Bukittinggi

Ini Dia Urang Awak Hakim Agung yang Beda Pendapat Atas Pengurangan Hukuman Ferdy Sambo

Bukittinggi, PilarbangsaNews.com,–

Siapa salah seorang diantara 2 Hakim Agung yang menyatakan dissenting opinion atau beda pendapat atas pemangkasan vonis mati Sambo menjadi penjara seumur hidup.

Ternyata Dia adalah Dr. Desnayeti M, S.H., M.H. urang awak lahir di Bukittinggi Sumbar pada tanggal 30 Desember 1954. Sebelum diangkat jadi Hakim Agung Mahkamah Agung, dia Hakim di Pengadilan Tinggi Sumatera Barat.

Dikutip dari Wikipedia; Desnayetti terpilih menjadi Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia setelah melalui pemungutan suara oleh para anggota Komisi III DPR RI pada tanggal 23 Januari 2013 di Jakarta. di mana ia berhasil mengantongi 25 suara.

Desnayeti merupakan putri dari Mahyudin, seorang mantan hakim yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Sumatra Barat serta Riau. Karier Desnayeti sebagai hakim telah berjalan selama lebih dari 25 tahun.

SAMBO INGIN BUNUH BRIGADIR J DITANGANNYA

Seperti dilansir Kompas.com, Desnayeti menilai terdakwa pembunuhan berencana Ferdy Sambo menginginkan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J mati di tangannya.

Desnayeti mengatakan keinginan tersebut terlihat ketika Sambo turut mengarahkan senjata ke Brigadir J setelah terdakwa lain Richard Eliezer Pudihang Lumiu melepaskan empat tembakan ke korban.

“(Hal ini) menunjukkan sikap bahwa terdakwa (Sambo) betul-betul menginginkan kematian korban ditangannya, karena saat itu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat masih bergerak dengan mengerang kesakitan,” kata Desnayeti, dikutip dari salinan putusan, Senin (28/8/2023).

Selain itu, Desnayeti menilai Sambo telah menyusun skenario sedemikian rupa untuk pelaksanaan pembunuhan terhadap Brigadir J. Skenario tersebut juga disampaikan kepada para pembantu, ajudan, dan istrinya.

Tujuan skenario ini tak lain untuk menghilangkan jejak serta menyelamatkan Richard selaku eksekutor dan Sambo dari jeratan hukum. Desnayeti menambahkan, Sambo sebagai seorang perwira tinggi dengan jabatan utama di Polri telah menghakimi dan mengeksekusi ajudannya sendiri tanpa klarifikasi sama sekali.

Tindakan Sambo tersebut juga dinilai telah membuat rasa kecewa pihak keluarga korban bahkan masyarakat pada umumnya.

“Oleh karena itu beralasan untuk menolak kasasi terdakwa dan tetap mempertahankan putusan judex facti,” tegasnya.

Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menilai,

Sambo terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sambo juga terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Sambo bersama anak buahnya, melakukan perusakan sejumlah bukti guna menguburkan peristiwa pembunuhan yang sebenarnya.

Tak terima dengan vonis ini, mantan polisi dengan pangkat inspektur jenderal (Irjen) itu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Kemudian, PT DKI turut memperkuat putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

Tak berhenti di situ, Sambo kemudian mengajukan kasasi ke MA. Dalam putusannya, MA meringankan hukuman Sambo, dari vonis mati menjadi penjara seumur hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *