Pengurusan Sertifikat Prona Di Bayang Pessel Tak Sesuai Aturan 3 Mentri
PILARBANGSANEWS. COM. PAINAN,— Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) Pesisir Selatan, Yerry mengatakan pihaknya tak akan menyerahkan buku sertifikat tanah warga pada 4 Nagari di Kecamatan Bayang, sebelum ada penyelesaian ditingkat Ninik mamak karena terindikasi ada pelanggaran saat membuat alas hak atas tanah yang disertifikatkan itu.
“Kita tangguhkan sementara memproses penerbitan buku sertifikat yang dibuat lewat prona (program nasional) menjelang ada niat baik dari KAN ke 4 Nagari, untuk menyelesaikan dengan Ninik mamak suku pemilik yang mengajukan sertifikat,” kata Yerry didampingi Ketua PTSL, Aguslim.
Ke 4 Nagari adalah Kenagarian Koto Berapak, Kapencong Lubuk Gambir ( Kapelgam ), Kubang dan Kenagarian Koto Baru. Hal itu berdasarkan adanya laporan sebagian ninik mamak yang menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan menandatangani alas hak tanah kaum suku mereka. Semua nya diambil alih oleh Ketua KAN.
Ironisnya, Ketua KAN meminta bantuan kepada orang lain atau Ninik mamak lain untuk menandatangani surat Alas Hak tersebut, sehingga Ninik mamak yang bersangkutan tidak diikut sertakan.
Bukan itu saja, BPN Pesisir Selatan juga mendapat pengaduan dari masyarakat, bahwa KAN telah memungut uang administrasi melebihi dari pungutan yang diperbolehkan peraturan bersama 3 Mentri, yakni Mentri Agraria, Mendagri dan Mentri PUPR, salah satunya membatasi pemungutan dana kepada pemilik sertifikat tak boleh lebih dari Rp 250.000/sertifikat
Ketua KAN Darusman DT BGD Maharajo Lelo membenarkan kalau pihaknya melakukan pungutan Rp 1 juta/ sertifikat. Itu bukan kebijakan dirinya, tetapi merupakan keputusan Ninik mamak yang diambil dalam musyawarah, ” katanya saat ditanya terkait pungutan yang melebihinya dari ketentuan 3 Mentri itu.
Sedangkan masalah tanda tangan Ketua KAN berpendapat tidak menyalahi aturan karena dia menilai tanah yang disertifikatkan itu merupakan tanah Ulayat Nagari, jadi KAN berwenang menentukan siapa yang akan membubuhkan tanda tangan dalam surat Alas Hak.
Terkait persoalan tersebut salah seorang Ninik mamak setempat Yusmardi Dt Mandaro Kayo, menyesalkan tindakan ketua KAN yang telah memungut biaya administrasi melebihi ketentuan.
Yusmardi juga menjelaskan, mengacu pada hukum adat Bayang Nan Tujuh Koto, serta Koto Nan Salapan Nagari Bayang secara umum, tidak ada sejengkal tanah yang bersetatus ulayat nagari. Dan yang ada hanyalah ulayat kaum pusako tinggi berdasarkan cancang latih nenek moyang yang dikuasai secara turun-temurun sampai saat ini,” katanya saat ditemui di rumahnya, Selasa (19/12).
Menurut Yusmardi untuk penerbitan sertifikat prona harus dilengkapi Alas Hak sebagai persyaratan, dari sini akan diketahui secara fisik lahan sedang digarap siapa milik kaum siapa. Umumnya lahan yang disertifikat lewat PRONA itu kebanyakan berstatus lahan pusako tinggi dari berapa kaum. Untuk penerbitan Alas Haknya selain ada tanda tangan mamak kuaso dan dan Ninik mamak kaum yang bersangkutan juga dilengkapi dengan Ranjis kaum bersangkutan.
Kini semua itu dipangkas dan ditiadakan oleh pihak KAN dalam pengurusan sertifikat, sehingga menimbulkan protes dari mamak suku.
Tindakan pihak KAN itu juga telah mengabaikan fungsi Ninik Mamak yakni menyelamatkan Sako dan Pusako yang ada dalam wilayah hukum adat dalam nagari.
“Dalam pengurusan sertifikat melalui program prona kali ini, terdapat indikasi rekayasa ketika menerbitkan surat Alas Hak. Dengan cara tidak melibatkan mamak kuaso serta ninik mamak kaum. Hal ini bukan ranahnya adat lagi, tapi justru pihak KAN dapat dikatakan telah melakukan perbuatan yang mengarah kepada tindakan melawan hukum yaitu Pemalsuan .” tuturnya. (Mi/YY)