Cerita Bersambung

GIRIANG GIRIANG PERAK ( Oleh: Makmur Hendrik) Bag 79

Makmur Hendrik (foto; dok pribadi)

Sambungan dari bag 78

akan tumbang. Gampo Bumi melompat sejauh empat tombak. Namun tuo silek dari Painan itu benar benar luar biasa. Tubuhnya merendah terus dan sebelum Gampo Bumi mencecah tanah, dia sudah berada di tempat yang akan dijejak oleh lelaki dari Tambuntulang itu.

Siap menanti dengan putaran kakinya yang luar biasa ligatnya. Gampo Bumi tak sia sia menjadi murid perguruan Tambuntulang. Dia melihat ancaman di bawah.

Karenanya dia lalu berjumpalitan lagi. Melentik tiga kali di udara. Kemudian turun di dekat kedua kakak seperguruannya.

Datuk Nago memburu terus. Putaran kakinya yang ligat tak pernah berhenti seperti baling baling. Ketika dia menyapu ke dekat ketiga orang seperguruan itu, tiba tiba Pandeka Sangek dan Harimau Kumbang menggerakkan kaki. Tuo Lintau serta Tuo Silek dari Secabik Kain sudah menduga bahwa ketiga mereka berjaga jaga terhadap kemungkinan itu.

Begitu Pandeka Sangek dan Harimau Kumbang menggerakkan kaki menunggu serangan Datuk Nago, kedua Tuo Silek itu segera pula menghambur ke tengah perkelahian. Tuo Silek Secabik Kain menerjang ke arah Pandeka Sangek. Sementara Tuo Silek Lintau menerjang Harimau Kumbang.

Datuk Nago sendiri tetap memburu Gampo Bumi. Kedua kakak seperguruannya terpaksa mengurungkan niat mereka untuk menolong Gampo Bumi dari gempuran Datuk Nago tersebut. Keenam lelaki dari Tambuntulang itu kini sudah terlibat dalam perkelahian.

Sementara dari pihak satunya lagi, yang masih tegak adalah Tuanku Nan Renceh, Rajo Tuo dan si Giring Giring Perak. Ketiga orang ini tegak dengan tenang melihat jalannya pertempuran. Akan halnya si Giring Giring Perak, peluhnya mencucur di tubuh. Kenapa dia tak duluan terjun ke arena pertarungan?
Semula dia merasa segan untuk ikut duluan. Karena malu akan ilmunya yang tak ada artinya. Tapi kini dia jadi malu muka. Yang tegak tak bertempur justru Tuanku Nan Renceh dan Rajo Tuo. Yang ketiga adalah dirinya sendiri.

Peluhnya jadi bercucuran karena malu. Apakah aku sejajar dengan kedua pimpinan ini? pikirnya. Dia mengingsut tegak agak ke belakang, ke dekat jenjang balairung.

Perkelahian antara Datuk Nan Hitam, mamak Puti Nuri, dengan murid Harimau Kumbang kelihatan tak berimbang. Datuk Nan Hitam segera dapat menekan si tinggi kurus dari Bukit Tambuntulang tersebut.
Pada jurus keempat belas dari serangannya yang mempergunakan aliran Silat Lintau, dia berhasil memasukkan tendangan ke ketiak si kurus tinggi. Terdengar suara berderak. Murid Harimau Kumbang itu terpekik. Sambungan tulang bahu dengan tangannya tersepak hingga lepas. Otomatis tangan kanannya jadi lumpuh.

Dia segera mencabut keris dengan tangan kiri. Dia menyerang lagi dengan tangan kirinya itu. Tapi kini serangannya lebih berbentuk membabi buta. Tapi setelah menyerang empat jurus tiba tiba lengan kirinya kena lagi ditendang oleh Datuk Nan Hitam. Kerisnya terlambung ke atas.

Saat itu Datuk Nan Hitam berputar, membalik dan membungkuk. Kemudian kakinya mencuek ke belakang. Cuek belengnya masuk ke kerampang lelaki kurus tinggi itu. Terdengar dia memekik. Tubuhnya tergolek ke tanah.

Mengelepar gelepar beberapa saat, kemudian mati. Kentang kentangnya pecah kena cuek belakang Datuk Nan Hitam.
Sementara itu Datuk Sipasan, yang juga dihadang oleh salah satu murid Harimau Kumbang, makin lama makin dapat menguasai perkelahian. Dia berada di atas angin.

Penyamun penyamun Bukit Tambuntulang itu memang mengandalkan silat campuran mereka yang bervariasi. Berobah dalam setiap jurus.

Tapi Datuk Sipasan sudah cukup masak dalam perkelahian. Apalagi yang dihadapinya hanya murid kedua Harimau Kumbang. Pada jurus kedelapan, ketika murid Tambuntulang itu mengirimkan sebuah tendangan berantai.

Datuk Sipasan tiba tiba menangkap pergelangan kakinya. Dan dengan kekuatan yang tak terduga, dia menyentakkan kaki murid Harimau Kumbang itu kuat kuat. Seiring sentakan itu, kukunya yang berbisa, yang sangat ditakuti kaum pesilat, dia hujamkan ke mata kaki lelaki tersebut.

Terdengar lelaki itu meraung. Tubuhnya menggelepar. Racun dari kuku Datuk Sipasan menjalar amat cepat. Dan racun itu memusnahkan nyawa penyamun tersebut. Tapi pada saat bersamaan, teman Datuk Sipasan yang satunya.

Bersambung ke Bag 80

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *