.Pessel

Buah Dari Nekadnya Seorang Hendrajoni, Bupati Pesisir Selatan

Batang Kapeh, Pilarbangsanews.com, — Dulu ketika Hendrajoni dengan gaya bicara yang ceplas ceplos menyatakan dukungan kepada paslon 01, 80% warga Sumbar termasuk Persisir Salatan manggenyuik bahkan mencibir melihat aksi bupati Pessel itu.

Geram, marah, dan menyumpah serapah kepada Hendrajoni. Itu wajar karena memang pada waktu itu mayoritas dari urang awak sepakat mendukung 02 dengan berbagai alasan dan pertimbangannya.

Tapi akhirnya apa? Hendrajoni Tatakok di Manggih Anam.

Istilah Tatakok Di Manggih Anam, sudah pernah kami tayangkan pada Media ini, bagi yang belum baca, silahkan klik link tulisan dibawah ini;

Bupati Hendrajoni “Tatakok Dimanggih Anam”

Tatakok Di Manggih Anam dalam konteks ini maknanya pilihan poltik Hendrajoni pada Pilpres yang lalu tepat, capres/cawapres yang didukung oleh Hendrajoni kembali menduduki kursi RI1. Jokowi yang sekarang wakilnya Ma’aruf Amin kembali memimpin Indonesia untuk 5 tahun kedepan.

Pertanyaannya, apakah masih perlu kita mencibir dan sakit hati dengan keputusan politik Hendrajoni waktu kampanye pilpres yang telah berlalu?

“Ya perlu, kalau tidak, itu namanya kita tidak konsisten dengan pilihan, ” Mungkin ada yang menjawab seperti itu. Boleh dan silahkan saja kita berkonsistensi dengan pilihan kita.

Tapi mungkin kita lupa atau kita tidak tahu, bahwa Prabowo sudah mencicipi nasi goreng dirumah yang terletak di Jalan Teuku Umar Johan Pahlawan, Rumahnya orang kuat PDIP. Beberapa hari sebelumnya Prabowo juga telah makan sate bersama Jokowi di di stasiun MRT Lebak Bulus ?

Begitu juga Partai Demokrat, lewat Komandan Kogasma Partai Demokrat AHY dan Ibas putra mahkota sebagai penerus estafet SBY, telah berselfie ria dengan Mega dan Puan Maharani.

Sama halnya dengan Ketua Umum PAN, begitu pemilu usai, dia telah mengucapkan selamat kepada Jokowi.

Lalu kemudian Prabowo, orang yang kita dukung selama ini, tiba tiba menjalin hubungan mesra dengan lawannya.

Kecewakah kita? Pasti banyak yang kecewa.

Tapi jika ada rasa kecewa dihati ini, itu artinya kita tidak full mendukung Prabowo. Jangan jangan kita dulu mendukung Prabowo bukan karena ketokohannya, tapi memilih dan mendukung Prabowo hanya lantaran kita sedang tidak suka pada jokowi. Yang penting bagi kita dulu asal jangan jokowi.

Jika itu pertimbangan politik kita dulunya, lho.., kenapa kita marah dan benci ketika Prabowo memilih bersilaturahmi dengan rivalnya? Bukankah kita mendukung Prabowo dulunya karena dia adalah tokoh idola kita?

Atau memang benar kita memilih Prabowo dulu karena tak ada pilihan lain, lalu kemudian ketika dia merapat ke kubu jokowi, kita marah? Janganlah begitu..!

Mari kita belajar pada FPI soal dukung mendukung ini.

FPI mendukung Prabowo-Sandi berdasarkan hasil ijtima ulama. Bukan karena Prabowo tokoh idola mereka, tapi karena Prabowo lah diantara dua capres itu yang bersedia menandatangani kontrak politik dengan para Ulama.

Kata Babe Haikal, jika Prabowo terpilih jadi presiden, FPI akan tetap melancarkan kritik seperti yang dilakukan FPI sekarang ini.

Jadi walaupun Prabowo berbaikan dengan Jokowi, FPI tidak merasa ditinggalkan. Sebab perjuangan FPI untuk memenangkan Prabowo sudah maksimal dengan hasil yang telah diputuskan Mahkmah Konstitusi.

Lantas.., sekarang Prabowo kembalib menjalin tali silaturahmi dengan rival rivalnya. Apakah hal itu sebuah kesalahan? Kalau salah dimana salahnya?

Mestinya tidak ada yang bisa disalahkan, jika sesorang kembali berbaik baik setelah bertengkar atau bersilang pendapat, sebab agama kita memberikan tuntutan agar kita selalu dapat memperkokoh silaturahmi sesama manusia.

Nenek moyang urang awak pun telah lama menciptakan sebuah pepatah yang bunyinya “Biduak lalu kiambang batawik”. Pituah Minang ini mengingatkan kepada kita setelah sebuah perseteruan berlalu dan usai, mestinya situasi kembali normal seperti biasa.

Dan secara poltik pun dengan adanya signal, Prabowo akan merapat ke kubu Jokowi, sebenarnya dapat dipahami.

Prabowo sangat arif membaca realitas politik di Tanah Air, dia menyadari bahwa untuk ikut mewarnai kebijakan presiden, Gerindra seyogyanya berada didalam pemerintahan.

Menjadi Posisi (bergabung) dengan pemerintahan Jokowi atau menjadi aposisi, kedua plihan itu baik. Tapi akan lebih baik jika memilih berposisi (berada didalam pemerintahan)

Dengan bergabungnya Gerindra ke pemerintahan Jokowi-Amin nantinya, maka Gerindra akan ikut memberikan warna dalam pemerintahan Jokowi-Amin,

Tapi kalau hanya diluar, jelas tidak mungkin bisa ikut mengeksekusi sebuah kebijakan. Namanya saja diluar, hanya bisa bersorak membuat statemen menolak atau mendukung.

Prabowo telah mengatakan jika partainya diluar pemerintahan, sekali sekali akan memberikan kritik yang konstruktif.

” Yang baik akan kita dukung, yang kurang baik menurut kami sekali sekali bolehlah kami meluruskan. Tentu kritikan itu adalah kritikan yang konstruktif,” Kata Prabowo dalam pidato singkatnya usai betemu presiden di di stasiun MRT Lebak Bulus.

Lalu apa korelasinya cerita Prabowo menjalin komunikasi dengan Jokowi dengan kisah lama dukungan Hendrajoni kepada 01 dulu?

Jawabnya; mungkin tak ada hubungan apa apa. Tapi dengan cairnya hubungan 2 tokoh nasional itu, kembali mengajarkan kepada kita bahwa dalam poltik tak ada yang abadi. Semuanya berjalan sangat dinamis dan yang tak pernah begerak itu adalah kepentingan.

Lantas jika bicara tentang kepentingan, Hendrajoni juga memiliki kepentingan, ada yang ingin dicapai yakni perhatian presiden dan para pembantunya kepada kabupaten Pesisir Selatan.

Apakah sudah ada Hendrajoni memperoleh keuntungan dari pilihannya yang berbeda dengan warga Sumbar dulu?

Pasti ada…, dan bahkan akan banyak diterima. Yang jelas setiap dia membawa proposal Proyek pembangunan di Pesisir Selatan selalu mendapat perhatian yang serius.

Kongkritnya? Setidaknya ada dua proyek pembangunan di Pesisir Selatan yang kini sedang dikerjakan dengan dana bantuan dari APBN, yakni proyek peningkatan jalan Painan-Sago dan Duplikasi Jembatan Salido serta kucuran dana APBN untuk pembangunan Rumah Nelayan serta bedah rumah tak layak huni bagi keluarga yang tidak mampu.

“Dana APBN itu kan uangnya rakyat bukan uang Jokowi,” kata kita yang masih mencari cari sebuah alasan.

Biarlah dijawab dengan senyum dikulum saja alasan seperti itu… Jika ada yang bilang begitu tentu berasal dari kita kita yang tak mengetahui apa itu yang dinamakan kekuasaan atau penguasa.

Tapi yang jelas, yang ingin penulis tekankan inilah akhir dari cerita pilihan yang beda atau Buah Dari Nekadnya Seorang Hendrajoni, Bupati Pesisir Selatan, yang kebetulan “Tatakok Di Manggih Anam“. Semunya itu dipersembahkan Hendrajoni untuk memajukan pembangunan di daerahnya. Aamiin YRA (****)

Baca juga;

Bupati Pessel Akui Terus Terang Dukung Jokowi. Apa Alasannya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *