampo Bumi.
Namun dia juga kesulitan mengalahkan Gampo Bumi dengan segera, karena Gampo Bumi mempelajari silat yang diramu dari berbagai aliran. Datuk Nago sudah merobah model serangannya. Dia tidak lagi hanya sekedar memutar kakinya untuk menyapu kaki Gampo Bumi.

Dia mempergunakan jurus jurus buayo lalok yang masyhur itu. Tangannya tidak menyerang dengan jurus meninju sebagaimana jamaknya dalam silat silat yang lain. Tetapi lebih banyak menghantam dengan punggung tangan yang terbuka.

Demikian pula kakinya. Tidak menendang sebagaimana jamaknya pesilat pesilat dari aliran lain. Tetapi tendangannya lebih banyak dalam bentuk berputar. Libasan tangan dan kakinya, mirip libasan ekor buaya. Inilah salah satu jurus jurus asli silat buayo lalok yang terkenal itu.

Pukulan dan tendangan nampaknya tidak begitu berbahaya dan mudah dipatahkan. Namun sebenarnya di balik libasan pukulan dan tendangan itu, tersimpan gerak gerak tipu yang alangkah sulitnya untuk ditangkap mata.

Apalagi yang melakukan adalah Datuk Nago. Seorang Guru Gadang dari Pesisir Selatan. Datuk Nago merasa kaget juga tatkala Gampo Bumi masih sanggup bertahan setelah dia menyerang sebanyak dua puluh dua jurus tanpa dapat membalas sekalipun.

Peluh telah membasahi tubuh Gampo Bumi. Namun suatu saat, dalam jurus kedua puluh empat, dia berhasil mencuri memasukkan tendangan kirinya ke pusar Datuk Nago. Tendangan itu cukup kuat. Dan terjadi ketika Datuk Nago menghantamkan punggung kepalan tangannya ke kepala Gampo Bumi.

Gampo Bumi menunduk dan kaki kirinya melayang. Terdengar suara berdembam, ketika tendangannya mendarat di perut buncit lelaki dari Pesisir itu. Gampo Bumi semula amat gembira karena tendangannya berhasil menghantam si buncit itu.

Tapi dia salah duga, setelah tendangannya mendarat mulutnya meringis dan kakinya dia tarik cepat cepat. Kakinya yang telanjang itu terasa akan patah. Seperti dia menendang dinding batu. Datuk Nago yang baru saja kena tendang buncitnya itu, tegak dengan tertawa bergumam.

Luar biasa, buncitnya ternyata merupakan senjata tangguh. Keras seperti kulit buaya. Saat Gampo Bumi kesakitan itu dipergunakan oleh Datuk Nago untuk melancarkan sebuah tendangan berputar yang amat ligat.

Kakinya terangkat setinggi kepala. Lalu dia berputar ke belakang. Tendangan itu mendarat persis di pelipis Gampo Bumi. Penyamun Bukit Tambuntulang itu terlambung dua depa. Kepalanya rasa dihantam oleh kayu yang beratnya ratusan kilo.

Untung saja yang kena hantam itu adalah Gampo Bumi. Kepala penyamun yang sudah masak oleh perkelahian dan sudah cukup tinggi ilmu silatnya. Kalau bukan dia, pasti kepalanya telah rengkah. Tapi tetap saja hantaman kaki Datuk Nago yang mirip libasan ekor buaya itu menyebabkan dia hampir muntah.

Ketika serangan berikutnya datang, dia cepat melambung jauh jauh ke belakang. Begitu kakinya menyentuh tanah dia kembali melambung ke belakang. Dia ingin menjauh dari Datuk Buncit itu untuk menyusun nafas.

Dia berhasil menjauhi Datuk itu sejauh empat depa. Ketika Datuk Nago memburu terus, dia mengayunkan tangan kanannya. Datuk itu mendengar angin yang bersibak halus dan kencang. Dia segera tahu, ada enam batang pisau kecil beracun tengah menyerang dirinya.
Nampaknya dia tak sempat mengelak. Gampo Bumi merasa gembira melihat pisau rahasianya yang dia lemparkan itu menghantam tubuh Datuk Nago. Tiga buah menghantam perut, tiga buah menghantam dada. Tapi pisau pisau beracun itu nampaknya memang sengaja dinanti oleh datuk dari Pesisir Selatan.

Keenam pisau itu, setelah menghantam perut dan dadanya, mental dan jatuh ke tanah. Pisau pisau tangguh tersebut seperti menghantam gumpalan karet yang amat kenyal.

Ilmu Tahan Buayo Lalok…. mulut Gampo Bumi mendesis.
Si Giring giring Perak juga pernah mendengar ilmu kebal dari Painan ini. Pemakainya biasanya hanya pesilat pesilat yang telah mencapai tingkatan Guru Tuo. Yaitu jabatan yang setingkat di bawah Guru Gadang.

Ilmu kebal ini membuat pemiliknya mempunyai kulit seliat kulit buaya. Itulah kini ilmu yang dipergunakan oleh Guru Gadang dari Pesisir Selatan tersebut.

Setelah pisau pisau itu jatuh ke tanah, Datuk Nago kembali menyerang. Gampo Bumi lagi lagi dibuat sibuk. Suatu saat dalam jurus ketiga puluh satu, Gampo Bumi melancarkan sebuah pukulan dan kemudian berbalik untuk menendang, suatu jurus campuran antara Silat Starlak dan Lintau.

Tapi tanpa diduga sama sekali, Gampo Bumi tiba-tiba, entah bagaimana caranya, kena dipiting lehernya oleh Datuk Nago dari belakang. Bukan main terkejutnya murid termuda Tambuntulang ini. Dia berusaha menjatuhkan diri. Tapi tegak Datuk Nago benar benar bak munggu, tak tergoyahkan.

Pitingan pada lehernya makin lama makin mengetat. Gampo Bumi berusaha menghimpun tenaga. Tiba tiba tangan kiri Datuk Nago melilit lagi ke dada Gampo Bumi. Dengan tangan kanan memiting leher, dan tangan kiri memiting dada, datuk dari Painan ini tiba tiba menghimpun tenaga dalam di kedua tangannya.

Bersambung ke Bag 82

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *