.

PENGAKUAN OH PENGAKUAN. (Oleh : Anton Permana)

Pengakuan atau legitimasi bukanlah sebuah hal yang sesederhana dipahami oleh publik awam. Sebagaimana yang coba di framingkan oleh pejabat kita hari ini terkait Pilpres yang sebenarnya telah usai. Namun riuh gejolak opininya tak juga kunjung reda. Karena belum adanya ucapan selamat atas kemenangan petahana dari paslon 02, hal ini terus digoreng kubu petahana dan dikait-kaitkan dengan rasa kebangsaan, kenegarawanan, legowo, dan rekonsoliasi. Gile ndroo… Serius amat gituh.

Sekilas kata pengakuan ini tentu sangat sederhana. Seperti kata manis para pendukung petahana hari ini. Indonesia itu butuh kebersamaan untuk menatap hari esok yang lebih baik. Rekonsoliasi politik akan membuat suhu ketegangan semasa Pilpres akan turun. Paslon 02 seharusnya legowo legowo saja dan bersikap negarawan demi Indonesia. Paslon 02 jangan ngambek deh karena kalah. Banyak lagi macam ragam komentar dari kubu petahana yang berseliweran membangun opini publik dengan methode playing victimnnya.

Sebelum penulis mencoba menganalisis dan memaparkan kenapa paslon 02 ‘enggan’ untuk mengeluarkan kata ‘selamat’ dan pengakuan kepada paslon 01, penulis mencoba mengingatkan kita terlebih dahulu apa itu sebenarnya urgensi dari sebuah makhluk yang bernama pengakuan (legitimasi) dalam sebuah pertandingan (kontestasi).

Di dalam ranah olah raga. Kita semua sering menyaksikan seorang pembalap motor GP yang sudah jadi pemenang balap kemudian melakukan selebrasi kemenangan dengan membawa bendera GP keliling stadion. Atau seorang pesepak bola seperti Ronaldo, Salah, dan hampir seluruh pemain lainnya ketika berhasil mencetak gol berlari gembira dengan gaya masing-masing memghadapkan diri kepada para penonton didalam stadion dengan gegap gempita.

Selanjutnya. Kita tentu juga sering melihat sebuah pertandingan tinju atau boleh juga MMA fighting ketika si petarung atau petinju itu berhasil meng’KO’ kan lawannya diatas ring, juga berjalan dengan dada membusung kearah penonton, bahkan ada yang sampai memanjat ring tinju sambil memukul dadanya dengan bangga dan emosional (seperti adegan film Kingkong) juga menghadap kepada para penonton. Itu dalam dunia olah raga.

Selanjutnya, kita bergeser keranah kompetisi antar bangsa dan negara didunia. Bagaimana sejarah Hitler yang mau memerangi daratan eropah dengan korban nyawa jutaan jiwa demi kehormatan ras bangsa Arya yang dianutnya. Bagaimana Amerika bersama sekutunya menjatuhkan bom atom di nagasaki-hiroshima yang juga memakan korban jiwa ratusan ribu nyawa. Pembunuhan dan pemboman oleh Israel atas wilayah Palestina yang diduduki dengan paksa. Belum lagi kalau kita flash back kebelakang bagaimana sejarah kaisar Khubilai Khan dari tiongkok mengirimkan bala tentaranya menaklukan kerajaan Singasari. Atau sejarah bangsa Indonesia pasca agresi Belanda II, ketika serangan heroik pendudukan atas kota jogja selama 6 jam oleh Letkol Soeharto yang kita kenal dengan nama serangan umum 1 maret.

Nah apa makna dari semua paparan di atas ? Apa pesan yang dapat kita tangkap ? Semuanya tidak lain adalah memberikan gambaran kepada kita arti penting sebuah nama yang bernama pengakuan. Seorang atlit olah raga profesional sekalipun walaupun diatas ring atau arena pertandingan sudah jelas menang, tetapi belum lengkap rasanya, belum puas rasanya kalau belum mendapatkan sorak sorai tepuk tangan para penonton diarena pertandingan.

Begitu juga dalam kompetisi bernegara. Walaupun Jerman sudah digjaya pada masanya dalam hal penguasaan teknologi, Amerika juga sudah menguasai ekonomi dunia, atau imperium tiongkok masa Khubilai Khan yang telah menguasai hampir 1/3 bumi, tetapi mereka masih membutuhkan sebuah perang penaklukan sebagai bentuk pengakuan bahwa bangsa dan negara merekalah yang paling hebat, Is the best, the winner…

Begitu juga perang Israel-Palestina dan sejarah serangan umum 1 maret yang begitu heroik, hanya untuk sebuah pengakuan dunia Internasional menyatakan bahwa Indonesia itu masih ada. Atau pengakuan bahwa Israel yang digjaya belum sanggup menaklukan Palestina. Masih ada Hamas di Gaza yang terus melakukan ‘jihad’ mengusir Israel dari bumi Palestina seperti sejarah perjuangan bangsa Indonesia dulu ketika berjuang mengusir penjajah Belanda dan Jepang.

Begitu pentingnya sebuah kata pengakuan dan legitimasi. Walaupun dalam pertandingan dan perang sekalipun mereka sudah dinyatakan jadi pemenang. Itulah fitrah manusia itu sejatinya. Ego dan penuh ambisi untuk mendapatkan sebuah pengakuan. Diakui hebat. Karena manusia itu secara fitrah duniawi, senang akan pujian, pengakuan dalam arti aktualisasi diri dan eksistensinya dimata sesama manusia (bangsa).

Oleh sebab itu, dari pemaparan diatas kita akan dapat memahami bagaimana arti penting sebuah kata ‘selamat’ yang berarti secara langsung adalah bentuk kata ‘pengakuan’ dari paslon 02 kepada paslon 01 yang menang kontestasi Pilpres 2019. Ini akan sulit terjadi, bagi pihak paslon 02. Kenapa ? Berikut analisa dan penjelasannya :

1. Kata selamat dalam sebuah kontestasi politik, akan bermakna sama dengan kata sebuah pengakuan atas kemenangan. Untuk kontestasi Pilpres 2019 kemaren kita semua tahu, bagaimana wajah Pilpres yang begitu rusak total dan penuh kecurangan yang begitu telanjang masyarakat sudah ketahui. Secara sepihak, kubu petahana bisa saja menyatakan KPU sebagai lembaga resmi dan MK sebagai lembaga konstitusi tertinggi sudah memutuskan secara final dan memikat bahwa paslon 01 adalah pemenang Pilpres ?

Secara legalitas (dejure) jawaban ini tentu IYA apapun alasannya. Tapi tidak untuk secara defacto. Karena bagaimanapun kubu petahana memoles sebuah trik permainan dalam memaksakan kemenangan paslon 01 secara brutal, rakyat Indonesia tidak bisa dibohongi. Publik tidak bisa dibodohi. Karena kecurangan yang terjadi sudah begitu telanjang didepan mata kita semua. Kemenangan versi palu hakim MK, cipta kondisi situng rusak KPU, hanya diterima dari aspek legalitas adminstrasi semata. Tidak secara defacto. Secara defacto, dihati rakyat Indonesia the real presiden Indonesia itu adalah tetap paslon 02.

2. Pengakuan dan kata selamat dari paslon 02, kalau diucapkan. Maka hal ini sama saja dengan menepuk air didulang. Yang kena percak air adalah mukanya sendiri. Karena, pengakuan ini secara otomatis akan menggugurkan segala bentuk kecurangan dan kejahatan pemilu yang telah dilakukan oleh paslon 01 bersama dengan infrastruktur kekuasaannya.

Pengakuan ini kalau diucapkan akan jadi bumerang kepada kubu paslon 02, bahwa kecurangan dan kejahatan yang terjadi dimana di MK secara terbuka kita lihat sendiri akan dianggap tidak ada sama sekali dan bohong. Padahal itu semua adalah fakta dan nyata.

3. Pengakuan dan kata selamat ini tentu akan sangat menyakitkan bagi mereka yang telah jadi tumbal korban dari kezaliman rezim hari ini. Bagaimana dengan nasib 700an nyawa petugas KPPS yang melayang tak jelas tanpa otopsi itu. Bagaimana dengan korban jiwa kerusuhan 21-22 mei yang memakan korban jiwa anak-anak tak berdosa. Bagaimana dengan ribuan korban yang sampai sekarang masih menderita karena cidera akibat hantaman, tembakan peluru, dan tindakan kekerasan yang supervrepresif dari aparat. Bagaimana dengan mereka yang dipenjara atas tuduhan penyebar hoax, tuduhan fitnah makar, perencanaan pembunuhan yang menurut opini publik semua hanyalah akal-akalan rezim dalam membungkam perlawanan rakyat.

Bagaimana dengan nasib para Jendral purnawirawan TNI yang telah begitu banyak jasanya pada negeri ini, tapi dikriminalisasi dengan tuduhan fitnah yang begitu kejam merendahkan kehormatan seorang prajurit TNI ? Atau bagaimana dengan Imam Besar FPI Habieb Riziq Syihab yang juga secara zalim jadi korban kriminalisasi yang sekarang terisolasi di Arab Saudi dan terancam akan dicabut kewarga negarannya ?

Semua ini adalah potret buram yang telah dilakukan rezim hari ini. Karena semua lini sudah dikuasi. Kebenaran seakan mereka kontrol secara sepihak. Terus, setelah kezaliman ini mereka pertontonkan maka dengan manis mereka mau minta sebuah kata selamat atas pengakuan kemenangan yang didapat dari tumpukan mayat, darah, dan tangisan air mata emak-emak, anak-anak tak berdosa ? hingga para Habaib, santri, dan keluarga besar TNI ini ?

Begitu mudahnya mereka mau melupakan ‘tragedi kemanusiaan’ yang telah mencoreng wajah bangsa ini dimata dunia. Jawabannya tentu TIDAK. Dan penulis yakin paslon 02 sangat memahami ini. Apalagi para pendukungnya.

4. Kata selamat dan pengakuan ini juga adalah sebagai stempel legitimasi pemerintahan kedepan dimata dunia. Kalau kata pengakuan ini tidak didapatkan oleh pemerintahan petahana hari ini, maka legitimasi pemerintahan Indonesia didalam pergaulan dunia akan lemah. Bahkan tidak akan dianggap sama sekali. Pertemuan G20 kemaren di Jepang adalah bukti konkrit diawalnya. Sangat memalukan. Apalagi setelah oktober ini.

Makanya, bagaimanapun caranya segala sumber daya kekuatan, tekanan, dan tipu daya pasti akan dilakukan rezim hari ini untuk mendapatkan kata selamat atas kemenangan petahana.

5. Kata selamat dan pengakuan ini kalau didapatkan dari paslon 02, juga akan menjadi legitimasi atas segala kejahatan dan kecurangan yang terjadi pada Pilpres kemaren adalah hoax dan bohong. Jadi kemenangan paslon 01 adalah clear and clean. Lengkap sudah baik secara dejure maupun defacto. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya.

6. Sehebat apapun China dimata dunia, dimana Indonesia sejak dibawah kepemimpinan rezim hari ini jadi ‘pengekor setia’ China. Tetap tidak akan bisa berdiri sendiri dalam pergaulan dunia. Pemerintahan yang lemah secara legitimasi rakyatnya, juga akan lemah dimata dunia. Bisa-bisa pemerintahan selanjutnya tidak akan dianggap ada sama sekali oleh dunia. Sebagai negara demokrasi, legitimasi suara rakyat melalui Pilpres inilah yang menjadi acuan utama legitimasi sebuah negara. Bukan ketuk palu hakim atau selembar surat pengesahan dari KPU itu.

Jadi wajar, rezim hari ini begitu ngebet dan geram kepada kubu paslon 02 yang juga tak kunjung mengucapkan selamat atas kemenangan petahana. Dan penulis yakin, segala daya upaya sampai memggunakan kekuatan penegak hukum pasti akan dilakukan kembali oleh rezim ini untuk melampiskan segala syahwat ambisinya untuk mendapatkan kata selamat dan pengakuan ini.

Kita akan lihat, apakah paslon 02 akan kuat bertahan atau sebaliknya membangun rekonsoliasi oppurtunis. Wallahualam. Ramjane kata orang India, hanya Tuhan yang tahu dan biarkan waktu yang menjawabnya.

Jadi kata selamat dan pengakuan dalam sebuah kontestasi politik dalam negara demokrasi, tidaklah sesederhana yang dipahami. Seperti pengakuan ala Andri Bibir yang ngaku jadi korban pemukulan “ Video Polisi Thailand “ yang hebooh itu. Atau pengakuan ala sopir ambulan yang bisa rangkap dalam 3 peran sekaligus sebagai pemilik warung dan aktor pakai sandal ke Istana.

Masyarakat sekarang sudah cerdas. Malah cerdas tiga langkah didepan pemerintah dan aparat. Yang bodoh itu hanya cebong saja.

Jadi segala tipu daya yang terjadi hari ini, tidak lain hanya tipu daya untuk membohongi diri mereka sendiri. Kemenangan secara administrasi di pilpres kemaren sudah mereka dapatkan. Tetapi tidak secara pengakuan dan legitimasi rakyat. Silahkan angkat trophy itu tinggi-tinggi, tapi jangan harap akan ada tepuk tangan dari penonton. Silahkan lantik dan sahkan presiden itu, tapi jangan harap akan ada doa selamat dari rakyat. Kecuali dari mereka para kelompok oppurtunis dan chealeders nasi bungkus negeri ini. Wallahualam.

Jakarta, 11 Juli 2019.

Isi artikel ini jadi tanggung jawab penulisnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *