.

INDONESIA TIDAK BUTUH RUU HIP, PANCASILA SUDAH FINAL

Oleh : Anton Permana *)

Bagi saya, RUU HIP tak lebih bagaikan predator regulasi yang membunuh dan mengancurkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Memanfaatkan momentum pandemic Covid-19, disaat rakyat ‘terkurung’ di rumah, justru disaat itulah mereka kelompok yang diduga anasir PKI berhasil menyusup di Senayan ini mendorong seolah kejar tayang untuk menjadikan RUU HIP menjadi Undang-Undang.

Beruntung masih banyak di negeri ini yang waras, yang idealis, yang nasionalis, yang patriotik dan cinta terhadap Indonesia. Sehingga semua turun serentak, karena menganggap masalah ini sudah keterlaluan dan membahayakan masa depan bangsa.

Tak tanggung-tanggung, Mantan Panglima ABRI dan juga mantan Wakil Presiden RI ini turun langsung bersama koleganya sesama purnawirawan TNI/Polri.

MUI pusat dan seluruh MUI daerah seluruh Indonesia juga tegas menolak dan menghimbau seluruh ummat Islam se-Indonesia bersiap-siap turun ke jalan. Partai politik yang awalnya hanya PKS menolak RUU HIP, terakhir PPP, Nasdem, juga ikutan menolak dengan alasan dalam RUU HIP tidak menjadikan TAP/MPRS/XXV/1966 sebagai konsideran.

Juga tercatat 24 provinsi di seluruh Indonesia rakyat serentak dari berbagai kalangan, serentak hanya dalam waktu satu bulan (bahkan ada yang di bulan Ramadhan) melakukan deklarasi penolakan tegas dan ancaman siap melawan PKI. GP Anshor pun di dalam sebuah portal online berkomentar agar ‘tidak buru-buru’ mengesahkan RUU HIP.

Terakhir, Menkopolhukam juga mengeluarkan statemen yang hampir sama, bahwa TAP/MPRS/XXV/1966 harus masuk dalam RUU HIP sebagai konsiderannya. Karena ideologi komunis, leninisme, markxisme tidak boleh lagi hidup di Indonesia. Terlepas apakah beliau mengeluarkan komentar itu atas nama pribadi sebagai ahli hukum tata negara atau sebagai Menkopolhukam? Kita tidak tahu.

Lalu apakah permasalahan draft RUU HIP ini sudah bisa dianggap selesai? Jawabannya tentu tidak. Karena kalau kita simpulkan dan rangkum dari semua gelombang aspirasi penolakan rakyat itu adalah bukan minta revisi semata. Tapi menolak, mencabut, dan meniadakan RUU HIP tersebut. Dengan alasan sebagai berikut :

1. Pancasila kita hari ini adalah Pancasila hasil kesepakatan para founding father (bapak pendiri bangsa) yang sifatnya sudah final dan mengikat. Tak perlu lagi ada perdebatan atau upaya menterjemahkan lagi Pancasila dengan bahasa dan pemikiran liar yang lain.

Soekarno saja yang awalnya mempunyai pemikiran Tri Sila kemudian dikerucutkan menjadi Eka Sila yaitu gotong royong, juga mengalah legowo dan menyetujui Pancasila ini.

Begitu juga Mohammad Yamin, KH Bagoes, Muhammad Hatta, semua yang tergabung kedalam PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Mohammad Yamin dengan pemikiran Peri Kemanusiaan, Peri Keadilan, Peri KeTuhanan, Peri Permusyawaratan, serta KH Bagoes dengan konsepsi Piagam Jakarta (KeTuhanan yang mewajibkan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya), semuanya sama-sama mengalah dan setuju dengan Pancasila hari ini. Lalu kok ada suatu kelompok yang “sok” merasa lebih hebat dan lebih tahu mengganti Pancasila.

Bahkan hal ini diperkuat lagi dengan pidato Bung Karno pada HUT RI 17 Agustus 1961 yang mengatakan bahwa, “Proklamasi, pembukaan UUD 1945, dan Pancasila adalah satu kesatuan yang tidak di pisahkan sebagai identitas dan bentuk negara Indonesia. Ibarat proklamasi adalah Bapak, pembukaan UUD 1945 dan Pancasila adalah anak-anaknya”. Mengotak-atik ini, sama saja mengotak-ngatik bentuk negara Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945.

Dan untuk terjemahan Pancasila semua sudah termaktub di dalam pembukaan UUD 1945, batang tubuh, serta BAB penjelasannya dalam UUD 1945 yang asli.

Jadi menurut saya, kalau ingin mendapatkan terjemahan tentang Pancasila langkah yang paling tepat itu adalah kembali saja ke UUD 1945, bukan malah membuat UU baru yang kontraproduktif.

2. Kalau kita baca secara mendalam draft RUU HIP ini. Dari mulai bagian mengingatnya saja dengan tidak mencantumkan TAP/MPRS/XXV/1966 sudah menggambarkan dengan jelas dapat diduga ada upaya sistematis RUU ini menjadi pembuka pintu seluas-luasnya agar ajaran komunisme, leninisme, marksisme, untuk kembali hidup di Indonesia.

Dan lebih anehnya lagi, masih di bagian mengingat tidak juga dicantumkan TAP MPR Tahun 2003 tentang hierarki perundangan. Dan ini bisa secara tak langsung posisi RUU HIP ini seolah nanti berada di atas UUD 1945 bahkan Pancasila itu sendiri. Pokok inti inilah yang sebagian pakar hukum tata negara menyebutnya sebagai “kudeta ideologi” negara. Karena dalam pasal 1 (ayat) 3 dibunyikan bahwa, Undang-Undang ini harus menjadi acuan dalam penyusunan setiap aturan, regulasi, dan kebijakan pemerintah. Artinya ; Apapun produk regulasi, aturan, dan kebijakan kalau tidak sesuai dengan RUU HIP ini bisa dibatalkan.

Kalau kita simpulkan, setelah aliran komunis, leninisme, dan marksisme, sudah bisa hidup kembali. Lalu mereka masuk dalam lingkaran kekuasaan. Maka dengan mudah, menggunakan dasar hukum versi RUU HIP ini mereka akan mengacak-ngacak kehidupan beragama, simbol agama, identitas agama, bahkan ritual ibadah ummat beragama pun akan mereka atur secara represif. Atas dasar bahasa manis toleransi, kebudayaan, dan sosial demokrasi yang tercantum dalam RUU HIP.

Karena dalam RUU HIP ini, posisi agama setara dengan budaya bahkan tunduk kepada budaya nusantara. Dan bagi kelompok yang menentangnya bisa di cap anti terhadap negara, bisa dicap penjahat negara. Bisa dipenjara kapan saja hanya gara-gara menjalankan ajaran agama. Ini sangat berbahaya.

Secara politik hukum akan dengan mudah kita menebak arah moncong senjata RUU HIP ini kalaulah tidak menyasar kehidupan beragama bangsa Indonesia. Karena sejatinya komunisne itu sangat anti agama, benci agama, atau lebih ekstrimnya lagi tidak beragama alias anti Tuhan.

3. Sudah menjadi ciri khas PKI. Kalau mereka lemah, akan teriak merasa paling Pancasila. Memuja muji Pancasila seolah kelompok yang paling Pancasilais. Seperti Aidit di dalam bukunya “Membela Pancasila 1964”. Tetapi setelah berkuasa, mereka mengganti Pancasila dengan komunisme. Pemberontakan G/30/S/PKI 1965 adalah bukti dan fakta konkritnya.

Setelah kampanye dan membranding dirinya seolah paling Pancasila, lalu dengan seenaknya akan menuduh siapa saja kelompok yang bertentangan dengan kelompoknya dicap dan dituduh anti Pancasila, musuh Pancasila. Menuduh para musuhnya itu seakan mau mengganti Pancasila. Agar tersudutkan dan dibungkam.

Methode ini berulang lagi saat ini. Atau yang mereka sebut dengan teori kontradiktif. Kalau bahasa sederhananya bagi saya adalah hampir sama dengan ilmu tukang copet di pasar. Sebelum ketahuan mencopet, maka teriak duluan menuduh orang lain tukang copetnya. Alias maling teriak maling.

4. Sulit menerima kalau RUU HIP ini adalah sebuah skenario “tak sengaja” seperti kasus menyiram air keras ke wajah petugas KPK Novel Baswedan, atau “salah in put” atau “salah ketik” seperti pada beberapa kejadian aneh sebelumnya di negeri ini.

Untuk itu. Semua pihak harus menelusuri, menginvestigasi siapa aktor kelompok yang merancang ini semua. Lalu dibuka kepada publik seluas-luasnya, agar seluruh masyarakat tahu siapa dan kelompok mana yang menjadi pengkhianat di negeri ini. Yang secara diam-diam mau mengganti ideologi negara serta menghidupkan kembali komunisme di Indonesia.

Dan mereka semua wajib dihukum seberat-beratnya. Kalau perlu sampai pada hukuman pidana mati. Karena bisa “diduga” sebagai pengkhianat negara. Jangan anggap remeh permasalahan ini.

5. Secara geopolitik nasional dalam lingkungan strategis global. Kita juga dapat menangkap urgensi dari prospektif kejar tayang pengesahan RUU HIP ini dalam masa pandemic. Ini semua bisa kita kaitkan dengan konflik dunia yang terjadi saat ini antara Amerika dan China.

Korelasinya adalah China saat ini sedang dikepung Amerika dengan sekutunya. China tentu butuh teman atau koalisi tandingan juga. Indonesia adalah salah satu sasaran China untuk mendapatkan dukungan penuh. Karena China merasa telah di atas angin terhadap ‘pemerintah Indonesia’ terkait hutang dan investasi. Namun masih terkendala dalam hal sekat ideologi antar negara. China sebagai negara komunis, akan sulit diterima rakyat Indonesia. Makanya perlu upaya legal hukum bagaimana secara ideologis Indonesia dapat secara utuh dan total di bawah pengaruh China.

Dari penjelasan singkat beberapa hal di atas dapat kita simpulkan bahwa :

1. Rakyat Indonesia melalui DPR/MPR dan Presiden, wajib hukumnya mencabut, menolak, dan mentiadakan RUU HIP ini. Karena sarat dengan kepentingan komunis serta dapat menporak porandakan keutuhan NKRI.

Mari kita catat bersama, simpan nama-nama yang selama ini teriak seolah paling Pancasila, teriak PKI itu tak ada, teriak dan mendukung RUU HIP ini, maka mereka itulah yang patut diduga di belakang nya. Ingat wajah mereka dan kelompoknya. Tak peduli apa pangkat, jabatan, dan status sosialnya.

2. Pancasila sudah final. Indonesia tidak butuh terjemahan lagi berupa HIP yang kontraproduktif. Pancasila final menjadi falsafah dan alat pemersatu bangsa. Pancasila adalah jalan tengah agar Indonesia tidak ditarik ke kiri atau ke kanan. Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara anti agama.

Tapi Indonesia adalah negara yang beragama. Dimana agama bisa dijadikan sebagai sumber hukum kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena ; Pancasila adalah kristalisasi dari nilai kebaikan yang berasal dari rahim nilai luhur bumi Nusantara. Sedangkan agama adalah sumber dari segala sumber kebaikan itu.

3. Kembalikan konstitusi negara Indonesia kembali kepada UUD 1945. Karena UUD NRI 2002 hasil amandemen tanpa nomor ketetapan MPR, juga sudah jauh lari dari semangat dan cita/cita bangsa.

Semoga, insiden RUU HIP ini kedepannya menjadikan kita semua bertambah waspada. Merapatkan barisan. Karena terbukti sudah musuh negara ini sudah berada dimana-mana. Semua harus dibongkar bersama-sama.

Mari kita rapatkan barisan sesama anak bangsa. Stop saling curiga antar sesama kita walau berbeda suku dan agama. Mari kita kembalikan jati diri bangsa kita menjadi bangsa yang bermartabat, terhormat, suka tolong menolong, masyarakat yang baik, ramah, dan saling tenggang rasa.

InsyaAllah, saya yakin Indonesia akan menjadi lebih baik sesuai dengan amanah dan cita-cita bangsa. Amin. Salam Indonesia Jaya.

Jakarta, 14 Juni 2020

*). Penulis adalah Ketua Tanhana Dharma Mangrwa Institute

**). Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *